Hilal Muhammad Askan

79 14 1
                                    

"Assalamu 'alaikum Aisyah,,,"

........

"Wa'alaikumussalam" balasku dengan sedikit senyuman. Senyum paksa lebih tepatnya.

Awalnya aku sempat mengira kaliamatnya itu hanya akan jadi bahan ledekan untukku seperti kebiasaannya dulu, tapi tidak setelah aku melihat senyum tulus terpatri diwajah ---ekhm manisnya. Tidak ada nada mengejek dari suaranya ataupun seringai merendahkan yang biasa dulu ia tunjukkan. Aku bingung kenapa dia mengucap salam padaku. Bukannya niatan untuk melarang tetapi kenapa dia mendadak bersikap seperti anak santri gitu, apa karena hijabku sekarang ini? Entahlah, siapa saja yang mengenalku dulu mungkin juga terkejut dengan perubahan ku yang memakai hijab sekarang. Aku hanya cukup berpikir positif setidaknya ada satu brandalan kampung yang taubat.

Percayalah tidak satupun yang tidak mengakui kenakalan pria monster itu dulu. Aku tidak tahu hidayah seperti apa yang sudah Allah kirimkan pada bocah tengik ini selama delapan tahun terakhir, sungguh perubahan pada dirinya sangat meleset jauh dari perkiraanku dulu. Tidak bisa ku pungkiri Hilal yang sekarang sangat jauh berbeda, maksudku sosok itu sekarang selain tambah dewasa juga kadar ekhm-ketampanannya juga bertambah.

Aku tersenyum dalam hati, Hilal dengan sikap selangitnya dulu yang cuek dengan sekitarnya, termasuk tidak peduli dengan nama seseorang. Aku cukup terharu karena dia masih mengingat namaku. Ternyata sisa dari adu mulut kami dulu memang masih ada.

"Kalian saling kenal?" Tanya Dean pada laki-laki disampingku.
Tidak ada jawaban dari Hilal melainkan mengendikkan kedua bahunya, dan mengarahkan wajahnya kearahku dengan seringai memuakkan yang ia tunjukkan jelas padaku. Dan aku menemukan fakta baru, tidak ada perubahan tingkah laku dari dirinya. Seketika aku tertunduk pura-pura mencari sesuatu dari dalam tas, malu karena kepergok sedang memperhatikannya terang terangan seperti tadi. Dasar bodoh. Rutukku dalam hati.

Ku putar bola mataku sambil menyeruput jus jeruk yang ada didepanku, mengabaikan tendangan-tendangan seseorang dikakiku dari bawah meja. Linda tentunya. Aku tahu dia masih penasaran dengan jawaban dari pertanyaan Dean barusan.

"Kami pernah tinggal satu kampung" jawabku singkat tanpa mengalihkan pandanganku dari layar ponsel yang tengah ku genggam. Aku tidak tertarik dengan pembahasan ini.

"Ah, aku mengerti sekarang" kata Dean disertai kekehan geli pada Hilal. Aku tidak mengerti maksud dari ucapannya itu aku yakin Linda juga begitu. Aku hanya bisa menyimpulkan interaksi dua manusia satu spesies itu benar-benar aneh. Awalnya aku cukup penasaran apa yang mereka bicarakan, tapi mungkin itu hanya perbincangan antara laki laki.

"Apa maksudnya kak?" Tanya Linda menyuarakan isi kepalaku. Dasar Linda kepo.

Kuangkat kepalaku dari layar ponselku, ingin mendengar jawaban Dean tentunya tapi sia-sia, laki-laki itu malah membisikkan sesuatu pada Linda, menimbulkan semburat merah di kedua pipi sahabatku itu. Linda tersenyum dan menundukkan wajahnya, tapi tunggu! Sejak kapan Linda begitu akrab dengan Dean?
Kupicingkan mataku melihat sikap Linda yang terlihat seperti malu-malu kambing itu, sesekali matanya melirik kearahku.

Aku butuh pejelasan soal ini!!

Mengerti apa yang kumaksud, Linda menganggukkan kepalanya, senyuman tidak pernah lepas dari wajah sahabatku ini. Entah apa yang laki-laki sombong itu katakan padanya hingga membuatnya begitu senang seperti itu.

Ku coba mengabaikan mereka, selanjutnya aku tidak tahu lagi apa yang ketiga orang itu bicarakan, aku sibuk dengan duniaku dengan ponsel digenggamanku. Ada banyak notifikasi masuk dari group WA kelasku. Tidak banyak chatt yang terlalu penting, hanya chatt yang mengundang tawa dan juga vidio-vidio yang berisi tausiah.

Take My HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang