Chapter 3

6 2 0
                                    

"Kita bisa kalah bahkan sebelum semua dimulai, tapi masih dapat dimenangkan kembali sebelum permainan berakhir."

'Lady Jadelyn Hill'

         MALAM itu dikamar miliknya, Jadelyn berbaring seraya memandangi langit-langit gusar. Dipikirannya banyak terdapat pertanyaan yang berkecamuk. Pasalnya, selama ini dia tak pernah sama sekali memikirkan pernikahan. Lalu dengan tiba-tiba saja beberapa hari lalu ayahnya memintanya untuk menikah dengan dalih untuk perlindungannya sendiri.

Seberapa keras ia menolaknya, kali ini ayahnya itu tak mau merubah keputusannya. Padahal selama ini, segala keinginannya tak pernah ditolak oleh sang ayah. Walau ia tertangkap menyamar lalu menyelinap pergi ke tempat-tempat berbahaya dengan kudanya, ayahnya hanya akan memarahinya sebentar. Lalu semua akan baik-baik saja. Namun karena beberapa hari yang lalu terdengar kabar bahwa seorang keturunan Blackwood mengunjungi Greenhill, ayahnya itu langsung panik. Maka dari itu ayahnya menawarkan kesepakatan pada Duke of Sylverstone.

Sekarang yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa agar Duke itu tidak memberikan balasan untuk surat ayahnya. Atau jika perlu, menolaknya sekalian. Ia bisa melindungi dirinya sendiri, tak perlu orang lain untuk melindunginya. Termasuk Duke calon suaminya itu.

Jadelyn benci di anggap lemah sebagai wanita. Ia tak suka jika seseorang menganggap wanita lebih lemah dari pria. Mempelajari menjadi kuat dari buku harian ibunya, ibunya yang tak pernah ia temui setelah lahir. Namun ia tahu penderitaan macam apa yang diderita sang ibu yang selalu dihina kakeknya. Hal itu pula yang membuat Jadelyn kurang menyukai kehidupan bangsawan, ia lebih menyukai menjadi orang biasa jika memang bisa. Tapi mengapa ayahnya ingin menikahkannya dengan seorang Duke yang entah sudah seberapa tua umurnya. Secara umum Duke yang pernah ia temui sudah berusia lanjut.

Sudah terlalu sering Jadelyn mengubah posisi tidurnya malam ini. Menyibak kesamping kanan dan kiri, begitupun seterusnya. Entah berapa kali ia melakukan hal yang sama. Mencoba menutup matanya namun usahanya selalu percuma. Frustasi dengan itu, Jadelyn menelungkupkan tubuhnya diantara bantal-bantal. Kemudian wajahnya tenggelam disana berharap pikirannya juga hilang terhempas. Kain tipis penutup kasurnya itu sudah kusut tak berwujud sekarang.

Dari sela-sela bantal yang menutupi wajahnya, pendengaran Jadelyn menangkap suara ketukan. Rasa penasarannyapun terpancing. Lady itu mendekati arah suara yang ternyata bukan dari pintu, melainkan jendela. Beranjak menuju arah suara, lady itu meneliti jendela cermat penuh antisipasi.

Mata Jadelyn membelalak sempurna sesaat setelah membuka jendelanya. "Hei apa yang kau lakukan disini?"

Sang penyusup itu hanya memberi sedikit cengiran. "Setidaknya biarkan aku masuk dulu."

Jadelyn membuka lebih lebar daun jendelanya. Seakan belum cukup dengan kejutan yang berpotensi mencopot jantungnya, sesosok gadis berambut abu-abu memberinya cengiran yang sama. Membuang napasnya kasar lalu buru-buru mempersilahkan dua makhluk itu masuk dengan delikan mengancam tentunya.

"Jelaskan padaku!" Jadelyn duduk dipinggiran ranjangnya setelah menutup kembali jendela.

Masih dengan cengiran yang belum hilang. "Oh ya Tuhan Jadelyn, kami bahkan belum bisa bernapas setelah menyelinap ke kastil ini. Kau langsung menyuruh menjelaskan." Laurel memutar bola matanya seraya berusaha menetralkan napasnya yang terengah. Sebenarnya ini bukan yang pertama mereka menyelinap ke kamar Jadelyn, namun tetap saja menyelinap kesini dibutuhkan tekad dan keburuntungan. Keberuntungan untuk tak tertangkap dan selamat.

"Ya, kami kesini bahkan ingin meminta penjelasan darimu." sambung pria gila yang tak lain ialah Roland. "Kemarin mengapa kau terburu-buru pulang. Apa sesuatu yang buruk telah terjadi?" Roland menatap Jadelyn dengan khawatir.

The Empty HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang