Time and Fallen Leaves

417 29 12
                                    

Di sini panggilan Joshua as "Senja" dan Seokmin as "Esok"









Dia seperti esok, esok yang tak pernah mampu di gapai senja, ataupun di miliki oleh seorang senja yang hanya bertahan hidup dalam kurun waktu beberapa jam sebelum malam menelannya menjadi gelap. Hari itu hujan, dan Senja menyadari satu hal yang ia suka dari sebuah hujan. Kenangan seorang pemuda yang berhasil mencuri perhatiannya, seorang yang berhasil membawa gemuruh badai dan degup jantung tak beraturan kala kecup dan desah mereka menyatu dalam satu kesatuan yang intim.

Setidaknya itu yang dulu di rasakan Senja.

Senin kali ini tak bersahabat, angin musim gugur bertiup begitu kencang hingga menerbangkan helai-helai kecokelatan surai yang bak mahkota milik Senja. Matanya yang selalu teduh menatap nanar sosok di depannya, bermula dari ia menatap sepasang kaki, kemudian naik hingga ia bertemu mata, dan seulas senyuman yang tanpa sadar Senja rindukan, juga Senja benci nampak.

"Esok.."

"Hai, Senja. Apa kabar?"

Itu adalah kalimat dari mula kisah mereka yang awalnya usai kembali berlanjut dengan nada koma. Temaram lampu kafe, dan hangatnya aroma hazelnut choco di gelas yang terhidang tak mampu menutup kecanggungan di antara mereka berdua. Senja sendiri memilih meminum minumannya tanpa bersuara pun menatap pria yang masih berhasil membuatnya berdebar.

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Aku baik. Jika itu yang ingin kau dengar."

"Maafkan aku."

Senja nyaris tersedak napasnya, mata dengan sonar warna serupa dengan waktu sore itu menatap pria di depannya dengan tatapan gamang. Namun, bukan hal yang lucu atau lelucon dari tatapan itu, tatapan itu mirip dengan sosok Esok yang dulu, hangat, dan begitu mendamba padanya.

Sebuah genggaman hangat tangan kekar menyelubung di antara jemari ringkih milik Senja, di barengi dengan kecupan lembut di atas telapak tangannya. Senja semakin bingung.

"Esok, apa maksudmu?"

"Hanya merindukan semburat merah serupa dengan sore di kedua belah pipi itu. Salah?"

"Kita sudah berpisah 6 bulan lalu."

"Tapi hatimu tidak bisa mengelak jika masih mencari keberadaanku seperti halnya aku padamu, Senja."

Seperti bom waktu, hati Senja seperti akan siap meledak kapanpun, namun sebisa mungkin ia menahan gejolak itu, tak mau lagi terjerumus di lubang yang sama dan bertemu hantu masa lalunya.

Senja melepas genggaman pria di depannya. Ada sorot mata kecewa yang di tampakkan Esok saat genggaman itu terpisah.

"Apa maumu sebenarnya?"

"Waktuku tidak banyak, Senja. Sehari saja, sehari saja anggap aku adalah milikmu dan kamu adalah milikku."

"Memang kau mau kemana?"

"Menghilang dari hidupmu, selamanya."




Pada hujan aku berharap tentang meleburnya sebuah amarah
Meredamnya sebuah dendam
Dan sembuhnya sebuah luka yang menganga



Deru napas itu beradu dengan tepukan halus kala kulit bersentuhan dengan penyatuan intim yang memabukkan. Senja tidak ingat lagi, mana yang harus ia terima sebagai kenyataan, atau hanya khayalan. Namun, satu hal yang ia tahu.

Malam itu sesuai keinginan Esok, ia biarkan lelaki itu menggagahinya dalam sentuhan intim yang memabukkan.

"Ngh, Esok.."

"Aku mencintaimu, Senja.."

"Ah.."

Senja kembali mendongak, tak tahan dengan siksaan yang begitu nikmat yang menghujam bagian bawah tubuhnya yang sensitif. Setitik air mata yang lolos dari kedua matanya tak luput dari perhatian bibir lihai Esok yang terus memberikan hujaman kecupan penuh kasih sayang.

"Ngh.. Esok, ini begitu salah.."

"Ya. Dan terasa begitu benar, bukan?"

"Akh!"

Suara itu teredam dengan penyatuan bibir kedua insan itu, napas Senja begitu berat, senada dengan matanya yang mengantuk karena kelelahan, namun ia masih mampu bertahan dan mengusap wajah pria di atasnya, membiarkan pria itu merengkuh tubuh ringkihnya seolah tidak ingin melepas atau berpisah.

"Esok akan selalu menyayangi Senja.."

"...dan Senja akan selalu menyayangi Esok.."

Satu hal yang senada dan harmonis dalam pikiran Esok dan Senja adalah mereka tak pernah berharap terjadinya besok.

Pada hujan aku sampaikan rinduku pada-Nya, pada Dia yang menciptakan napas, detak, serta perpisahan. Pada hujan aku sampaikan segala kesah dalam dada, segala gundah yang menjelega pada lubuk manusia


FIN

Oke, bunuh aja saya yang update malah bawa ff nuansa kelabu gini wkwkwk salahkan cuaca yang mendukung ini jadi suasananya gloomy wkwkwk

Hai, readers tercinta 🌸🌸 ada yang rindu saya ^^ yuk ngobrol di kolom komentar 😙





Creamy Butterscotch [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang