Kantor Makeu Group Jakarta__
"Pak direktur ini adalah laporan perencanaan pada anak perusahaan dan lembar yang membutuhkan tanda tangan anda" kataku sambil kuletakkan dokumen itu ke depannya tepatnya meja kerjanya, yang anehnya dia hanya mengangguk dan menjawab "iya" saja tidak seperti biasanya yang selalu memulai peperangan antar Negara api. Aku mengundurkan diri dari ruangan tanpa basa-basi lagi, setelah aku diluar kuintip dulu dia di balik jendela bertirai tipis di ruangannya. Kulihat dia tetap diposisinya dengan terus memandangi lembar per lembar kertas yang dipegangnya.
"Yaaa Bastard!" tiba-tiba tirainya ditutup olehnya yang membuatku kaget setengah mati hingga mengumpat lebih banyak lagi dalam hati yang hanya kutunjukkan padanya siapa lagi kalu bukan si Crazy satu itu.
Bukan cuma itu saja, ketika papasan denganku saja tampak dingin. Kurasa metode perangnya sekarang secara tiba-tiba diubah menjadi perang dingin yang panas. Kupikir nanti aku akan berbaikan dengannya dulu sebelum aku pergi ke London untuk kuliah lagi.
Rumah Jakarta__
"Oh pak direktur sudah sampai dirumah?" tanyaku basa-basi ketika berpapasan dengannya yang sedang menuruni anak tangga ketika aku baru pulang kantor dan jawabanya kali ini juga sama hanya sebuah anggukan dengan ekspresi datar.
"Wait!!!" teriakku "Aku minta maaf atas kata kasarku kemarin yang mengungkit tentang Ibumu" kataku dengan raut penyesalan dan menunduk menghadapnya yang mulai membalik badan menatapku dari bawah, ujung tangga sana.
"That's no problem. Lagipula kamu benar bahwa Ibuku meninggal karenaku, karena mendengar pengakuanku, kalau aku gay" jawaban yang tidak terduga meluncur dari mulutnya membuatku melotot sepersekian menit hingga dia menjelaskan segalanya tanpa kuminta. Tiba-tiba aku merasa iba padanya dia mengatakan dan setengah bertanya padaku bahwa apakah itu salahnya ketika ia sama sekali tidak bisa menyukai wanita seperti normalnya laki-laki dan itu artinya kelainannya sejak lahir, aku tidak bisa berkata apa-apa padanya. Aku juga baru tahu bahwa Ibunya terkena serangan jantung ketika dia coming out pada keluarganya hingga ayahnya mengasingkannya hingga sekarang meski masih diakui sebagai penerus perusahaannya.
"Sepertinya aku terlalu banyak omong padamu" itu kata terakhir yang diucapkannya lalu ia berlalu pergi.
Sore harinya
"Vinho, kamu mau kemana!?" suara Lim sedikit garang namun sendu ada suara kecewa dan marah dari warna suaranya, aku bisa mendengarkan mereka dari kejauhan mereka sedang berbicara setengah berkelahi. Lim mencengkram kedua bahu Vinho dan keduanya berbicara dengan nada tinggi di depan rumah besar ini, sebenarnya aku juga tidak mau mendengarkan perdebatan mereka namun suara tinggi mereka yang menggonggong mengancurkan damai hariku. Dengan berjalan agak terburu dan tegas aku mulai mendekati mereka dengan pandangan tak enak lalu aku melipat lengan.
"Apa kalian memang berniat mendeklarasikan hubungan kalian ke seluruh dunia" tanyaku pada mereka dan keduanya langsung menatapku. Vinho berlari ke arahku setengah bersembunyi dibalik tubuhku yang langsing tentu saja dia masih terlihat jelas.
"There's no relate to you!" balasan Lim garang
"That's up to you if this world know then that's no relate to me. Right?" kataku setengah bertanya padanya
"What she said is true Lim, stop it you will gone your good will in pubic if this publicated from paparazzi" bela Vinho yang masih bersembunyi. Akhirnya mereka mau mendengarku dan akhirnya kami duduk di sofa ruang keluarga yang dingin, tampaknya telah lama tak ada yang singgah.
"Vea please biarkan aku pergi dari sini, dan jelaskan pada Lim bahwa hatiku untuknya telah berubah, aku sudah mencintai orang lain dari dulu jauh sebelum aku bertemu dengannya. Mungkin ketika aku bersama Lim aku memang mencintai Lim tetapi begitu aku bertemu lagi dengan laki-laki yang dulu itu aku mulai mencintainya lagi Vea, ternyata aku belum bisa melupakannya dan sekarang dia kembali dan menyatakan perasaannya padaku. Terlebih aku takut jika nanti semua orang tahu aku kekasih Lim, apa kata dunia? Dunia pasti akan menyalahkanku. Jujur saja aku takut" jelas Vinho panjang lebar dengan mengenggam lenganku dan Lim diujung sana terlihat begitu frustasi dan marah. Kali ini aku bisa menyelami perasaannya. Kulepaskan cengkraman Vinho dengan kasar aku berdiri.
"Kamulah yang jahat Vinho, kamu egois mempermainkan perasaan orang yang mati-matian mencintaimu dengan mengorbankan dirinya pada konsekuensi yang besar. Bukan Cuma kamu Vinho! Mungkin iapun takut tapi dia diam-diam menepisnya buat kamu! Cuma buat kamu!" makiku garang hingga Vinho dan Lim menagisi keadaan masing-masing.
"Intinya. Lim I'm so sorry, I must back Korea now" kata Vinho sambil meninggalkan kami di ruang dingin itu.
"Berhenti disana! Atau kita benar-benar tidak ada hubungan apa-apa lagi!" anacam Lim, Vinho hanya berhenti di tempat tanpa menoleh lalu kembali melanjutkan jalannya menuju pintu keluar begitu perkataan Lim sudah bertemu titik.
Tiba-tiba Lim berdiri dan meraih benda apapun disekitarnya untuk dilempar namun sebelum itu sudah kutahan terlebih dahulu.
"Are you crazy already? Lim? Kuasai dirimu! Lihatlah kenyataannya" sergahku dengan spontan aku menahan tangannya, ketika aku sadar langsung kulepaskan tangannya ketika kurasa dia cukup tenang
"Arrrhhh!!!" teriaknya, namun ia terlihat menguasai diri hingga akhirnya terduduk lesu di sofa sembari berkata penuh dengan kekecewaan dan keputusasaan.
"Aku memang sudah gila semenjak aku tahu dia berciuman dengan laki-laki itu" dengan mengepalkan kedua tangannya dan menunduk dihadapanku, sungguh rasa ibaku muncul maka aku langsung saja duduk berlutut dihadapnnya seraya memegang kedua tangannya yang menegang dan terasa dingin digenggamanku, dia mulai menunjukkan sisi lain atau sisi lemahnya padaku tanpa kusadari dia menangis, tetesan air mata hangatnya membasahi tanganku yang kini mengenggam tangannya.
"Orang yang kuat bukanah orang yang tidak menangis tetapi karena dia kuat maka dia akan menangis" kataku sok bijak namun itu yang sering kudengar diucapkan kakek dahulu pada laki-laki itu, karena semakin lama tangisannya semakin terlihat jelas kupeluk dia, kuusap punggungnya dengan maksud menenangkannya.
Tidak terasa ini sudah larut malam tetapi dia tetap di balkon menatap lama ke luar sana, entah apa yang dia pandangi hingga seperti itu, aku yakin saat ini matanya pasti masih bengkak setelah akhirnya dia menangis dan mengamuk.
"Ahhh benar setidaknya aku berbuat baik sedikit tidak masalah" gumamku sambil mengambil gulungan kasa dan obat-obatan yang dibutuhkan dari kotak P3K yang akhirnya kubawa semua.
Aku berjalan kearahnya, tanpa berucap apa-apa kuambil alih tangannya dan mulai kuperhatikan luka bekas dan hasil pukulannya terhadap tembok beton, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu padaku namun ia urungkan kembali akhirnya hanya menatapku pasrah ketika kuperban tangannya. Aku cukup ahli dalam hal ini karena ketika selama SMA aku adalah Ketua PMR.
"Done" kataku bergumam, kali ini pun selain sisi buruk aku juga menemukan sisi baiknya dia. Ia mengucapkan terimakasih padaku, sungguh tidak terduga dan tanpa sengaja aku mengulum senyum.
"Apakah kamu mau refreshing sejenak, nggak ada salahnya kan mangkir sebentar buat quality-time" kataku yang meluncur begitu saja tanpa kupikirkan terlebih dahulu namun nasi sudah jadi bubur tidak mungkin aku menarik ucapanku lagi.
we will be back next time..... wait yaa (love)
YOU ARE READING
Become Gay's Wife
RomanceBL Alert seorang gadis kehilangan segala yang dimilikinya dalam satu waktu dan akhirnya terjebak pernikahan dengan seorang gay. dengan segala konsekuensi si gadis akan tetap menjalankan misinya untuk menggambil kembali apa yang seharusnya dimilikin...