02 - 1 : TIDAK JELAS

211 25 0
                                    

Seul dan In Sa, teman baru Seul, sama-sama baru keluar dari klub masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seul dan In Sa, teman baru Seul, sama-sama baru keluar dari klub masing-masing. Seul taekwondo, In Sa balet. Mereka berjalan menuju gerbang sekolah sambil membicarakan sabuk taekwondo. Karena masih sabuk putih, Seul tidak terlalu bangga menyebutkannya. Seul menyombong tentang akan mendapatkan sabuk hitam dalam satu bulan. Seul jamin, itu akan MUDAH sekali.

In Sa tak setuju. “Memangnya kau pikir ganti warna sabuk taekwondo itu semudah mengganti pakaian? Kakakku saja perlu enam tahun untuk sampai di sabuk merah. Tidak peduli sehebat apa pun kau, tetap akan ada proses yang cukup panjang yang harus kau lalui.”

“Oh, benarkah?” Seul terkesan.

Telinga Seul mendengar suara gedebrug dan desingan benda berputar. Hm? Siapa yang menendang pedal sepeda seperti itu? Paman? Paman masih di sini? Sedang apa? Tebakan Seul benar, Gye Ran sedang manunggu di gerbang sekolah.

“Wow Seul-ah, pacarmu setia sekali!” In Sa bicara seenaknya sambil menyenggol sikut Seul.

Kalau Seul balas menyenggol, pasti In Sa langsung mental. Seul hanya bisa cemberut.

“Itu pamanku,” kata Seul, tapi In Sa tak percaya.

“Samchon, kenapa masih di sini?” tanya Seul, pada Gye Ran.

“Apa lagi? Aku harus menjaga keponakanku ini. Kalau tidak, ayahmu dan ayahku akan marah padaku.” Gye Ran monyong-monyong sambil duduk di atas sepedanya yang agak miring ke kiri dan kaki kirinya menapak di aspal. Pedal sepedanya sedang berputar saat Seul meliriknya. Pasti Paman sudah lama dan bosan menungguku di sini, pikir Seul. “Dan lagi, aku bilang pada mereka kalau kau satu klub denganku,” tambahnya.

“Tidak usah. Aku akan bilang kalau aku ikut klub balet.” Bibir Seul memburu.

“Benarkah?” Gye Ran curiga.

“Benar. Dengan temanku ini.” Seul menunjuk In Sa.

Saat dilirik Seul, In Sa sedang melotot memperhatikan Gye Ran dari kepala hingga kaki dan dari ban sepeda depan hingga ban sepeda belakang.

“Hey, kau kenapa?” Seul menyenggol In Sa dengan SANGAT hati-hati, semanusiawi mungkin.

In Sa langsung menyesuaikan posisi kacamata dan mengajukan pertanyaan dengan penuh kecurigaan, “Hubungan kalian benar-benar paman dan keponakan?”

Seul dan Gye Ran mengiyakan tanpa ragu.

“Paman dan keponakan sungguhan? Bukan seperti dalam drama itu kan? Yang kakeknya mengira anak lain sebagai anaknya, lalu mengadopsinya, dan anak itu jatuh cinta pada keponakannya sendiri begitu pun sebaliknya?” In Sa membahas drama Korea yang berjudul Pinocchio.

“Aku suka drama itu!” sahut Gye Ran. Dia memang suka nonton drama. Eh bukan, tapi dia menyukai aktris Park Shin Hye dan Park Shin Hye kebetulan adalah tokoh utama dalam drama yang dibicarakan In Sa barusan. Di kamarnya, ada BANYAK sekali foto aktris itu termasuk poster drama tersebut.

Seul HARUS menghentikan ini, sebelum mereka mengobrol panjang lebar tentang drama itu dan membuat dirinya kelaparan. Dia memotong pembicaraan antusias Gye Ran dengan sebuah penjelasan, “Bukan. Bibi ayahku adalah ibunya. Jadi, dia benar-benar pamanku dan kami tidak akan saling jatuh cinta.”

“Oh, begitu.” Mata In Sa masih tidak bisa lepas dari Gye Ran.

Sekilas, Park Na Wi melintas. Dia melintas begitu saja tanpa menoleh, padahal Seul dan In Sa menyapanya. Dia hanya melambaikan tangan tanpa berhenti sejenak atau sedikit menolehkan kepala. Meski sikap Na Wi terkesan dingin dan sombong, perhatian In Sa tetap otomatis beralih padanya. Seul tahu, In Sa memiliki banyak ketertarikan pada orang baru. Itu tidak buruk, pikir Seul.

“Hey, sunbae itu ... murid pindahan yang terkenal itu ya? Kelas 3-3.” In Sa mendekap pipi dengan dua tangannya yang mengepal gemas. Lalu dia menyenggol Seul sekali lagi, kali ini dengan kesan merayu. Dia bertanya, “Seul-ah, pamanmu kelas berapa?”

“Kelas 3-3,” kata Seul, ringan.

Gye Ran diam saja.

“Wah, kalau begitu aku akan dekat-dekat dengan pamanmu ah!” In Sa menerobos ruang di antara lengan dan pinggang Gye Ran dengan sangat tiba-tiba, membuat Gye Ran yang kikuk jadi semakin kikuk.

“Kenapa? Kau menyukai sunbae itu?” tanya Seul, refleks.

“Tentu saja! Kau tidak?” In Sa bangga.

“Hmm ...” Seul tidak yakin.

“Sudah, lupakan!” kata Gye Ran. Dia memberi tahu, “Na Wi sudah ditempeli ketat oleh salah satu anak perempuan di kelasku. Gadis itu JAUH lebih cantik daripada kalian berdua. Aku yakin tidak lama lagi Na Wi akan jatuh hati padanya.”

Seketika itu, In Sa melepaskan tangannya yang sedang melingkar di lengan Gye Ran. Tentu saja karena dia kesal. Begitu pula dengan Seul, kesal juga. Tapi alasan mereka jelas berbeda. In Sa kesal  karena kata-kata Gye Ran tentang tak akan bisa mendekati Na Wi, kalau Seul karena memang sangat sensitif jika menyinggung cantik dan tidak cantik—akibat sering dibandingkan dengan kecantikan ibunya yang tak luput oleh waktu.

“Dan menurutku, dia itu menakutkan!” tambah Gye Ran, heboh.

Seul dan In Sa tak peduli, tapi Gye Ran tetap melanjutkan cerita dengan nada seram, “Sungguh! Kurasa ada sesuatu dalam dirinya yang ... ah, sulit untuk dikatakan. Pokoknya dia itu menakutkan.” Gye Ran sangat yakin pada pendapatnya itu.

Gye Ran persis seperti ayahnya, tidak jelas. Apa pun yang mereka katakan tidak pernah berakhir dengan tamat atau selesai. Kebanyakan orang tidak bisa memahami ucapan mereka, termasuk Seul. Hanya nenek Seul, ibu Gye Ran, yang bisa mengerti. Gye Ran, ayahnya, dan ibunya menyebut ‘kebiasaan janggal’ mereka itu sebagai misteri atau pesan tersirat.

Karena ucapannya tidak ditanggapi, akhirnya Gye Ran menyuruh Seul untuk memijak boncengan dengan marah. Setelah bersalam dan melambaikan tangan pada In Sa, mereka melaju di jalanan malam. Kayuhan Gye Ran sangat sesuai untuk bersantai. Ah, Seul sangat menikmati udara malam ini.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang