Malam senin adalah malam yang mebosankan. Malam ini ada kajian kitab kuning Ajrumiyah oleh Bapak Readi di masjid Babus Salam. Bapak ini terlalu sabar mengajar para santri meski di belakang banyak yang tidur dan bergurau satu sama lainnya. Tapi, beliau masih saja semangat mengajarkan para santri dengan waktu yang ditentukan pengasuh dan pengurus pesantren. Adakalanya kagum atas kedisiplinan beliau. Dan adakalnya tidak, disaat beliau mengajar tidak ada canda tawanya sehingga membuat para santri bosan, tidur, dan bergurau.
Satu jam berlalu kajian kitab kuning pun selesai. Para santri berhamburan keluar dengan senang, seolah keluar dari penjara yang menyakitkan. Sebagian mereka, langsung menuju kantin pesantren untuk membeli nasi, ada yang langsung ke kamar menyalakan rokok, ada yang mandi karena gerah di dalam masjid. Sementara aku duduk di amper masjid bagian selatan sembari melihat bintang-gemintang.
Tiba-tiba aku teringat akan tubuhnya di sore itu. Ada di rindu di mata. Aku ingin bertemu tapi dengan cara apa dan bagaimana? Ini pesantren bukan rumah, tentu ada aturan ketat pertemuan lawan jenis secara lisan atau memandang. Bisa jadi, aku diberhentikan secara tidak terhormat. Maka, semua yang dicita-citaka orang tua seketika akan buyar tanpa makna.
"Aku hanya bisa melihatmu lewat bintang-gemintang di malam ini. Tentu aku yakin, meski tidak terlalu pasti bahwa kamu melihat bintang juga 'kan? Bukannya bintang pada malam ini indah seperti indahnya melihat wajahmu." Aku bicara sendiri tanpa menghiraukan orang lain menatapku dengan bertanya.
"Di malam ini aku merindu pada seorang santriwato. Dia adalah Ainun Mardiyah, seperti sebuah nama bidadari Surga yang diperebutkan kaum Adam untuk bisa bersanding dengannya. Tidak ada satu wanita pun yang dapat menandingi kecantikannya. Dia tak pernah disentuh oleh jin dan manusia sebelumnya. Dia bagaikan mutiara tersimpan di Surga yang hanya diperuntukkan pada pria shaleh. Bidadari yang apabila melihatnya akan terpancar kebeningan dan kebahagian yang tak pernah dirasakan di dunia. Akankah diri ini bisa mendapatkan kebeningan pada matanya?" Lagi-lagi aku berdialog dengan malam.
"Mungkin dan mungkinkah?" Kepalaku menunduk tanda keputusanku menahan tangis pilu. "Tidak ada yang salah untuk mencoba," ujarku memberi semangat pada diri yang ditubuhi beberapa duri.
Aku kembali bangkit dari lamunanku tentang dia yang menjadi pusat pertama pikiranku. Kakiku menuruni anak tangga masjid, lalu mengambil sandal jepit meli warna hijau. Kemudian, aku berjalan santai seolah tanpa beban ke kamarku di sebelah uatara masjid. Para santri sibuk dengan kegiatannya sendiri, seperti: berbicira secara blak-blakan, menikmati setiap hembusan rokoknya, belajar pelajaran sekolah, dan membaca novel atau puisi. Semua itu menjadi warna bagi pesantren yang tak hanya berpusat pada kajian kitab kuning saja melainkan kajian ilmu umum dan sosial.
Sesampainya di dalam kamar, aku membuka lemari mini berukuran 3x4 lebar dan panjang. Lemari ini yang menemaniku di pesantren selama 6 tahun lamanya. Meski ada sedikit berlubang dimakan rayap yang tak bertanggungjawab. Tapi masih kokoh berdiri tegap. Aku mengambil buku dan bolpen di dalamnya, lalu kembali ke masjid untuk menulis suarat rindu untuk Ainun. Meskipun, ada aturan serta hukuman jika peraturan sampai dilanggar, tapi aku tak memperdulikan itu semua. Aku sudah tak bisa menahan gejolak rindu ini yang bersemayam dalam lubuk hati. Aku merasa momen seperti ini yang bisa menentukan ketidakpastian jalan hidupku selama ini, meski dengan jalan yang salah.
From: Farhan
To: Ainun Mardiyah
Malam ini adalah malam senin kebahagiaan. Mengapa? Karena di malam ini ada rindu yang kusampaikan lewat secarik kertas. Lewat bintang dan rembulan dengan wajah asmara, maka hatiku terlelap dalam pangkuannya. Aku tidak bisa membendung rindu ini, meski dengan jalan salah menyampaikan hasratku. Tapi, rasa takut ini menjadi benalu dalam setiap waktu. Kau yang sudah lama kuidamkan, malah diambil orang dengan kata manis dengan cara menghipnotis. Hal itu yang menjadi sebabku mengirimkan surat ini padamu. Bahwa, aku mencintaimu dan apabila engkau menerimanya akan kulamar menjadi tunanganku.

KAMU SEDANG MEMBACA
MELODI PESATREN
Teen FictionAda saatnya perpisaan akan datang menghampiri bersamaan dengan pelepas cinta senjati. Farhan adalah sosok santri yang sabar dan sadar lewat motivasi Fauzan sahabatnya. Meski Fauzan telah membohongi penyakitnya agar tidak membani semua orang. Pada ke...