10 TAHUN YANG LALU
"Aduh!!" Bola basket itu tepat mengenai kepala Jesslyn.
'Siapa yang melakukannya?' Batin Jesslyn.
Jesslyn menoleh kearah lapangan basket. Disana Jesslyn melihat ada seorang lelaki yang sedang menghampirinya. Tak begitu jelas siapakah seseorang yang sedang menghampiri Jesslyn. Tubuhnya yang begitu tegap, membuat sinar matahari di siang hari itu, tertutup oleh tubuh lelaki itu.
"Kembalikan bola basket itu." Ucap seseorang itu tanpa membantu Jesslyn yang terjatuh.
"Apa? Kau tak meminta maaf?" Jawab Jesslyn yang masih memegang bola basket.
"Untuk apa aku minta maaf? Salahkan saja bola yang sudah menghantammu tadi." Jawab lelaki itu tak peduli.
"Kau benar-benar menyebalkan!!" Jesslyn melempar bola basket yang semula ada di tangannya ke arah lelaki yang menyebalkan itu.
Jesslyn begitu kesal dengan lelaki itu. 'Lelaki bodoh.' Umpat Jesslyn kesal. Bola basket itu tanpa sengaja mengenai alat kelamin lelaki itu.
"ARGHHHH!!!" Lelaki itu teriak dan menatap Jesslyn tajam. Dia mengerang kesakitan karena alat kelaminnya terhantam oleh bola basket yang tadi Jesslyn lempar. Dia menarik tangan Jesslyn dengan kasar. Jesslyn tidak tinggal diam, Jesslyn menarik tangannya yang masih ada di cengkraman lelaki itu.
"Hey, salahmu sendiri karna kau tak mau meminta maaf padaku." Teriak Jesslyn kesal.
Lelaki itu menatap Jesslyn tajam. Jesslyn sangat takut pada tatapan mata lelaki itu, yang Jesslyn takutkan jika lelaki itu tiba-tiba menamparnya karena perbuatan Jesslyn yang tak di sengaja.
Lelaki itu masih saja menarik tangan Jesslyn dengan paksa. Jesslyn memukul tangannya tapi tetap saja, usahanya tak berhasil. Jesslyn terus berusaha agar lepas dari cengkraman tangan lelaki itu. Sampai pada akhirnya, Jesslyn nekat menggigit tangan lelaki itu.
"Kau gila!" Bentak lelaki itu kasar dan tetap menatap Jesslyn dengan pandangan yang tajam.
Jesslyn tak menghiraukannya, Jesslyn langsung lari dari hadapannya. Dan sialnya, Jesslyn menabrak seorang guru olah raga yang sedang membawa mangkuk bakso yang masih berisi. Yah, mungkin untuk makan siangnya.
Pak Abdul, memanggil mereka berdua untuk ikut dengannya ke ruang BK. Suasana di ruang BK menjadi ricuh saat Jesslyn dan lelaki itu saling adu mulut.
"Dia yang memulai!"
"Kau yang menarik tanganku!" Jawab Jesslyn tak mau kalah dengan lelaki itu.
"Diam!!!" Hentakan suara Pak Abdul, guru olah raga itu membuat mereka berdua menunduk.
"Saya akan hukum kalian! Hormat pada bendera sampai waktu yang akan saya tentukan!" Aku dan lelaki itu hanya mengangguk mendengarkan perintah Pak Abdul.
Sudah lebih dari 20 menit Jesslyn dan lelaki itu hormat bendera. Hari ini adalah hari kelulusan bagi siswa kelas XII, seharusnya Jesslyn menikmati kelulusannya dengan bersenang-senang, bukan malah diberi hukuman seperti ini.
"Maafkan aku telah menarik tanganmu tadi." Lelaki itu berbisik tepat di sebelah kanan telinga Jesslyn. Jesslyn menoleh ke arah lelaki itu dengan tatapan yang curiga.
"Mengapa kau menatapku seperti itu?" Jesslyn langsung memalingkan wajahnya dari lelaki itu.
"Kafka." Lanjut lelaki itu sambil mengulurkan tangannya pada Jesslyn.
"Aku Jesslyn." Jesslyn mengulurkan tangannya pada lelaki yang bernama Kafka itu.
Kafka tersenyum ke arah Jesslyn, senyuman itu membuat Jesslyn salah tingkah.
"Kalian boleh pergi sekarang." Tiba-tiba suara Pak Abdul terdengar dari arah belakang, suara Pak Abdul memecahkan keheningan di antara Jesslyn dan Kafka. Pak Abdul memutar badannya, lalu pergi meninggalkan mereka berdua yang masih mematung di depan tiang bendera.
"Aku harus pergi." Ucap Jesslyn kemudian.
"Wait," Kafka menarik tangan Jesslyn yang hendak berjalan, Jesslyn menoleh ke arah Kafka.
"Nice to meet you, Jesslyn." Kafka tersenyum ke arah Jesslyn, lalu pergi meninggalkan Jesslyn yang masih mematung. Pipi Jesslyn berubah warna menjadi merah karena tersipu malu saat Kafka tersenyum ke arahnya.
Senyuman Kafka begitu manis, tulang pipinya yang terlihat begitu tegas membuat Jesslyn terpesona. Jesslyn terbangun dari lamunannya, saat Lisa, sahabatnya, menepuk pundak Jesslyn begitu keras.
"What are you doing here?" Lisa menatap Jesslyn curiga.
"Nothing." Jesslyn tersenyum kikuk dan membuat Lisa bingung karena tingkah Jesslyn yang begitu aneh.
Lisa mengajak Jesslyn pulang bersamanya. Lisa menggandeng tangan Jesslyn sampai di halaman sekolah. Disana Jesslyn melihat Kafka yang sedang bersandar di mobil, sepertinya dia menunggu seseorang.
"Hey, Kaf-" Belum sempat Jesslyn menyapanya, ada seorang perempuan yang mendekati Kafka. Kafka membukakan pintu mobil untuk perempuan itu dan perempuan itu masuk ke dalam mobil Kafka, lalu mobil Kafka meninggalkan halaman sekolah.
***
Lisa membangunkan Jesslyn dari lamunannya tentang Kafka. Lisa suka sekali mengagetkan Jesslyn. Jesslyn belum bercerita ke Lisa tentang Kafka. Kemungkinan jika Jesslyn menceritakannya, pasti Lisa akan tertawa dan meledeknya.
"Jess, dimana Mr. & Mrs. Heather? Tadi pagi aku tak melihatnya." Lisa bertanya pada Jesslyn sambil menyetir mobilnya.
"Oh, mereka ada urusan di Melbourne." Jawab Jesslyn sambil menatap keluar jendela.
"Kau akan pindah ke Melbourne lagi?" Kali ini Lisa terkejut dan menoleh ke arah Jesslyn.
"Kurasa keluargaku tak akan kembali kesana. Padahal aku sangat merindukan Melbourne." Jesslyn masih menatap keluar jendela. Lisa yang mendengar jawaban Jesslyn hanya bisa mengangguk.
Beberapa tahun yang lalu, Jesslyn dan keluarganya tinggal di Melbourne, Australia. Ayahnya berasal dari Australia dan Ibunya berasal dari Indonesia. Setelah mereka menikah, Ayah membawa Ibu ke Australia dan tinggal disana.
Kami memutuskan untuk kembali ke Indonesia, karena rekan bisnis Ayah menipu perusahaan milik Ayah. Ayah mengalami kerugian yang sangat besar. Sehingga aset kami yang di Melbourne dijual, nenek menyuruh kami kembali ke Indonesia untuk mengolah bisnisnya, karena nenek sudah tak mampu mengurusnya sendiri dan saat ini kami tinggal di rumah nenek di Indonesia. Perusahaan milik nenek saat ini di kelola oleh Ayah dan Ibu, sedangkan nenek memutuskan untuk diam di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy That I want [Revisi]
Romance18+ Kejadian beberapa tahun yang lalu membuat Jesslyn sangat membenci Kafka. Akhirnya Jesslyn memutuskan untuk memulai hidupnya yang baru di Boston, USA. Namun nasib membawanya kembali pada pelukan Kafka. Jesslyn tak bisa men...