Sebenarnya,
malam ini aku ingin menulis tentangmu-lagi, lagi dan lagi.
rangkaian kata yang memiliki kiasan sederhana telah berfantasi liar dalam sadarku.
mereka meminta untuk dikeluarkan-lagi, lagi dan lagi.
aku hendak menyentuhkan pena pada lembaran kosong berwarna putih bersih itu,
namun aku tidak menulis saat mengingat kenyataan kejam yang sesungguhnya terjadi-lagi, lagi dan lagi.
aku membubuhkan namamu bak kaulah bintang, mentari, dan rembulan dalam hidupku.
disaat nyatanya, kau tak lebih dari seorang teman yang tak memberiku kesempatan untuk berharap.
aku melukiskan wajahmu bak rupamu adalah semesta bagiku.
disaat nyatanya, ragamu saja tak dapat kudekap sebagai seorang kekasih.
aku menaruh pena di samping kertas putih kosong yang belum kububuhi apapun.
rasanya, aku tak perlu menulis tentangmu lagi.
bahkan, kau tak pernah membaca setiap ungkapan kasih yang kuutarakan lewat aksara.
kau selalu begitu, mengacuhkanku layaknya keberadaanku ini tak pernah hadir dalam hidupmu lagi