Pieces - 4

67.7K 9.9K 250
                                    

My nights are for overthinking
my mornings are for oversleeping.

-Unknown-

"Morning... morning..." sapa Kara yang baru tiba di kantornya. Dia langsung menghampiri Sirly dan mengambil sepotong cinnamons rolls yang ada di atas meja Sirly. "Ini yang waktu kita bikin bareng Jeslyn, kan? Aku udah lupa sih, resepnya," ucapnya sambil mengunyah roti yang ada di tangannya.

"Kalau inget resepnya juga belum tentu mau bikin," sindir Sirly. Kara merengut. Temannya itu memiliki kisah cinta yang cukup rumit, menjalin hubungan dengan seorang Chef, yang ternyata memiliki anak di luar nikah dan harus berupaya keras untuk meluluhkan hati remaja berusia 14 tahun untuk memberikan keduanya restu untuk menikah, ya mungkin memang  jalan takdirnya, akhirnya keduanya bisa mendapat restu dan akan menikah dalam beberapa bulan lagi.

"Nih, powerbank-nya. Thanks, lupa semalem," Sirly memberikan benda itu pada Kara.

"Sama-sama. Eh, Minggu depan nggak ada event, nongkrong ke mana gitu, yuk," ajak Kara.

"Tumben? Biasanya juga jalan sama Gamma."

"Dia ada kerjaan di Bangkok seminggu, lagian udah lama kita nggak jalan bareng, ajak Airin gimana?" saran Kara.

Sirly menggeleng. "Aku harus ke Jakarta, Ra. Ada acara syukuran adiknya Reon yang baru lahiran itu. Bingung juga ini mau kasih kado apa, harus dibawa-bawa ke Jakarta juga kan ribet," keluh Sirly.

"Ya udah beli di Jakarta aja. Kamu sama Reon gimana?" tanya Kara penasaran, selama ini Sirly hanya menceritakan kalau Reon melamarnya dan Sirly belum menerima lamaran itu, lalu perempuan itu tidak pernah bercerita lebih lanjut lagi masalah ini.

"Ya gimana? Biasa aja," jawab Sirly sekadarnya. "Eh, aku mau ikut pole dance, nih. Bosen sama Salsa, mau ikutan nggak? Lumayan kan buat pertunjukkan malam pertama kamu sama, Gamma?" tawar Sirly sambil menaik-naikkan alisnya.

Kara mendengus. "Nggak ah, nggak suka mainan sama tiang."

Sirly tertawa. "Sukanya main sama apa dong? Terong, timun apa wortel?"

Kara berdecak kesal. "Udahlah, mau meeting dulu sama klien. Bye, Sir."

"Bye."

Setelah Kara keluar dari ruangan ini, Sirly menghela napas, seperti ada beban berat di pundaknya. Dia ingin bahagia, namun dia bingung apakah dengan memilih hidup bersama Reon adalah nama lain dari kebahagiaannya. Sirly masih tidak tahu, dia benar-benar tidak punya bayangan apapun.

******

Sirly mematut dirinya di cermin, dia mengenakan terusan panjang berwarna cokelat susu, dengan model tangan lebar, dres itu terlihat begitu pas membungkus tubuhnya, tidak terlalu ketat juga mengingat ini adalah acara syukuran lahiran keponakan Reon, tidak mungkin Sirly mengenakan baju-baju seksinya seperti biasa. Sebenarnya kebanyakan pakaian Sirly seperti perempuan pada umumnya, hanya saja karena dia merawat tubuhnya dengan baik, dan rutin olahraga, tubuhnya jadi terbentuk sempurna. Kara dan Airin bahkan sering mengeluh, kenapa badan Sirly bisa sebagus itu. Dan kalau sudah seperti itu, Sirly hanya tersenyum mengejek. "Mau cantik kudu usaha," ucapnya pada kepada kedua temannya itu.

Sirly memang dianugrahi keindahan yang diinginkan wanita, walaupun kulitnya tidak seputih porslen, ayah Sirly asli Makassar, menurunkan kulit gelap eksotisnya pada Sirly, ibunya asli Bandung, untuk wajah Sirly memang lebih mirip ibunya, hidungnya mancung, dan bibirnya seksi natural, dengan bagian bibir bawah lebih tebal, jenis bibir yang menurut penelitian adalah bentuk bibir yang sempurna. Rambutnya hitam panjang, dia suka rambutnya yang hitam alami, berbeda dengan beberapa temannya yang memilih mengecat rambutnya, Sirly tidak berniat mengubah warna rambutnya itu. Bola matanya tidak sipit dan tidak terlalu besar, satu-satunya yang tidak asli di wajah Sirly adalah bulu mata, seperti kebanyakan wanita lain, Sirly juga melakukan eyelash extantion, karena dia terlalu malas menggunakan maskara apalagi bulu mata palsu.

The Pieces of Memories (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang