Empat

2K 124 13
                                    

Ayana menghela napas berat saat mendapat pesan singkat dari Raihan.

"Besok tidak usah datang ke Rumah Sakit, saya akan jemput kamu dan jangan lupa siapkan makanan. Kita akan piknik" Ayana terlihat bingung. Ia mengerutkan dahinya sesekali memijat pelan kepalanya yang terasa sedikit pusing.

"Ay, Umi boleh masuk?" Suara Halima kini terdengar dari balik pintu kamar. Ayana yang mendengar suara Umi nya kini memaksakan seulas senyum di wajahnya.

"Masuk aja Umi, pintunya gak di kunci" jawab Ayana. Ia menatap perempuan paru baya yang kini menghampirinya. "Ada apa Umi?" Tanya Ayana saat Umi nya sudah berada di sampingnya.

Halima tersenyum, ia mengecup pucuk kepala Ayana. "Kamu pasti lelah hari ini" Halima menyeka air mata nya yang tumpah membasahi wajahnya. Putrinya sudah tumbuh menjadi wanita yang dewasa namun ia belum bisa membahagiakan putri semata wayangnya ini.

"Umi" Ayana menggenggam tangan Halima lalu mencium wajahnya. "Umi jangan sedih, Ayana bahagia jadi anak Umi" ucap Ayana. Matanya sedikit memanas hingga menumpahkan air, dadanya sedikit sesak. Pelukan erat kini Ayana berikan kepada Halima.

Halima tersenyum. Ia kecup pucuk kepala putrinya itu "Umi perhatikan sepertinya Ayana sedang memikirkan sesuatu, apa ada yang mengganggu pikiran Ayana?" Tanya Halima. Ayana memajukan bibirnya hingga membuat bibirnya sama rata dengan hidungnya yang mancung. Ia menatap mata Uminya, naluri seorang Ibu tak pernah salah.

"Ayana bingung mau masak apa Umi" ucapnya. Ia menghela napas berat. "Jadi ceritanya Dokter Raihan yang super cuek dan dingin itu meminta Ayana untuk memasak, besok dia ingin membawa pasien yang Ayana rawat itu untuk pergi berpiknik." Ayana diam. Ia memberi jarak untuk bisa mengambil napas panjang lalu ia kembali berbicara. "Jadi Ayana bingung mau masak apa" ucap Ayana. Tatapannya lurus, otaknya ia paksa untuk berpikir.

"Ayana kan bisa masak nasi dengan resep penuh cinta (nasi putih yang di campur dengan tempe orek,ikan teri,sewir ayam,telur,dan lain-lain) Ayana kan jago masaknya" kata Halima. Ayana kembali menatap Uminya. "Memangnya orang kaya mau ya makan itu?" Ayana menggigit bibir bawahnya seakan tak percaya diri untuk menyuguhkan hidangan sederhana itu kepada Raihan dan Pak Wawan.

"Ayana, hal yang paling penting dalam sebuah masakan itu adalah rasa. Percuma jika tampilannya bagus nan mewah tapi rasanya nol, Ayana inget gak, tiap kali temen kamu datang kemari terutama Nadira ia langsung menanyakan nasi buatan kamu, percaya deh Dokter Raihan sama pasien kamu itu pasti suka." Ucap Halima. Ia mencoba meyakinkan putrinya agar percaya diri, Ayana mengangguk lalu tersenyum. "Baiklah, besok Ayana akan masak nasi dengan resep penuh cinta dari Umi" kata Ayana, ia terlihat girang setelah mendapat ide dari Ibundanya tersayang. "Umi adalah inspirasi terbaik yang Ayana punya, makasih Umi" kecupan hangat kini Ayana berikan kepada Halima.

Halima tersenyum ia kembali mengecup pucuk kepala Ayana. "Sekarang kamu istirahat, udah malem. Selamat malam sayang" ucap Halima. Ia berdiri lalu berlalu meninggalkan putrinya.
Ayana harta paling berharga untuk Halima. Mutiara teristimewa yang pernah ia punya, kado terindah yang Allah titipkan kepadanya. Putri cantik yang di beri nama Ayana.

💦💦💦

Sudah pukul sembilan pagi, Ayana tak henti-henti mondar-mandir menanti kehadiran Raihan untuk menjemputnya. Ia terlihat cantik dengan setelan gamis berwarna merah muda. Hari ini ia tak menggunakan seragam rumah sakit, karna hari ini ia akan berpiknik ke puncak bersama Pak Wawan dan Dokter Raihan.

"Tin...Tin"
Klakson mobil dari luar rumah kini terdengar, Ayana menghela napas panjang "Bismillah" ucapnya saat ia akan keluar dari rumah. Hari ini ia pergi tanpa di antar Umi nya ke depan rumah sebab pagi-pagi sekali Umi nya sudah pergi bersama Ibu-Ibu pengajian untuk mendatangi majelis taklim yang ada di kota Bandung.

"BERAKHIR DI UJUNG SENJA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang