Prolog

40.6K 1.6K 70
                                    

Abil

" Abillll...! Bangun! Katanya udah bosan jadi pengangguran?!"

Telingaku berdengung begitu mama berteriak tepat di telingaku. Kali ini aku nggak mungkin bisa tidur lagi, yang benar saja, mama bahkan sudah siap dengan gayung ditangan.

" Mau sprey kamar kamu basah lagi kaya minggu lalu?!"

Aku langsung bangun begitu mendengar ancaman mama satu ini. Denger ya gaes, mama itu orangnya nggak main-main. Asal kalian tau aja, minggu lalau ranjangku terpaksa basah karena mama tega nyiram wajahku pake air. Tentu aja itu gara-gara aku susah dibangunin. Ya sebenernya nggak bener-bener nyiram sih, lebih tepatnya dicipratin. Tapi kan tetep aja, ranjangku jadi basah.

" Jangan galak-galak sih ma. Aku bangun nih..."

" Anak perawan kok susah dibangunin. Mau dapet suami macam apa kamu ini?!"

" Ya ampun ma! Pagi-pagi udah main nyumpahin aja. Pamali tau. Ntar balik ke mama loh..."

" Balik gimana? Mama kan udah punya papa. Gimana sih..."

" Oh iya." Aku meringis sebelum akhirnya turun dari ranjang dan bergegas mengambil handuk di gantungan.

" Dari tadi napa Bil, nggak usah nunggu mama marah-marah dulu baru kamu mau bangun..."

" Ya maap ma."

" Udah lah, mama balik dapur dulu. Oh iya, jangan lupa kamar tidurmu dibersihin. Anak perawan kok jorok."

" Ma!!! Bawa-bawa perawan terus. Mama mau Abil nggak perawan lagi?!"

" Ngomong apa kamu?!!!!" mataku melotot begitu melihat mama menghampiriku. Secepat kilat aku berlari ke kamar mandi dan menutup pintu.

" Abilll ! Awas kamu ya. Habis ini mama bilang ke papa, kalau kamu minta dinikahin! Anak temen papa banyak yang belum nikah. Biar mama bilang suruh nyariin satu buat kamu."

" Ma!" aku membuka pintu kamar mandi dan mendapati mama ternyata sudah keluar dari kamarku. Busyeeet! Matilah aku. Aku menepuk jidaktu yang lebar jadi makin lebar.

Hai, kenalkan, aku Nabila Arshita Malik. Biasa dipanggil Abil. Umurku dua puluh empat dan aku adalah pengangguran. Pengangguran kok bangga, Billl...

Jadi gini. Aku curhat bentar. Empat bulan lalu, papa pindah tugas dari yang tadinya di Jogja jadi di Jakarta. Mau nggak mau, aku sama mama ikut dong. Jadilah kerjaanku yang di Jogja aku tinggal. Aku nggak mungkin tinggal di Jogja sementara kedua orang tuaku di Jakarta. Lagipula papa sama sekali nggak ngebolehin kalau aku tinggal di Jogja sendirian. Eyangku dari papa orang semarang sementara eyangku dari mama orang bandung. Jadi aku nggak ada saudara di Jogja. Maka dari itu, dengan sangat terpaksa aku ninggalin kota sejuta kenangan dan rela disebut pengangguran (lagi). Cari kerja di Jakarta susah coy! Mungkin karena sangat kompetitif kali ya? Ah entahlah...

Sebenernya hari ini aku ada wawancara kerja disalah satu perusahaan bonafit. Aku iseng-iseng aja daftar situ. Siapa tau ketrima. Rejeki udah ada yang ngatur kan ya? Kita sebagai hamba hanya bisa berusaha dan tentu jangan lupa berdoa. Udah lah itu dulu. Aku siap-siap dulu. Setengah jam lagi aku ada wawancara.

" Waiiit! Setengah jam lagiiii?!"

***

Juna

" Juna, Risa titip salam buat kamu katanya dia naik ojek aja. Kelamaan kalau harus nunggu kamu. Dia ada sift pagi. Maklum, dokter koas kalau telat dikit bisa kena semprot sama senior." Aku menerima uluran roti bakar dari mama dan ikut duduk tepat disamping beliau.

" Seniornya ada yang galak katanya." Lanjut mama kali ini sambil meletakkan secangkir teh hangat untuk papa.

" Dek Risa juga cerita sih, katanya yang galak nggak cuma satu. Tapi ada tiga." Timpalku sembari menggigit roti bakar.

" Karyawan barunya udah dapet belum Jun?" kali ini suara berat papa menginterupsi.

" Belum pa. Sebenernya yang daftar banyak banget. Cuma kemarin yang bertugas nyeleksi karyawan baru lagi sakit. Jadi terpaksa wawancara diundur."

" Ohhh" Papa hanya mengagguk mengerti.

" Papa mau ke kampus?"

" Iya. Hari ini papa ada tugas nyidang tiga mahasiswa."

Aku tersenyum menanggapi. Papaku ini, meski sudah berumur lebih dari setengah abad, tapi beliau benar-benar terlihat jauh lebih awet muda dari usianya. Mungkin efek sering olahraga kali ya?

" Juna udah telat nih pa, ma. Berangkat dulu ya..." Aku langsung berdiri setelah menghabiskan satu gelas coklat hangat buatan mama.

" Kaya perusahaan milik siapa aja Jun. Kamu kan bosnya. Mau telat berapa jam-pun, nggak akan ada yang protes." Celetuk mama sambil menyerahkan jas kerjaku.

" Bos yang baik harus bisa jadi panutan untuk para pegaiwainya ma." Aku terkekeh.

" Idiiih, anak kamu tuh mas, bisa aja."

" Udah ya pa, ma. Berangkat dulu. Assalamualaikum!"

" Waalaikum salam... Ati-ati!"

Hai. Kenalkan, aku Arjuna Hafizar Maheswara. Biasa dipanggil Juna. Umurku dua puluh delapan tahun, tepat satu bulan yang lalu. Saat ini aku menjadi pimpinan disalah satu perusahaan bonafit. Perusahaan itu peninggalan eyang kakung. Setelah eyang kakung meninggal, papa melanjutkan bisnis perusahaan itu. Itupun beliau nggak bisa fokus karena beliau juga berprofesi sebagai dosen.

Beliau menyerahkan sepenuhnya padaku tepat dua tahun setelah aku berhasil meraih gelar sarjana ilmu komputer. Papa-pun benar-benar memberiku arahan dan menyuruhku kuliah (lagi) di jurusan menejemen bisnis. Beliau tau karena memang akulah satu-satunya yang bisa beliau harapkan. Adikku, Dek Risa, dia adalah anak kedokteran. Sudah pasti anak itu nggak mau berurusan dengan perusahaan. Maka jelas sudah, akulah harapan beliau satu-satunya. Lagipula, saat ini aku mulai menikmatinya. Jadi aku sama sekali nggak keberatan.

Segitu dulu ya, sekarang aku harus fokus nyetir.

***

Warning : Semua tulisanku hanya fiktif belaka yaaa :)

Hai, aku datang dengan cerita Abil dan Junaaa. :D

Prolognya ini dulu cukup kali ya...

Gimana? Lanjut kagak?

Cherry Blossoms [END] (Sequel 'I Love You Sir')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang