Kejutan (2)

47 5 0
                                    

Aku tidak tahu bagaimana menormalkan detak jantungku. Sakit dan sesak itulah yang aku rasakan.

Tolong jangan ganggu aku!

kepalaku seolah memberi alaram dengan melihat perempuan itu berdiri dihadapanku sekarang.

Aku menegang ketika dia menubrukkan tubuhnya padaku secara tiba-tiba. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Tubuhku seolah mati rasa. Aku masih belum siap menerima kejutan ini.

"Ninis rindu!" ucapnya masih memeluk tubuhku erat tetapi tidak denganku. Tanganku enggan membalas pelukan gadis kecil ini. Salah, dia bukan gadis kecil dalam arti harfiah tapi tentang selisih usia. Tinggi badan kami hampir sama, sekilas orang pasti akan beranggapan kami adalah teman sebaya tapi nyatanya dia adalah adikku. Entah kenapa perutku terasa tergelitik dengan menyebutnya sebagai adikku, ya dia memang adikku. Adik tiri lebih tepatnya.

Pandanganku lurus kedepan, tempat dimana Hilal tengah berdiri menatapku. Aku mendengus dan membuang wajahku ke arah lain, aku tidak pernah suka dengan pandangan seperti itu. Aku benci di kasihani. Aku tahu bocah kecil ini pasti sudah menceritakan semua pada Hilal. Kutarik nafasku dalam, dan berusaha menormalkan detak jantung juga akal sehatku.

"Kita ke dalam ya, saya capek soalnya" ucapku datar tanpa melihat kearahnya. ku lepas rangkulannya dan melangkah kedepan. Dia hanya mengangguk lemah, aku tahu dia bisa membaca gerak tubuhku yang tidak nyaman dengan keberadaannya.

Ku tatap Linda sebentar, dia hanya tersenyum lemah seolah mengerti tentang kondisi ku yang tidak mood untuk berbicara sekarang. Aku tahu ada tanda tanya besar berdiri diatas kepalanya saat ini. Aku beri apresiasi untuk pengertian sahabatku itu. Nanti Lin, sekarang aku belum siap.

"Aisyah!" ah, kenapa aku sangat suka mendengar namaku keluar dari mulut pria itu. Aku hampir melupakannya. Ku hela nafasku kasar kemudian berbalik mengahadapnya. Apa yang ku pikirkan barusan, aku sungguh merutuki pikiran bodohku itu. Ingatkan aku untuk memeriksa pendengaranku ke dokter soal alunan indah milik Hilal setelah ini.

"Hm, apa?!" tanyaku dengan suara tidak bersahabat. Terserah, jika dia tidak menyukainya. Pria ini terlalu banyak mengurusi kehidupanku dan aku tidak nyaman jika ada seseorang bertanya tentang privasiku. Semoga pria itu tidak melampaui zona nyamanku.

"Bisa kita bicara sebentar?" ku tatap wajah itu sebentar sebelum menganggukkan kepala.

"Lin, bisa bawa dia kedalam dulu" ucapku pada Linda tanpa melihat sosok Nisa yang tengah berdiri di samping  sahabatku itu.

"Apa?!" tanyaku langsung tanpa melihat ke arah pria itu, setelah melihat Linda dan Nisa sudah menghilang dari pandanganku. Lama kami terdiam, dan aku sudah kesal setengah mati. "Aku masuk dulu kalau memang tidak ada yang mau kamu bicarakan" ucapku dengan kepala menunduk berusaha menjaga intonasi suaraku, tapi mungkin tidak berhasil. Suaraku bergetar dan aku tahu dia menyadarinya. Aku tidak suka dikasihani. Hatiku akan mudah melemah jika dikasihani seperti yang dilakukan pria ini apalagi sejak tadi aku berusaha keras menahan tangisku. Napasku seperti tercekat di tenggorakan dan itu sangat sasak.

"Sejak kapan?" tanya Hilal tiba-tiba yang terdengar lemah di telingaku. Kedua tanganku terkepal kuat di sisi tubuhku.

"Apa maksudmu?!" Tanyaku menahan geram. Aku tidak ingin kamu kasihani!!

"Iqbal sudah menceritakan semua padaku kemarin. Aku ikut bersedih mendengar berita itu, tapi yang membuatku terkejut adalah tentang pernikahan--," segera kupotong kalimat itu. Sorot mata yang selama ini terlihat menyeramkan kenapa terlihat teduh dimataku saat ini. Ada apa denganmu Hilal? Aku lebih suka dia menatapku tajam ataupun dengan tatapan mengejek, tetapi tidak dengan tatapan kasihan.

Take My HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang