Part 2 - I Have No Idea

4.8K 43 2
                                    

Jesslyn mencari-cari Kafka di sekolah. Jesslyn ingin mengembalikan jaket yang sudah ia pinjam semalam. Jesslyn mencari Kafka dan ternyata Kafka sedang berada di kantin sekolah. Kafka duduk sendirian di pojok, ia sedang menikmati makan siangnya.

"Hey, Kafka." Jesslyn menyapa Kafka dan duduk tepat di sebelahnya.

"Mau apa kau?" Kafka menjawabnya tanpa melihat Jesslyn yang sudah duduk tepat di sebelah Kafka.

"Ini jaketmu." Jesslyn memberikan jaketnya pada Kafka, ia hanya menatap Jesslyn.

"Terima kasih. Jesslyn, apa kau sudah menemukan pasangan untuk prom night?"

"Prom night? I'm not ready for that." Jesslyn tertawa saat Kafka menanyakan hal itu, ia sangat tidak peduli dengan prom night.

"Would you come with me?" Kafka menatap Jesslyn dan tersenyum. "Aku tak menerima penolakan, Jess."

Jesslyn tersenyum saat Kafka berencana mengajaknya ke prom night. Jesslyn memang belum ada rencana akan berpasangan dengan siapa saat prom night nanti. Padahal acara prom night akan diadakan 2 hari lagi.

"Nanti akan ku jemput jam 6 malam. Temani aku memilih baju untuk prom night." Ucap Kafka lalu pergi meninggalkan Jesslyn yang masih mematung di tempat duduk kantin. Jesslyn tersenyum saat mengingat Kafka akan mengajaknya ke prom night. Jesslyn sangat senang sekali.

Jesslyn beranjak dari tempat duduk dan berencana akan kembali ke kelas, namun secara tiba-tiba ada seorang perempuan menyiram Jesslyn dengan jus mangga. Jesslyn sangat terkejut saat melihatnya.

"Hey Bitch! Jangan harap kau bisa dekat dengan Kafka!!" Perempuan itu berteriak di depan Jesslyn, sehingga membuat semua orang yang ada di kantin melihat Jesslyn.

"Apa-apaan ini?" Jesslyn menatapnya tajam. Perempuan itu hampir saja menampar Jesslyn, kalau tidak cepat-cepat Kafka menahannya.

"Apa yang kau lakukan padanya, Liana?" Kafka membentak perempuan yang bernama Liana itu. Liana melihat Jesslyn dengan penuh amarah.

"Aku tak suka kau dekat dengannya, Kafka." Dia menoleh kearah Kafka dengan raut muka yang menahan tangisan.

"Dia pacarku, Liana. Sebaiknya kau menjauh dariku dan pacarku. Aku tak suka kau menyentuhnya!!" Jesslyn terkejut saat Kafka mengatakan hal itu. Liana tak kuasa menahan tangisnya lalu ia berlari menjauh dari Jesslyn dan Kafka.

"Dia siapa?" Tanya Jesslyn kemudian.

"Liana, mantan pacarku. Sebaiknya aku mengantarmu pulang. Aku takut akan terjadi hal seperti ini lagi."

Kafka menarik tangan Jesslyn, ia hanya menurut pada Kafka. Kafka mengantar Jesslyn pulang menaiki mobilnya. Tak ada pembicaraan di antara Jesslyn dan Kafka saat perjalanan menuju rumah Jesslyn.

Mobil Kafka berhenti tepat di depan rumah Jesslyn. Kafka membuka pintu mobilnya untuk Jesslyn. Kafka tersenyum ke arah Jesslyn dan mengusap pipinya lembut.

"Jangan lupa nanti jam 6 malam." Kafka tersenyum dan mencium kening Jesslyn.

"Kafka, kita baru saja kenal. Kau sudah menciumku dua kali." Tangan Jesslyn menghalangi Kafka yang akan menciumnya lagi.

"Aku pergi dulu." Kafka pergi dari hadapan Jesslyn. Jesslyn merasa bersalah telah mengatakan hal itu, tapi apa boleh buat, Jesslyn mengatakan hal yang benar. Jesslyn baru saja mengenal Kafka dan Kafka sudah berani mencium Jesslyn.

***

Ting tong.
Bel rumah Jesslyn berbunyi.

'Mungkin Kafka sudah sampai.' Pikir Jesslyn. Jesslyn menyuruh Mbak Ika membuka pintu dan menyuruh Kafka untuk masuk.

Jesslyn memakai jumpsuit bermotif garis-garis dan memakai flat shoes. Jesslyn mengikat rambutku seperti ekor kuda, tak lupa Jesslyn memakai bedak dan mengoleskan lipstik.

Jesslyn menuruni tangga dan melihat Kafka duduk di ruang tamu. Kafka mengenakan kemeja polos berlengan pendek warna biru tua dan celana pendek selutut berwarna putih. Kafka menatapku dan tersenyum.

Kafka menggenggam tangan Jesslyn dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil Kafka.

"Kemana kau akan membawaku?" Jesslyn memecah keheningan di antara ia dan Kafka, karena dari tadi tak ada pembicaraan di antara Jesslyn dengannya.

"Kau akan tau nanti." Kafka fokus pada pandangan yang ada di depannya, karena dia sedang menyetir.

Jesslyn memutuskan untuk diam. Rasanya percuma mengajak Kafka bicara, dia selalu bersikap dingin pada Jesslyn. Entah kenapa sikap Kafka selalu berubah-ubah.

Jesslyn dan Kafka sampai di Grand Indonesia. Kafka menggenggam tangan Jesslyn erat. Jesslyn tersipu malu saat beberapa orang melihatnya dan Kafka yang begitu mesra. Jesslyn dan Kafka sampai pada butik yang Kafka cari. Kafka menyuruh Jesslyn mencari pakaian yang cocok untuk Kafka pakai saat prom night.

"Aku rasa kau lebih cocok pakai jas berwarna hitam dan mungkin juga cocok dengan dasi kupu-kupu." Jesslyn tertawa saat mengatakannya. Kafka menoleh ke arah Jesslyn dan tertawa.

"Jess, pilihlah pakaian yang kau suka, nanti aku yang akan membayarnya."  Ucap Kafka.

"Aku sudah punya mini dress yang akan ku pakai saat prom night nanti. Sudah aku persiapkan seminggu yang lalu." Jesslyn menolak tawaran Kafka.

"Pakailah dress ini, aku memaksamu memakainya. Aku tak menerima penolakan, Jesslyn." Kafka selalu memaksakan kehendaknya terhadap Jesslyn, akhirnya Jesslyn hanya bisa mengangguk dan mencoba dress yang telah dipilih oleh Kafka.

Dress yang Kafka belikan untuk Jesslyn sangatlah bagus dan harganya mahal. Jesslyn sangat menyukai dress ini.

Setelah itu, Jesslyn mengajak Kafka membeli eskrim. Awalnya Kafka menolak, tapi Jesslyn memaksanya dan mengancam tak akan mau jadi pasangannya di prom night, akhirnya Kafka mau mengikuti Jesslyn membeli eskrim.

Malam semakin larut, jam menunjukkan pukul 10.45 malam. Jesslyn dan Kafka duduk di pinggir jalan sambil menikmati eskrim. Suasana di Jakarta pada malam hari sangatlah tenang. Tidak ada bunyi klakson mobil dan motor yang terdengar seperti pada siang hari.

"Kafka, mengapa kau memilihku sebagai pasanganmu di prom night? Kenapa tidak Liana saja?" Jesslyn bertanya pada Kafka.

"Aku menyukaimu, Jesslyn." Jesslyn menoleh ke arah Kafka. Jesslyn tak percaya bahwa Kafka akan mengatakan hal itu.

"Aku harus pulang. Sudah malam." Jesslyn hendak melangkahkan kakinya menghindar dari Kafka, tapi Kafka menahan Jesslyn.

"Ku antar kau pulang." Kafka tersenyum pada Jesslyn seolah tak terjadi apa-apa.

Kafka mengantar Jesslyn pulang. Tak ada pembicaraan di antara Jesslyn dan Kafka selama perjalanan. Sesampainya dirumah, Jesslyn berterima kasih pada Kafka. Sebelum Jesslyn turun, Kafka mencium keningnya.

"Besok aku akan menjemputmu. Pakailah dress yang sudah kubelikan tadi." Ucap Kafka. Jesslyn hanya mengangguk lalu pergi dari hadapan Kafka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Boy That I want [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang