Sudah Saatnya

26 3 0
                                    

Waktu terus berputar tak pernah ada jeda seditik pun untuk istirahat. Tak terasa Radit sudah satu minggu disini. Dan hari ini adalah hari terakhir Radit ada di kota ini, dia akan kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan studinya. Aku masih teringat teringat percakapanku dengannya saat makan malam kala itu. Dia masih hafal dengan makanan kesukaanku dan juga dia bertanya padaku.

“Apakah kamu masih sayang sama aku Ra? Dan boleh kah aku menjaga hatimu lagi?” katanya dengan jujur.

Hatiku resah tak menentu disatu sisi aku senang bahwa dia masih menjaga perasaannya untukku dan disatu sisi lagi aku sedih karena aku harus menolaknya karena aku harus tetap menjaga perasaan Dimas. Aku takut cara menyampaikan ini semua pada Radit. Aku tak mau membuatnya kecewa dan tak ingin menemuiku lagi, tapi aku juga tak bisa menyakiti perasaan Dimas yang jelas jelas dia sayang sama aku.

Hari ini aku terlah menyetujui pertemuanku dengan Radit untuk yang terakhir sebelum dia pergi. Namun apayang harus aku katakan padanya. Aku teringat Dimas.

“Gak tahu mengapa, rasanya aku senang banget bisa miliki kamu seutuhnya” Dimas mengungkap perasaan nya dengan percaya diri.

“Ih, kok bisa gitu sih?” Aku gugup bila harus memandang sorot matanya itu.

“Aku ngerasa kalo selama ini ya, kamu cuma milik aku dan gak ada lagi orang lain”

“Gimana kalo misalkan ada orang lain yang aku suka selain kamu?” tanyaku hati-hati, karena aku tak mau menyakiti perasaan Dimas.

“Ya gapapasih” jawabnya dengan santai.

“Ih kok gapapa sih?”

“Ya paling, aku cubit kamu” dia mencubit pipiku kemudian lari.

Aku memandangi foto Radit. Aku tak mengerti mengapa selalu saja kau pergi ketika aku merasakan jatuh hati kembali. Sudah ku putuskan aku akan tetap datang untuk menemui Radit.

Aku sengaja datang lebih awal satu jam sebelumnya agar aku bisa menitipkan surat pada waiters yang bekerja disini. Sungguh, bukan aku tak ingin bertemu Radit untuk yang terakhir, hanya saja aku tak mampu bila harus menangis menjerit di depan Radit karena aku harus jujur pada perasaanku sendiri dan pada Radit.

Selamat jalan Radit, jangan terlalu lama menangisi yang telah pergi, karena mungkin nanti kamu akan bersyukur telah meninggalkan yang kamu tangisi saat ini. Maafkan aku tidak lagi menjadi Tiaramu yang dulu. Aku tetap mencintaimu Radit, tapi aku tak bisa memilikimu. Meski tak dicintai oleh seseorang yang kamu cinta, tak berarti kamu merasa tak berarti. Hargai dirimu dan temukan seseorang yang tahu itu.

*Radit*
Hari ini tibalah saatnya aku bertemu dengan Tiara, aku sudah tidak sabar untuk mendengar jawabann dari Tiara. Semoga saja dia tetap menyimpan perasaannya untukku. Karena bagiku Tiara adalah sosok sempurna yang pernah aku temui. Dia adalah malaikat  kecilku yang harus aku jaga dan tidak akan ku sia-siakan dia lagi.

Tepat jam delapan malam aku sudah tiba di cafe biasa dimana ini adalah tempat favorit makan malam aku bersama Tiara. Aku duduk disalah satu kursi meja yang kosong. Sepertinya Tiara sedikit terlambat. Mungkin saja dia terjebak macet. Lalu lintas di kota metropolitan tentu saja sangatlah ramai dan seringkali macet ada dimana mana.

Aku sengaja tidak menjemput Tiara untuk bareng ke tempat ini karena tadi sore aku telah menawarkan itu namun dia menolak karena dia harus mengatarkan tugas pada dosennya.

Sepuluh menit.

Dua puluh menit.

Tiga puluh menit.

Dan sampai satu jam dia masih belum datang. Aku mencoba menghubunginya melalui telepon seluler dan setelah ku coba nomornya tidak aktif. Mungkin saja dia buru-buru dan handphonenya tidak keburu di charge.

“Mau pesen apa mas?” kata seorang pelayan cafe.

“Nanti mas, teman saya belum datang” kataku.

“Oh baik mas.” Selangkah akan pergi kemudian tidak jadi dan dia kembali ke arahku.

“Maaf mas, apa benar mas bernama Radit?” tanyanya dengan hati-hati.

“Iya benar”

“Ini ada titipan surat dari Mba Tiara, tadi dia kesini sekitar lima belas menit sebelum mas datang” katanya sambil memberikan surat tersebut padaku.

“Oh gitu, terima kasih mas.”

Setelah ia pergi kemudian tanpa berpikir panjang aku langsung membuka surat dari Tiara:

Dear Radit

Radit maaf aku membuatmu menunggu, aku sudah memenuhi janjiku untuk kembali ke tempat ini sebelum kamu pergi. Hari ini aku ingin menceritakan semuanya tentang semua hal yang pernah terjadi selama kamu pergi. Maaf aku tidak bisa langsung mengatakannya padamu karena sejujurnya berat untuk mengatakan semuanya, namun telah aku tuliskan semua yang terjadi pada surat kecil ini.

Aku bingung harus mulai darimana, mungkin aku akan bercerita pertemuan awal setelah tiga tahun kamu pergi. Kamu tahu Radit? Saat pertama kali aku menemuimu di Stasiun, perasaanku bercampur aduk. Ingin rasanya aku menangis sekecang-kencangnya namun aku juga ingin memelukmu karena aku sangat bahagia. Rasanya seakan-akan aku menemukan permataku yang hilang.
Radit kamu tidak perlu bertnya tentang perasaanku saat ini. Karena jawabannya masih sama, aku tetap mencintaimu dan itu tidak berkurang sedikitpun sampai saat ini.

Radit sebenarnya aku tidak pernah puas dengan jawabanmu kenapa kamu pergi begitu saja tanpa kabar dan menghilang, lalu kamu datang secara tiba-tiba seakan-akan aku baik baik saja tanpamu. Radit aku bukan lagi Tiara yang kamu kenal dulu meskipun perasaan aku masih sama.

Saat kamu pergi, banyak hal yang terjadi begitupula dengan aku dan hatiku. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku lagi Radit, karena sebenarnya ada orang yang menggantikanmu untuk menjagaku, orang itu adalah Dimas. Mungkin dia belum benar-benar bisa menggantikanmu, tapi aku tahu dia adalah orang yang baik dan mau menjagaku. Maaf aku tidak bisa mengatakannya langsung padamu karena aku tidak akan sanggup jika langsung menatapmu dan menceritakan semuanya. Dan maaf aku tidak menemui hari ini karena aku hanya takut hatiku jatuh pada perasaan yang sama lalu aku harus mengkhianati seseorang

  -Tiara-

KEPASTIAN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang