Pieces - 10

80K 12K 1.3K
                                    

Choose me or lose me.
I'm not a backup plan and
Definitely not a second choice.

-Unknown-

Renza berdiri dari kursinya untuk menyusul Sirly, perempuan itu sudah berada di depan restoran sambil mengutak-atik ponselnya. "Gue anter pulang," kata Renza yang saat ini sudah berdiri di depan Sirly. Sirly menatap pria itu dengan wajah malas. "Belum jelas ya apa yang gue bilang tadi?" tukas Sirly.

"Udah malem, Sir."

"Taksi sama ojek banyak kok, nggak usah repot." Sirly kembali fokus pada ponselnya, untuk memesan taksi online.

Renza menghela napas, dia tahu sekali betapa keras kepalanya perempuan di depannya ini. "Sir, mau gue gendong ke mobil atau jalan sendiri?"

"Apaan sih lo?!"

"Gue tahu kalau lo keras kepala, dan lo tahu banget kalau nekat itu nama tengah gue."

Sirly menarik napas dalam, menahan emosinya yang sudah bergejolak. Dia tahu sekali Renza adalah makhluk nekat yang kadang tidak tahu malu. Dengan kesal dia menghentakkan kaki dan berjalan menuju mobil Renza terparkir. Renza tersenyum, setidaknya kali ini Sirly mau pulang bersamanya walaupun dengan paksaan dan ancaman, dia yakin nanti Sirly akan dengan senang hati menerimanya, seperti dulu.

Sepanjang perjalanan Sirly menutup mata dan mulutnya, dia malas berbasa-basi dengan Renza, kalau bukan di tempat umum dia pasti akan menolak dipaksa seperti tadi, namun dia tidak mau mempermalukan diri sendiri, apalagi saat ini zaman sudah serba digital, semua orang punya akses ke internet, kalau dia menyulut pertengkaran dengan Renza di depan umum, bisa-bisa besok pagi dia melihat video dirinya yang langsung viral di sosial media.

Sirly membuka mata saat Renza menghentikan mobilnya, mereka berdua sudah sampai di lobi apartemen Sirly. Sirly langsung membuka seatbelt-nya dan tanpa merasa perlu berbasa-basi dia bersiap turun dari mobil itu, tanpa sepatah kata pun, bahkan untuk menatap Renza pun dia enggan.

"Sir," panggil Renza saat Sirly menurunkan satu kakinya.

Sirly hanya menoleh ke arah Renza tanpa menanggapi panggilan itu.

"Night."

Sirly mendengus dan keluar dari mobil itu, dengan sedikit bantingan saat menutup pintunya.

******

Jakarta 2009

"Kamu nggak niat jadi polwan atau kowad gitu?" tanya Renza yang sedang memegangi kedua kaki Sirly, sementara perempuan itu melakukan sit up.

"Nggak," jawabnya.

"Jadi atlet?"

Sirly menggeleng, sambil terus melakukan sit up. Mereka berdua sedang berada ruang fitnes di rumah Renza. Sirly suka sekali berada di sini, dia tidak perlu ke gym untuk menikmati alat-alat olahraga. Walaupun bukan itu alasan dia berpacaran dengan Renza satu tahun terakhir ini. Ya, sejak Renza mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan, keduanya memutuskan untuk berpcaran, tidak pernah terbayang oleh Sirly akan berpacaran dengan kakak sahabatnya sendiri, apalagi usia Renza juga cukup jauh darinya. Sirly tahun ini berusia 17 tahun sementara Renza 24 tahun. 

Ini adalah tahun terakhir Renza sebagai Koass, setelah menjalani ujian dan lulus dia baru akan disumpah sebagai dokter. Kemungkinan tahun depan dia sudah bisa menjadi dokter intership dan ini yang selalu dibahasnya dengan Sirly, mereka pasti akan menjalani hubungan jarak jauh karena penugasaan wajib ini biasanya dikirim ke daerah. Untungnya Sirly berpikir lebih dewasa dari perempuan seusianya, tidak pernah sekalipun Sirly mengeluh, merengek atau bahkan cemburu buta pada Renza. Malah Renza yang lebih sering cemburu, karena Sirly yang terlalu menonjol dan populer di sekolahnya.

The Pieces of Memories (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang