Tujuh

2.1K 127 12
                                    

Ayana memicingkan kedua matanya menatap gadis yang sudah lama menjadi sahabatnya itu. "Ayolah Dira mana mungkin Dokter Raihan menyukaiku" ucapnya. Tidak ada respon dari Nadira, ia tetap saja menatap sebal kepada Ayana.

"Apa kau akan terus mengabaikan ku seperti ini?" Tanya Ayana lagi. Ia menghembuskan nafas frustasi.

Nadira menatap Ayana dengan penuh tanda tanya. "Apa kau menyukai Raihan? Jujur Ay!"

"Suka? Mana mungkin!" Ucapnya. Ia menatap tak percaya pada pertanyaan Nadira. "Aku menyukai Gibran" lanjutnya lagi.

Nadira membulatkan kedua bola matanya lalu tersenyum "benarkah? Ay berjanjilah untuk tidak mencintai Raihan karena aku terlebih dulu menjatuhkan hatiku kepadanya" ucap Nadira lalu berhamburan memeluk tubuh Ayana.

"Baiklah, aku akan berjanji dan kaupun harus berjanji jangan pernah diamkan aku seperti tadi, aku tak menyukainya" kata Ayana, ia membalas pelukan Nadira dengan penuh harapan, ia harap Allah tak akan pernah hadirkan perasaan apapun itu yang akan menghancurkan persahabatannya bersama Nadira.

🌞🌞🌞

Ayana menghembuskan nafas lega, setidaknya kesalah pahamannya bersama Nadira sudah terselesaikan.

"Umi" sapanya. Saat kedua bola matanya melihat sang umi datang menghampirinya.

Uminya tersenyum, lalu mendudukkan diri di samping Ayana. "Sini Ay, tidur di pangkuan Umi" ucapnya. Ayana mengangguk lalu segera tidur di pangkuan Umi nya.

"Jadi siapa yang sudah memenangkan hati mu?" Tanya uminya yang terkekeh geli menatap wajah putri tunggalnya itu.

Ayana ikut tertawa "tidak ada" ucapnya singkat.

"Umi suka keduanya, tampan dan sopan. Umi jadi teringat saat umi waktu muda, di perebutkan banyak pria tampan" ucap Umi. Ayana yang mendengar cerita Uminya terkekeh geli, sungguh ia tak menyangka bahwa uminya memiliki tingkat pede yang cukup tinggi.

Ayana tersenyum lalu memandang wajah Uminya. "Apa Abi salah satu dari pria tampan itu?" Tanyanya. Tak ada jawaban dari sang Umi, ia hanya memandang wajah cantik Ayana lalu mengangguk.

"Jadi bagaimana dengan kedua Dokter itu Ay?" Tanya umi.

Ayana menarik nafas panjang lalu duduk menghadap Uminya. "Ayana harap tidak akan pernah ada perasaan apapun hingga membuat persahabatan Ayana dan Dira hancur Umi" ucapnya. Ia kembali menarik nafas lalu menghembuskan nya secara perlahan. "Nadira mencintai Raihan, sikap Raihan yang terlalu baik pada Ayana membuat Nadira salah paham sedangkan hati Ayana sudah terpaut kepada Gibran yang bahkan tidak peka terhadap perasaan Ayana." Lirihnya, wajahnya terlihat lelah. 'Mengapa cinta serumit ini?' batin Ayana bertanya-tanya.

Belaian lembut kini Ayana rasakan di pundaknya.

"Ay, cinta bukan berarti harus bersama. Doa adalah jurus mujarab perihal cinta, dekati sang maha pemilik cinta maka jika sudah di takdirkan untuk bersama maka Allah akan berikan jalannya. Dan ingatlah saat Allah mengatakan Kun fayakun maka apapun yang tidak mungkin akan menjadi mungkin." Kata Umi, senyum yang sedikit pudar kini kembali terbit di wajah Ayana.

"Umi adalah tempat curhat terbaik setelah Allah. Umi is the best" ucap Ayana lalu mencium pipi uminya. Tak ada kebahagiaan yang lebih berarti bagi seorang Ibu melainkan kebahagiaan anak-anaknya. Tak perduli badai dan halilintar menghadangnya demi kebahagiaan sang anak, ibu akan rela melewati semuanya.

🌞🌞🌞

"Bapak harus cepet sehat, nanti jika Dokter Raihan pulang maka ia akan senang" ucap Ayana. Ia baru saja memberikan vitamin pada Pak Wawan.

Pak Wawan menatap Ayana dengan senyuman. Ayana adalah wanita yang cantik baik dari segi fisik maupun akhlak, terlalu mudah bagi orang untuk menyayanginya. "Saya senang Raihan tidak salah memilih perawat pribadi untuk saya" ucapnya. Ia tetap memandang wajah Ayana tanpa mengalihkan pandangannya.
"Kamu ingin mendengar cerita tentang Raihan?" Tanyanya pada Ayana. Ayana mengangguk penuh semangat, ia sangat suka jika mendengarkan cerita.

"Raihan itu susah menangis Ay, terakhir saya melihat Raihan menangis saat ia melepas kepergian kedua orangtuanya dan sejak itu saya tak pernah melihatnya menangis bahkan saat kakek nya meninggal dunia dan dia di nyatakan harus tinggal sendiri. Raihan adalah laki-laki yang tegar, ia tak pernah menunjukkan kelemahannya pada siapapun padahal jelas sekali saya melihat bahwa tak jarang Raihan merasakan kesepian yang mendalam, saya tau kehadiran saya bahkan tak bisa mengobati rasa rindunya terhadap hangatnya keluarga namun Raihan tak pernah membiarkan rasa sepi itu tampak dan membuat ia harus di kasihani. Raihan adalah orang yang jarang memberikan senyum hangatnya setelah kejadian na'as yang menimpa nya dulu kecuali hanya kepada saya dan sekarang senyum itu ia berikan kepada kamu Ay. Sejak hadirnya kamu dalam hidup Raihan, saya melihat Raihan jauh lebih bersemangat menjalani hari-hari nya. Saya tau Raihan tak akan pernah mengungkapkan rasa sukanya terhadap dirimu, namun jika nanti apa yang saya katakan adalah kebenarannya apakah kamu mau menerimanya sebagai teman hidup mu?" Ucap pak wawan, membuat tubuh Ayana membeku, ia tak tau jawaban macam apa yang harus ia berikan. Apakah benar Raihan mencintainya? Jika benar lalu bagaimana dengan Nadira dan bagaimana cinta dalam diamnya kepada Gibran.

Dering yang berasal dari handphone genggam milik Ayana menyadarkannya dari banyaknya pertanyaan yang menghantam otaknya.

"Dokter Raihan" lirihnya, ia menatap layar handphone yang menampilkan panggilan video call dari Raihan. Jarinya kini menyentuh tombol hijau dan menggesernya ke kanan hingga menampilkan wajah Raihan di layar handphone milik Ayana.

"Assalamualaikum, kenapa lama sekali mengangkat video call ku?" Tanya Raihan. Ayana kebingungan mencari alasan, jelas ia tak mungkin menjawab jujur perihal pertanyaan yang sedang di ajukan oleh pak Wawan. "Ah sudahlah tak usah memberikan alasan, apa kamu sedang bersama Abi?" Tanya Raihan lagi. Ayana mengangguk lalu sedikit bernafas lega ia tak perlu mencari kebohongan untuk menutupi kebenaran.
"Dimana Abi? aku ingin berbicara kepadanya." Kata Raihan lagi. Ayana segera memberikan handphone nya kepada pak wawan. Perasaan sedikit lega kini ia rasakan, setidaknya ia tau alasan Raihan menelponnya hanya semata-mata karena Pak Wawan bukan karena alasan lainnya. Ia benar-benar berharap apa yang pak Wawan katakan tadi semua itu tidak benar terjadi, karena bagaimanapun juga masih banyak hati yang harus di jaga.
***

Setelah sekian lama Raihan berbincang bersama Pak Wawan  menggunakan handphone Ayana, kini handphone itu kembali ketangan Ayana dengan Raihan yang masih setia di layar handphone nya.

"Ay, terimakasih karena kamu mau merawat Abi dengan baik." Ucap Raihan. Ia tersenyum kepada Ayana yang di balas sebuah anggukan oleh Ayana.

"Ay, segera kabari jika terjadi sesuatu dengan Abi." Ucap Raihan lagi. Ia menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. "Ay, jaga diri mu baik-baik ya.Assalamualaikum" ucapnya lalu segera mematikan telepon. Ayana menghembuskan nafas frustasi, ia selalu menyangkal perihal perasaan Raihan kepadanya. Sungguh ia benar-benar tak mengharapkan rasa itu benar-benar ada, cukuplah hanya sebatas teman biasa. Ia tak ingin ada hati yang terluka, bagaimanapun Ayana tetap mengharapkan cinta dalam diamnya.

Happy reading

Iya tau kok, lama banget ngilang. Mohon di maafkan ya karena sering menggantungkan kalian🤭

"BERAKHIR DI UJUNG SENJA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang