Semua hari-hariku berjalan seperti biasa, Dimas masih setia ada disampingku dan menjagaku. Keceriaan ini menjadi penyemangat baru dalam hidupku. Keceriaan yang belum pernah aku dapatkan dari siapapun kecuali Dimas. Kini hanya ada Dimaslah di hatiku, tapi tetap saja bayang-bayang tentang Radit selalu saja berlari lari dalam pikiranku. Radit memang tak terlupakan tapi pasti kan tergantikan.
Aku tidak bisa berbohong bahwa aku merasa sangat bahagia bila didekatnya. Aku selalu membagi kebahagiaanku pada Dimas, begitupun sebaliknya Dimas pun selalu memberi kebahagiaannya untukku. Namun aku selalu bertanya pada hatiku, apakah benar bahwa aku sudah memberikan hatiku sepenuhnya untuk Dimas. Aku bukan takut Dimas diambil orang lain, justru aku takut hatiku untuk orang lain.
Hari ini Dimas mengajakku ke taman yang baru saja dibangun oleh pemerintah setempat, aku penasaran memang disana ada apa sampai Dimas ingin sekali mengajakku kesana. Setelah sampai disana memang benar, tak perlu dijelaskan oleh Dimas, aku langsung meraskan sendiri suasana kesejukan disini. Benar, kau selalu saja membuatku tenang dalam dekapan cintamu, Dimas.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara panggilan dari Handphone ku. Aku cepat-cepat membukanya. Dari siapakah gerangan. Dilihatnya panggilan masuk di handphonenya.
“Radit” Aku setengah terpekik. Jantungku lebih cepat lagi berdetak. Hampir tak terkontrol. Ia coba menguasai dirinya.
“Halo” Jawabku.
“Halo! Ini Tiara?” suara dari seberang sana.
“I..iyya, ini Radit?” Suaraku terbata.
“Iya Tiara, kamu dimana?”
“Di kamar, Dit. Kamu kemana aja, kok menghilang begitu aja?” Aku mulai memberanikan diri bertanya.
“Tiara, maukah kamu menjemput aku di Stasiun?”
“Iyyaa Radit, jam berapa, ?”
“Sekarang….! pokoknya aku tunggu sampai kamu datang…!”
Sebenarnya pikiranku berkecamuk. Terlintas wajah Dimas manakala aku menyetujui pertemuannya dengan Radit. Ada rasa bersalah dalam diriku terhadap Dimas. Sebuah pertemuan yang telah lama diimpikannya. Wajah yang telah lama menghilang tiba-tiba akan muncul kembali. Radit, cowok super idam-idamanku. Cowok super yang telah pertama kali menggores hatiku. Ah, benar-benar aku ada dipersimpangan. Entah akan kemana hati ini memilih jalan dipersimpangan itu. Perasaanku bercampur aduk, aku senang, marah, dan sedih. Banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya. Namun disatu sisi aku takut, aku takut tak bisa menjaga hati Dimas, karena kini aku menjaga hatinya.
“Radit….!” Panggilku setelah lama mencari-cari Radit di Stasiun.
“Tiara….!” Balas Radit.
Mereka saling berpelukan. Erat. Seolah tidak mau lepas. Kerinduan yang lama terpendam kini terbayar lunas.
“Radit, Kamu kemana aja? Kenapa kamu pergi gitu aja” air mataku mulai turun tak kuasa aku menahan ini, aku menangis dalam pelukan Radit.
“Nanti aku jelasin, terima kasih udah mau jemput aku Ra”
“Aku pengen denger penjelasan kamu sekarang, Dit!” aku memukul dadanya berharap ada penjelasan ataupun kepastian darinya.
“Iya Ra, nanti aku jelasin” jawabnya sambil memelukku erat lagi.
Setelah tiga tahun lamanya, ini baru pertama kalinya melihat wajah Radit. Wajah seseorang yang dulu selalu dekat denganku. Sedikit tak percaya, aku pikir aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Tapi mungkin Tuhan masih memberikan kesempatan untukku untuk bertemu dengan Radit. Meski hanya bertemu kemana perginya dia selama ini. Huh, ingin sekali aku menampar wajah polosnya itu, ingin sekali aku menangis menjerit-jeritnya. Tapi apa daya rasa bahagia terlanjur muncul dan meluapkan kesedihan yang aku rasakan sebelumnya.
“Radit, kamu semakin tampan” pujiku setelah kami duduk melepas lelah di lobby stasiun.
“Kamu juga semakin cantik, Ra” balas Radit.
Kedua tangan mereka tak lepas saling genggam. Sepanjang pertemuan itu kami lebih banyak hanya hati kami yang saling bicara. Degup jantung kami semakin cepat berpacu. Semakin menambah kegugupan hanya saling bergenggaman tangan. Aku mencoba menatap mata Radit.
“Dit, apakah kamu selalu memikirkan aku disaat kamu jauh dari aku?” Aku mencoba membuka pembicaraan.
Radit masih terdiam. Kemudian ia pandangi wajahku. Wajah yang pernah menghiasai kehidupannya. Begitu indah semaraki hidup Radit kala itu.
“Sampai saat inipun aku tak pernah melupakan kamu, Ra”
“Lalu kenapa kamu meninggalkan aku dan pergi begitu saja tanpa aku tau kemana perginya kamu Radit”
Radit tidak langsung menjawab. Ia tertunduk. Mengalihkan pandangannya. Banyak yang ingin ia ceritakan. Tapi rasanya berat untuk menceritakan hal ini kepadaku.
“Karena aku terlalu mencintaimu, Tiara. Banyak mimpiku tentang kamu. Mimpi tentang kita. Dan pada akhirnya sekarang aku baru merasa bahwa kamu adalah cintaku yang sejati” Dari lubuk hati Radit, ia ungkapkan perasaan itu kepadaku.
Aku kini yang terdiam. Diam karena aku merasakan beban yang begitu berat. Cinta yang terkadang selalu memberikan solusi yang sulit kita terima. Karena ketika jatuh cinta, jangan berjanji tak saling menyakiti, namun berjanjilah untuk tetap bertahan, meski salah satu tersakiti.
“Sudahlah Ra, takperlu dipikirkan. Daripada kamu melamun kayak orang bingung gitu mending kita jalan-jalan” kata Radit. Ia berdiri dan menarik tanganku.
“Pergi kemana, Dit?” tanyaku.
“Ke pasar malam dekat stasiun sini lah” jawabnya bersemangat.
Hari ini aku menghabiskan hari-hariku bersama Radit. Aku bahagia dan jujur aku bahkan takut untuk pulang dan mengakhiri percakapan bersamanya. Lucunya aku takut dia menghilang tanpa kabar. Namun aku tidak bisa mengatakan semua pada Radit karena aku harus menjaga perasaan Dimas. Ingin aku mengatakan pada Radit bahwa seseorang kini telah menjaga hatiku sekarang.
Aku hanya ingin mengatakan padanya untuk tidak menyimpan perasaan padaku. Tapi aku tidak bisa mengatakan itu, karena sejujurnya sedikit hatiku masih tersimpan pada Radit.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPASTIAN (Completed)
RomanceMemang sudah terlalu lama Radit mengisi kehidupanku. Mengisi hari-hari dimana aku seringkali merasa kosong pada saat itu mungkin hingga saat ini. Tapi mengapa disaat aku mulai mengenal sosok cowok yang begitu keren justru Dimas yang muncul? Ah meman...