3

3.4K 152 13
                                    

Bradford estate

"Oh anda cantik sekali, my lady..."

Elizabeth berputar dan menatap bayangan dirinya melalui cermin. Ia melihat gaun putih membalut tubuhnya. Gaun itu tampak indah dengan kain berwarna perak menghiasi pinggang. Rambut coklat madunya di kepang dan di sanggul dengan hiasan bunga kecil. Elizabeth tak menyangka waktu begitu cepat berlalu dan hari ini ia akan menikah.

"Anda sungguh sangat cantik."ujar Mary, sang pelayan

Elizabeth hanya tersenyum malu. "Terima kasih, Mary, Josephine...atas bantuannya hari ini."

"Aku tak percaya hari ini anda akan menikah. Aku akan sangat merindukanmu, my lady."gumam Josephine menahan isak tangisnya

Perlahan senyum menghilang dari bibir Elizabeth. Ia kembali teringat bahwa sebentar lagi ia akan berpisah dengan ayahnya. Kenyataan itu membuatnya sedih. Ia pasti akan rindu pada ayahnya, pada rumahnya tempat ia hidup sejak kecil, dengan para pelayan yang sudah begitu baik padanya.

"Ayo jangan bersedih. Hari ini adalah hari yang membahagiakan."ujar Mary memberi semangat meski sebenarnya hatinya pun terasa sedih.

"Ya. Anda pasti akan bahagia, My lady. Kudengar Lord Southwick adalah pria yang gagah dan tampan."

"Dan ia adalah ksatria yang pemberani bukan?! Wah aku tak sabar jika kalian mempunyai anak nanti. Pasti akan cantik seperti my lady atau tampan seperti Lord Southwick!"

Elizabethnya hanya terdiam seraya tersenyum dengan wajah merah padam. Kenyataan bahwa ia akan menikah dengan seorang ksatria cukup membuatnya lega. Ia sering mendengar banyak wanita yang dinikahkan dengan pria tua dan berwajah biasa. Setidaknya nasibnya lebih baik. Meski Elizabeth tak pernah melihat wajah Lord Southwick tapi ia yakin cerita Josephine mengenai ketampanannya adalah benar.

Elizabeth tersadar dari lamunannya ketika terdengar suara pintu di ketuk. Mary membuka pintu dan terlihat sang ayah berdiri di sana. Dari balik bahu Mary ia melihat putri kesayangannya dalam balutan gaun pengantin yang indah.

"My lord..."gumam Mary membungkuk seraya menepi agar Raphael bisa masuk.

"My lady, kami undur diri."ujar Josephine lalu keluar bersama Mary hendak memberi waktu bagi ayah dan putrinya.

Raphael masih berdiri di dekat pintu saat ke dua pelayannya keluar. Menatap Elizabeth dari atas hingga bawah. Matanya tampak berkaca-kaca. Wajah cantik Elizabeth begitu mirip dengan mendiang istrinya. Waktu begitu cepat berlalu, batinnya, ia masih ingat dengan jelas betapa bahagianya saat Elizabeth lahir, bagaimana senangnya ia saat Elizabeth pertama memanggilnya ayah, bangganya ia saat melihat langkah pertama putrinya, dan kini Elizabeth sudah dewasa. Sudah waktunya ia melepaskan putrinya untuk memberi kesempatan membina keluarganya sendiri.

"Ayah..."gumam Elizabeth

"Elizabeth, putriku."ujar Raphael mendekat dan memegang ke dua tangannya.

Ayah dan putri saling menatap. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Memandangi dan mengingat setiap detail wajah karena mereka tahu sebentar lagi akan berpisah. Elizabeth tahu ayahnya bisa datang berkunjung tapi hal itu tak sama. Tidak sama karena mereka tidak akan serumah lagi.

"Elizabeth..."gumam Raphael. "Ayah doakan kau hidup bahagia dengan keluarga barumu..."

"Ayah...jangan berkata begitu. Kau membuatku sedih."ujar Elizabeth mulai terisak.

Raphael mengusap air mata putrinya. "Jangan menangis, sayang."

Pintu diketuk dan memperlihatkan seorang pelayan yang membungkuk memberi hormat seraya berkata, "Kereta sudah datang, my lord."

Raphael mendesah. Inilah saatnya, batinnya dalam hati. "Baiklah. Kami akan segera turun."

Sang pelayan undur diri seraya mengangguk.

Raphael menghadap Elizabeth. Tersenyum padanya. Hatinya terasa pedih dan berat tapi ia tahu tak bisa menahan Elizabeth lebih lama. Cepat atau lambat putrinya pasti akan menikah. Dan ini saat yang tepat, sebelum sakitnya memburuk.

"Kau sudah siap, sayang?"

"Y...ya...ayah...."sahut Elizabeth tersenyum

———

Gereja

Raphael membantu Elizabeth turun dari kereta. Saat itu mereka sudah tiba di gereja yang dipilih keluarga Southwick sebagai tempat pemberkatan pernikahan Elizabeth dan Richard. Elizabeth bisa mendengar suara dengungan kesibukan dari dalam gereja. Ia merasa gugup. Ia tahu bahwa keluarga Southwick mengundang banyak tamu termasuk raja. Pernikahannya menjadi sesuatu yang paling dinantikan. Wajar saja karena ke dua keluarga merupakan bangsawan yang cukup berpengaruh dan dekat dengan raja.

Raphael menuntun Elizabeth menaiki tangga gereja ketika ia melihat dua orang wanita bangsawan berdiri menunggu di sana dengan wajah berbinar bahagia dan tersenyum. Elizabeth melihat wanita yang berusia seperti ibunya berdiri dengan gaun indah dan tampak cantik. Sementara di sampingnya berdiri gadis muda berwajah mirip dan berusia sekitar 15 tahun, menatapnya dengan tersenyum hangat

"Lady Diana...maaf aku terlambat."

"Ah tidak, kau tak terlambat, my lord. Aku menunggu di sini karena sudah tak sabar ingin melihat menantuku."ujar wanita yang lebih tua seraya melayangkan pandangannya pada Elizabeth. "Jadi inikah Elizabeth?"

Raphael menoleh dan memberi tanda pada putrinya untuk memberi salam. Elizabeth pun membungkuk memberi hormat. "Suatu kehormatan bisa bertemu anda, my lady."ujar Elizabeth dengan gugup dan mencoba mempraktekkan segala pelajaran yang selama ini ia terima. Berharap tidak akan mengecewakan baik ayah maupun keluarga barunya

Diana terkekeh dan mendekat. "Ah tak perlu seformal itu!"ujarnya menarik Elizabeth agar berdiri kembali. Tersenyum padanya. Menatap Elizabeth yang cantik dan anggun. "Kita akan segera menjadi keluarga. Panggil aku ibu."

"Oh...ba..baik...ibu..."sahut Elizabeth gugup. Ia merasa ibu Richard sangat lembut dan baik.

"Dan ini putriku, Olivia. Adik Richard."

Gadis yang berdiri di belakang Diana pun maju dengan senyum menghiasi bibir merah mungilnya. "Senang bertemu denganmu, kak!"serunya seraya memeluk Elizabeth.

"Aku pun demikian..."sahut Elizabeth terkejut akan sambutan ramah dan hangat dari mereka.

"Kau sangat cantik. Bukankah begitu, bu?!"tanya Olivia menatap Elizabeth dengan bahagia.

"Ya kau betul. Richard pasti akan bahagia."ujar Diana membuat Elizabeth tersenyum malu. "Kami akan masuk kembali. Sebentar lagi misa akan segera di mulai."

"Ya, my lady."sahut Raphael tersenyum. Ia merasa tenang melihat sambutan Diana dan Olivia pada putrinya. Setidaknya ia tahu dan bisa merasa lega putrinya bersama keluarga yang baik dan perhatian.



Musik mengalun saat Raphael menuntun Elizabeth berjalan menuju altar. Di mana Richard berdiri menunggunya. Ia berjalan pelan melewati deretan bangku yang penuh dengan para tamu undangan, bergumam dan memuji gaun indahnya. Dari balik veil, Elizabeth melirik melihat Richard. Penasaran akan penampilan calon suaminya.

Dan ternyata semua gosip yang ia dengar sangat benar adanya. Pria itu tampak sempurna dan gagah dalam balutan bajunya. Kulitnya agak coklat karena sering berada di luar. Tubuhnya tinggi tegap. Dan matanya...begitu biru indah. Meski belum dekat tapi Elizabeth yakin itu mata biru terindah yang ia lihat. Saat sudah tiba di depan, Elizabeth makin merasa gugup. Raphael menyerahkan tangannya pada tangan Richard yang besar. Ia hanya menunduk saat Richard menuntunnya duduk.

Richard menatap calon istrinya dengan kening sedikit berkerut. Tidak seperti yang ia harapkan. Ia Tahu Elizabeth wanita yang anggun dan cantik. Tapi Elizabeth bukanlah wanita pilihannya. Meski Elizabet memiliki kulit putih, rambut indah berwarna coklat madu dan wajah manis, semua itu tak bisa memuaskan hati Richard. Ia tak yakin akan bisa mencoba mencintai wanita ini. Merasa nasibnya begitu malang. Harus terjebak dalam pernikahan yang diatur orang tuanya. Hidup selamanya bersama wanita yang tak diinginkannya.


Tbc
Yg udah ga sabar pngn tahu endingnya....bisa dapatkan ebooknya di google playstore 😁
See u
Jngn lupa voment nya

The Bride Price (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang