Sembari mendengar desiran angin malam. Aku duduk di sebuah bangku kecil tempat santri menimba ilmu di pesantren. Bangku yang panjang dengan kaki empat yang hampir rapuh dimakan rayap, tapi aku menikmatinya. Meski di luar kelas sekolah MA bertingkat ada sebagian kursi yang lebih kokoh, tidak bergoyang, dan tidak mudah patah jika diduduki orang gemuk. Namun, di kursi ini ada cerita aku dan cinta yang kuceritakan pada sahabatku bernama Fauzan. Ya, dia adalah sahabat karibku di pesantren, kemana pun aku pergi selalu bersamanya kecuali kita ada kepentingan yang lain.
Akan tetapi, Fauzan sudah pergi meninggalkanku. Terakhir bersamanya di bangku panjang ini sembari bercurhat tentang seorang wanita yang kutemui di kantin pesantren putri, namanya Ainun Mardiyah. Aku bercurhat tentang perasaanku padanya, bahwa cinta hadir lewat tatapan mataku sehingga membuat hatiku jatuh hati oleh kecantikannya. Kamu pun tersenyum mendengar ceritaku.
"Farhan, cinta hadir kapan pun dan dimana pun. Ya, nikmati saja," ucapmu memotivasiku. "Terpenting adalah mampuhkan kamu membawa cintamu pada jalan yang diridhai Tuhan!" tambahmu beberapa saat.
"Tapi kawan, bagaima jika aku tidak bisa membawa cinta ini pada jalan yang diridhai-Nya. Apakah aku berdosa?" tanyaku penuh penasaran.
"Allah menciptakan cinta secara fitrah atau suci. Jangan kotori cinta itu dengan nafsuhmu, sebab cinta akan mengikuti kehendak pencinta-Nya. lha, berdosa atau tidaknya tergantung pada tindakanmu. Jika kamu bisa membawanya kembali pada Sang Maha Cinta maka kamu tidak berdosa, malah mendapat pahala sebagai hasil prosesmu. Tapi, jika tidak bisa, maka kamu berdosa pada Maha Cinta sebab kamu telah menodai fitrah itu dengan nafsuhmu, selain dosa maka juga menyesatkan dirimu sendiri."
Aku diam. Angin malam menyapuh wajahku. Ada hidayah menghampiri lewat kata sahabatku. Ada rasa bahagia saat bercurhat kepadanya, seolah dia adalah malaikat yang membawa firman Tuhan untuk menuntunku pada jalan kebenaran. Kemudian, dia melanjutkan perkataannya.
"Untuk mencapai kedudukan cinta tertinggi sangat sulit. Aku dan kamu masih belum seberapa. Hanya, orang-orang tertentu yang bisa mencapai derajat itu, misal tokoh cinta legendaris Islam Qais dan Layla. Mereka berdua adalah manusia yang bisa mencapai cinta tertinggi, sampai mereka rela gila karena efek perpisahan cinta. Tapi, dari gila itu mereka sadar bahwa cinta sesungguhnya akan menantinya. Pertanyaanku, apakah kamu ingin seperti mereka?"
"Nggak, kawan. Aku ngambil standar saja."
"Makanya, aku katakan barusan, bahwa aku dan kamu tidak ada seberapanya dibanding mereka berdua. Kenapa? karena nafsuh kita belum bisa dikontrol oleh hati. Buktinya, kamu berpacaran dengan satu wanita. Kemudian, melihat wanita yang lebih cantik dan sempurna daripada wanita pertama, apakah tidak tertarik? Tak tertarikkah hati kita untuk memilikinya? Jika tidak tertarik, itu bohong namaya. Aku saja tertarik apalagi kamu?" berkata Fauzan dengan melempar senyum sumringah ke wajahku. Aku membalas senyumnya.
"Lha, kamu saja tersenyum berarti sependapat denganku 'kan!?" ucapnya kemudian.
Aku pun mengangguk. Momen seperti ini yang sangat aku harapkan seterusnya. Aku tak ingin berpisah ruang dan waktu, sebab momen ini sudah sangat menghibur dan mengisi kekosonganku.
Aku kenal Fauzan saat masih santri baru. Aku masih ingat betul jika tidak kerasan di pesantren yang dipikirkan hanyalah rumah dan gadget game kesukaan. Selolah benda itu adalah bagian dari tubuhku yang tak bisa terpisahkan. Dia hadir menghiburku di saat para santri yang lain sibuk dengan aktifitas masing-masing. Lalu, dia membawaku ke sawah sebelah barat pesantren, terkadang membawaku ke tempat peristirahatan pendiri dengan mengaji. Dari situlah aku dekat dengatnya. Sangat dekat sekali seperti saudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELODI PESATREN
Teen FictionAda saatnya perpisaan akan datang menghampiri bersamaan dengan pelepas cinta senjati. Farhan adalah sosok santri yang sabar dan sadar lewat motivasi Fauzan sahabatnya. Meski Fauzan telah membohongi penyakitnya agar tidak membani semua orang. Pada ke...