***
MENUNGGU memang sangat menyebalkan. Itulah yang dirasakan Jadelyn sekarang. Ia sedang menunggu suaminya itu pulang, padahal hari sudah terlampau malam. Semua aktivitas yang dilakukan orang menunggu biasanya sudah dia lakukan semua. Mondar mandir mengitari meja makan, mengetuk ketuk meja makan sampai meletakkan kepalanya dimeja makan. Ya, Jadelyn sedang menunggu untuk makan malam.
Sebenarnya Melinda telah menyuruh lady itu untuk menyantap makan malam terlebih dahulu karena menurutnya Lord Alexander Grey sulit ditebak kapan ia pulang, tapi Jadelyn tak mengindahkannya. Menurutnya meskipun pernikahannya bukan seperti pernikahan pada umumnya dan tak ada cinta diantaranya, namun dia tak ingin memakan makanannya sebelum ia tahu apa suaminya itu telah menelan sesuatu untuk mengganjal perutnya atau belum. Ia bukan wanita kejam dalam novel romansa yang tak peduli akan orang lain. Bagaimana ia bisa makan jika orang yang memberinya makan belum pulang dari bekerja. Sebenarnya Jadelyn sudah terbiasa menunggu ayahnya jika Earl itu bekerja diluar. Akan sangat tak bermoral jika ia memakan makanan sedangkan suaminya masih bekerja keras diluar sana, mungkin. Tapi dia tak tahu apa yang dilakukan suaminya sebenarnya.
"Your Grace, maafkan saya..." Melinda masih setia menunggu ladynya itu yang juga sedang menunggu seseorang. Pelayan itu berjalan mendekati meja makan. "Anda bisa sakit jika terus menunggu, makanlah sesuatu, Your Grace."
"Tidak nyonya," Jadelyn menggeleng, bukannya ia ingin terlihat romantis menunggu suami kesepakatannya itu pulang. Namun ini sudah menjadi prinsipnya sejak kecil. "Aku belum lapar. Kau boleh pergi..." jawab Jadelyn yang sudah mulai menguap mengantuk. Ia berbohong telah mengatakan tidak lapar, padahal sedari tadi perutnya telah menyanyikan lagu berulang-ulang.
"B-baiklah..." Balas Melinda ragu-ragu namun tetap menuruti. Ia meninggalkan Jadelyn perlahan.
"Apa kalian sudah makan?" tanya Jadelyn penuh perhatian pada beberapa pelayan yang berdiri di samping meja makan.
"Kami sudah Your Grace, terima kasih atas perhatian anda." jawab salah seorang pelayan muda.
"Baiklah, kalau begitu istirahatlah dengan baik sekarang." perintah Ladynya yang benar-benar diindahkan oleh beberapa pelayan itu dengan sangat kompak.
Beberapa pelayan itupun pergi meninggalkan ruang makan. Sekarang tinggal Jadelyn sendiri. Dia memutuskan untuk menunggunya didepan pintu mengingat sebenarnya dia akan tak terasa tertidur jika menempelkan tubuhnya pada sesuatu.
Dengan gaun hijau lumut polosnya yang kebetulan tidak terlalu tebal membuatnya sedikit merasakan dinginnya malam. Masih berjalan kesana dan kemari namun yang ditunggu tak kunjung datang.
Sampai akhirnya senyum mengembang dibibir cerinya karena mendengar tapak kaki seseorang. Pintu itu terbuka dan menampakkan wajah suaminya.
"Apa kau menungguku My lady?" tanya suaminya itu sembari menutup kembali pintu kayu.
"Ya..." jawab Jadelyn singkat, jujur dia agak kesal pada suaminya karena membuatnya menunggu yang tak sebentar.
"Apa kau ingin menebus malam pertama yang buruk kemarin?" suaminya itu menatapnya dengan tatapan dingin yang sulit diartikan sekarang. Sedangkan dirinya kebingungan menanggapi pertanyaan suaminya.
Jadelyn memutuskan tak menanggapi pertanyaan suaminya. Dan berjalan mendahului lord itu menuju meja makan. "Mari kita makan Your Grace." sekarang lady itu sudah menempati kursinya, dia hanya ingin makan sekarang. Dia sudah menahan perutnya yang berteriak sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Empty Heart
أدب تاريخيJadelyn Hill selalu memiliki cara untuk menolak, menghindar, bahkan mengubah semua hal menjadi sesuai keinginannya. Baginya tidak ada yang dapat memaksanya mengikuti hal yang sama yang dilakukan semua orang. Semua manusia itu bebas. Dan manusia yang...