Lisa mengantar Jesslyn sampai di depan rumah. Jesslyn turun dari mobil Lisa dan mengucapkan terima kasih atas tumpangannya. Perlahan mobil Lisa menjauh dari hadapan Jesslyn.
Jesslyn membuka pagar rumah disambut oleh Pak Rudi dan Mbak Ika, supir dan pelayan di rumah Jesslyn. Pak Rudi memang supir di rumah Jesslyn, tapi Pak Rudi hanya melayani Ayah dan Ibu, sedangkan Jesslyn tidak diberi fasilitas seperti mobil dan supir pribadi, karena Ayah dan Ibu ingin Jesslyn menjadi anak yang mandiri. Kalau Ayah dan Ibu sedang tidak ada dirumah, Pak Rudi ditugaskan Ayah dan Ibu membersihkan halaman rumah, taman serta kolam renang yang berada di belakang rumah.
"Selamat sore, Non Jessy." Sapa mereka.
Jesslyn tersenyum pada mereka. "Ayah sama Ibu udah pulang?" Tanya Jesslyn pada Mbak Ika.
"Bapak bilang akan pulang 1 minggu lagi." Jawab Mbak Ika. Jesslyn tersenyum pada Mbak Ika dan berpamitan untuk istirahat di kamar.
Jesslyn langsung menuju kamarnya. Jesslyn merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Bosan sekali rasanya berada dirumah hanya ditemani Mbak Ika dan Pak Rudi.
'Akan ku telfon Lisa nanti, agar dia mau datang kerumahku.' Pikir Jesslyn kemudian.
Mbak Ika memanggil Jesslyn di balik pintu kamar yang tertutup. Jesslyn menyuruh Mbak Ika masuk ke dalam kamar.
"Non Jessy mau makan apa?" Tanya Mbak Ika.
"Aku makan di luar saja, Mbak. Lagi pengen keluar jalan-jalan" Jawab Jesslyn.
"Ya sudah. Biar nanti Pak Rudi yang antar. Non Jessy mau pergi sama siapa? Biar nanti saya laporan ke Bapak."
"Gak usah, Mbak. Aku bisa sendiri. Jangan bilang Ayah ya, nanti aku beliin pizza deh." Jesslyn tersenyum pada Mbak Ika, Jesslyn merayunya agar Mbak Ika tidak mengatakan pada Ayah kalau Jesslyn sering keluar rumah tanpa sepengetahuan Ayah dan Ibu.
"Okay. Don't forget my pizza. Not too spicy and jangan pulang terlalu malam." Mbak Ika menjawabnya dengan bahasa inggris beraksen jawa. Membuat Jesslyn tertawa karenanya.
"Ahh. You're the best, Mbak Ika." Jesslyn memeluknya, begitu juga dengan Mbak Ika yang membalas pelukan Jesslyn.
***
Lisa tidak bisa menemani Jesslyn hari ini, karena dia ada janji dengan Erick, pacarnya. Akhirnya, Jesslyn tetap pergi walaupun sendirian.
Taxi yang dipesan Mbak Ika untuk Jesslyn sudah datang. Jesslyn pamit pada Mbak Ika dan meminta kunci rumah, agar Jesslyn tidak repot-repot membangunkan Mbak Ika jika nanti Jesslyn pulang larut malam. Dan ya, pizza pesanan Mbak Ika juga sudah sampai, Jesslyn memesannya melalui Pizza Hut Delivery.
Jesslyn sampai di McDonalds dan langsung antre untuk memesan, karena perutnya sudah lapar. Jesslyn memesan Hot Chocolate dan Big Mac. Setelah itu, Jesslyn mencari tempat duduk yang kosong, kebetulan tempatnya dekat dengan jendela. Jesslyn meminum hot chocolate untuk menghangatkan badannya karena di luar sedang hujan deras. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Jesslyn.
"Hey, boleh aku duduk sini? Tempat duduk yang lain penuh." Ucap seseorang itu.
Jesslyn terkejut saat menoleh ke arah seseorang itu, ternyata seseorang itu adalah Kafka.
"Tentu saja boleh." Jesslyn tersenyum pada Kafka.
"Senang bertemu denganmu lagi, Jesslyn." Kafka tersenyum pada Jesslyn. Astaga, senyumannya begitu manis.
"Ya, aku juga senang bertemu denganmu." Kata Jesslyn sambil tersenyum, Kafka hanya mengangguk mendengarnya. Dia fokus menikmati Big Mac yang ia beli.
Suasana menjadi hening. Hujan masih mengguyur kota Jakarta. Malam menjadi semakin dingin karena hujan yang deras. Jesslyn hanya memakai skinny jeans dan kaos putih polos, tubuh Jesslyn menggigil kedinginan.
"Pakai jaketku, Jess." Kafka menghampiri Jesslyn dan memakaikan jaketnya pada Jesslyn.
Kafka menatap Jesslyn, tatapan matanya begitu hangat. Membuat jantung Jesslyn berdebar lebih kencang dari biasanya.
Kafka mengajak Jesslyn untuk pulang bersamanya, Jesslyn mengangguk menerima tawaran Kafka. Jesslyn menaiki mobil Kafka dan duduk di sampingnya.
Suasana menjadi hening seketika. Hanya suara musik yang berasal dari tape mobil Kafka. Sebuah lagu berjudul I can't help falling in love dinyanyikan oleh Twenty One Pilots mengiringi perjalanan Jesslyn dan Kafka. Jesslyn bernyanyi dan menatap keluar jendela mobil, sedangkan Kafka fokus menyetir mobilnya.
"Kafka." Jesslyn memecah keheningan dengan mengajak Kafka bicara. Dia hanya berdehem dan menengok Jesslyn sebentar.
"Tadi aku melihatmu dengan seorang perempuan." Tanya Jesslyn pada Kafka.
"Oh dia mantan pacarku." Jawabnya singkat, Jesslyn hanya mengangguk mendengarnya. Dada Jesslyn sesak saat mendengar ucapan Kafka, seperti sakit hati tapi entah kenapa Jesslyn tak bisa menjelaskannya.
Suasana di dalam mobil menjadi hening lagi. Tak lama kemudian, mobil Kafka sampai didepan rumah Jesslyn. Jesslyn mengucapkan terima kasih pada Kafka dan segera keluar, tapi dengan cepat tangan Kafka menggenggam tangan Jesslyn. Kafka menarik Jesslyn untuk kembali ke dalam mobil.
"I wish I could see you again, Jess." Kafka tersenyum pada Jesslyn dan menggenggam tangan Jesslyn erat. Kafka mencium bibir Jesslyn tanpa meminta izin kepada Jesslyn terlebih dahulu.
"Apa-apaan ini? Kenapa kau menciumku?" Jesslyn mendorong Kafka yang berada tepat di depannya.
Kafka melepaskan ciumannya dan menatap Jesslyn dengan lembut. Kafka mengusap pipi Jesslyn. Dia mencium bibir Jesslyn lagi, kali ini lebih dalam dan begitu lembut. Jesslyn sangat menikmatinya, sehingga tanpa sadar Jesslyn melingkarkan tangannya pada leher Kafka.
"Kau boleh pergi sekarang." Kafka melepaskan ciumannya sambil mengatur napasnya. Sikapnya berubah menjadi dingin.
"What the-" Jesslyn keluar dari mobil Kafka. Menutup pintunya dengan penuh amarah. BRUKK. Jesslyn tak peduli jika Kafka marah karena Jesslyn membanting pintunya dengan keras.
***
Jesslyn menghempaskan tubuhnya tepat di atas kasur yang empuk. Menatap langit-langit kamar yang sudah ia hias dengan hiasan berbentuk bintang glow in the dark. Jesslyn bangkit dari tempat tidur untuk mengganti baju. Jesslyn baru ingat kalau ia masih dalam balutan jaket Kafka.
Jesslyn memeluk jaket Kafka dan membayangkan wajah Kafka. Bola mata yang berwarna kecoklatan, bibir merah seperti memakai lipgloss, hidung yang mancung, namun sayang ada bekas jerawat di pipinya yang terlihat samar-samar. Entah kenapa bekas jerawat itu membuat Kafka semakin terlihat sempurna.
Jesslyn tersenyum saat mengingat kejadian di mobil tadi. 'Kenapa dia menciumku?' Batin Jesslyn. Tak lama kemudian, rasa kantuk mulai mendatang. Mata Jesslyn terasa berat, Jesslyn mengantuk. Jesslyn terlelap dalam tidur dengan posisi yang masih memeluk jaket Kafka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy That I want [Revisi]
Romance18+ Kejadian beberapa tahun yang lalu membuat Jesslyn sangat membenci Kafka. Akhirnya Jesslyn memutuskan untuk memulai hidupnya yang baru di Boston, USA. Namun nasib membawanya kembali pada pelukan Kafka. Jesslyn tak bisa men...