~Happy Reading
•••
Sejak perkenalan itu. Arsya mencoba bersikap biasa saja. Ia tidak ingin pertemanannya dengan Amanda menjadi rusak hanya karena perasaannya.
Setelah selesai mengerjakan PR, Arsya langsung beranjak pergi ke rumah Amanda.
"Amanda!" teriak Arsya dari luar.
"Amanda!" teriak Arsya lagi.
"Iya, Sya. Tunggu bentar." sahut Amanda dari dalam rumah.
Amanda pun membukakan pintu pagar rumahnya, dan mengajak Arsya untuk masuk.
"Duduk, Sya." tawar Amanda kepada Arsya untuk duduk di sofa yang berada di ruang tengah.
"Gue ambil minum dulu, gue tau lo pasti haus," ucap Amanda, saat Amanda ingin beranjak ke dapur tiba-tiba Arsya menahan langkah Amanda dengan memegang tangan kirinya.
"Kenapa? Lo nggak haus?" tanya Amanda.
"Nggak, Nda. Tadi gue udah minum segalon di rumah." jawab Arsya asal ceplos.
"Kok perut lo nggak gendut?" tanya Amanda lagi.
"Ck. Perut gue udah di sihir biar nggak bisa gendut" celetuk Arsya.
"Iya deh, gue percaya, kalo gitu gue beli cemilan dulu," ujar Amanda.
"Buset, rumah segede gini nggak ada cemilan," terang Arsya ceplas ceplos.
"Bukannya nggak ada, tapi udah habis," balas Amanda membuat Arsya tertawa kecil.
"Lo mau nitip permen pocong nggak?" tanya Amanda.
"Nggak usah, Nda. Di rumah gue udah banyak permen pocong. Gue ke sini cuma mau cerita doang sama lo," ucap Arsya tersenyum bahagia, Amanda sangat senang melihat ekspresi Arsya saat ini, karena baru pertama kalinya gadis penikmat permen pocong mengagumi seorang laki-laki. Lalu Amanda duduk di sebelah Arsya.
"Lo kenapa sih, senyum-senyum gitu, gue tau, pasti karena cogan itu kan?" tanya Amanda ikut tersenyum.
Arsya menganggukan kepalanya singkat.
"Gue mau cerita nih sama lo, tadi pas lo nyuruh gue ngambil air, gue jatoh, Nda. Terus—"
"Hah? Lo jatoh? Ada yang luka nggak? Baret? Memar? Atau keseleo gitu?" Amanda langsung memegang tangan Arsya dan melihat sikut, dan lutut gadis itu.
"Iiih... Amanda, gue belum selesai ceritanya, dengerin dulu," sela Arsya.
"Tuhkan. Lutut lo baret nih, udah di obatin belom?" tanya Amanda saat melihat lutut kanan Arsya lecet.
"Gue gak apa-apa, Amanda. Dengerin gue cerita duluuu."
"Yaudah, cerita apa?"
"Gue kan jatoh, terus di tolongin sama cowok itu, lo bayangin gak sih dia pegang tangan gue, abis itu dia bantu gue juga ngambil air tadi," Cerodos Arsya dengan gaya bicaranya yang terkesan alay dan lebay.
"Anjay, pepet terus, Sya. Gue dukung lo sama tuh cowok, kalo perlu gue bantuin lo biar cepet jadian sama cowok itu." Amanda ikut senang melihat Arsya yang dari tadi tersenyum.
'Apa lo rela Ravin buat gue? Apa yang bakal lo lakuin kalo cowok yang gue suka adalah cowok lo, Nda.'
•••
Setelah kumpul OSIS Aldi tidak langsung ke kelas, ia melangkahkan kakinya ke tempat biasa yang sering ia kunjungi. Rooftop.
Sesampainya di Rooftop, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Lalu mencari nama Arsya. Kemudian mulai mengetik sesuatu.
Arsya
Sya
ALDII GUE MAU NGOMONG
SESUATU SAMA LO, GUE
TUNGGU DI TAMAN!SEKARAAAAANG!
Aldi menyimpan kembali ponselnya di dalam saku, lalu beranjak pergi untuk menemui Arsya yang sekarang berada di taman belakang sekolah.•••
Sampai di taman, Arsya langsung berhadapan dengan Aldi. Sekarang bukan saatnya bagi Arsya untuk basa-basi. Karena ini demi perasaannya kepada Ravin.
"Gue denger kemarin ada dua anak baru. Lo pasti tau nama mereka kan? Secara lo sering bulak balik ke sana ke sini, gue pengen tau nama mereka," ujar Arsya.
"Kenapa lo selalu kepo?" tanya Aldi yang kini menatap mata Arsya dalam.
"Bukan urusan lo."
"Jelas ini jadi urusan gue, Sya. Lo temen gue, tapi lo nggak pernah anggap gue sebagai temen. Bahkan, kita kaya orang asing atau gue hanya sebatas orang pengantar lo pulang."
Mereka berdua memang satu kelas, tetapi tidak pernah terlihat dekat. Arsya menganal Aldi karena Amanda yang sering cerita kalau Aldi adalah temannya dari kelas lima SD. Arsya juga sering pulang sekolah bareng Aldi. Eh, lebih tepatnya setiap hari di antar pulang. Padahal Arsya dan Amanda satu arah. Tapi, entah kenapa Arsya merasa nyaman jika pulang bersama Aldi.
"Lo gak ikhlas nganter gue pulang?" Kini Arsya menatap dalam balik mata Aldi.
Aldi memegang kedua bahu Arsya, "bukan gitu, Sya. Gue cuma pengen lo selalu ada buat gue, kaya gue yang selalu ada buat lo."
Arsya menepis kedua tangan Aldi, lalu mundur selangkah.
"Gue ketemu sama lo bukan mau ngomongin ini. Gue cuma mau tau nama anak baru itu, salah kalo gue mau temenan sama mereka?"
Sebenarnya Aldi juga tidak ingin berdebat seperti ini dengan Arsya. Ia hanya ingin tahu bagaimana perasaan Arsya. Dari sikap Arsya barusan Aldi sudah dapat menyimpulkan bahwa gadis itu memang tidak ada perasaan apa-apa terhadapnya. Jangankan perasaan, untuk berteman saja rasanya sudah seperti minyak dan air. Sekarang Aldi sudah benar-benar hanya sebatas orang pengantar pulang Arsya.
Arsya tidak boleh tahu bahwa Aldi telah diam-diam menyimpan rasa kepadanya. Aldi pun mencoba bersikap biasa saja.
"Oke. Yang kemarin main basket nama Ravin, satu lagi namanya Dhika."
"Dhika itu kelas berapa?" tanya Arsya.
"Sebelas IPA 2," jawab Aldi dingin.
Arsya tersenyum mendengarnya, "Makasih, Di. Masalah tadi lupain aja, gue bakal berusaha selalu ada buat lo," ucap Arsya sambil menepuk bahu Aldi, kemudian pergi menuju kelasnya. Sedangkan Aldi masih diam di tempat. Jujur, hatinya terasa sakit ketika Arsya menanyakan hal tentang cowok lain.
•••
~Thanks for reading~
Jangan Lupa di Vote
Bantu share-share juga ya^^
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSYA [On Going]
Teen Fiction❝Choose me or my friend?❞ Arsya tidak menyukai cowok yang ia suka di sukai oleh cewek lain. Lalu bagaimana jika cowok yang Arsya sukai adalah pacar sahabatnya? Note: cerita ini benar-benar dari ide dan imajinasi aku sendiri yee^^ ©GreenFloraa