"Tar-tar-tar!" terdengar suara keras di udara dan sepasang bola baja kecil menyambar kepala Siang-mou Sin-ni. Iblis betina ini kaget sekali, merenggutkan mukanya dari leher Bu Sin, menoleh.
"Siang-mou Sin-ni iblis jahanam! Keji sungguh kau!" terdengar bentakan wanita yang marah sekali. "Bu Sin Koko, jangan takut, aku datang!"
Kembali sepasang bola baja yang berada di ujung cambuk itu menyambar, mengarah jalan darah di punggung Siang-mou Sin-ni. Serangan pertama ke arah kepala tadi tidak dilanjutkan karena agaknya Liu Hwee, gadis yang baru datang itu, takut kalau-kalau membahayakan kepala Bu Sin.
Melihat datangnya serangan yang amat berbahaya ini, Siang-mou Sin-ni tidak berani memandang rendah. Dari sambaran sepasang bola baja itu ia cukup maklum bahwa gadis aneh ini memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Apa lagi diingat bahwa gadis ini adalah puteri ketua Beng-kauw, tentu saja lihai. Siang-mou Sin-ni marah sekali, memekik liar dan tiba-tiba rambutnya yang tadi membelit-belit tubuh Bu Sin melepaskan pemuda itu menyambar ke belakang, sebagian menangkis senjata lawan, sebagian lagi menyambar ke arah jalan darah membalas serangan!
Ada pun Bu Sin yang dilepas oleh libatan rambut-rambut itu, berdiri terhuyung-huyung. Akan tetapi hanya sebentar, karena ia segera dapat memulihkan tenaganya. Tangannya meraba leher dan ternyata lehernya berdarah sedikit. Untung Liu Hwee datang, kalau tidak...!
"Adik Liu Hwee, mari kita basmi siluman betina jahat ini!" bentaknya.
Pada saat itu, Liu Hwee sudah memutar senjatanya merupakan bentuk payung hitam yang menangkis semua serangan rambut Siang-mou Sin-ni. Begitu bertemu dengan gulungan sinar senjata berupa payung ini, rambut Siang-mou Sin-ni kena dikebut bertebaran sehingga iblis itu terkejut sekali. Hebat juga puteri Beng-kauw ini!
"Bu Sin Koko, kau pakailah ini!" Liu Hwee melompat ke arah Bu Sin dan menyerahkan sebatang pedang.
Tentu saja Bu Sin girang bukan main. Dalam menerima pedang itu, jari-jari tangannya bersentuhan dengan jari-jari tangan Liu Hwee. Keduanya saling pandang sejenak, dan dalam waktu beberapa detik ini saja, pandang mata mereka sudah penuh dengan pernyataan hati masing-masing. Pandang mata mesra, dan dalam pandang mata ini tersimpul semua perasaan hati dan terjadi janji dan sepakat bahwa mereka akan sehidup semati menghadapi Siang-mou Sin-ni yang lihai.
"Terima kasih, Moi-moi. Mari kita gempur dia!"
Siang-mou Sin-ni berdiri memandang. Ia dapat melihat dan dapat merasakan apa yang terkandung dalam sikap kegembiraan mereka dan pandang mata yang mesra itu. Kemarahannya memuncak dan ia begitu terserang panas hati sehingga ia hanya berdiri tegak, seakan-akan lupa bahwa ia berhadapan dengan dua orang lawan yang harus segera ia terjang.
"Kalian... ah, keparat. Bocah she Liu kau... kau mencinta Bu Sin...?!"
Seketika wajah Liu Hwee menjadi merah, matanya berkilat menyambar.
"Siang-mou Sin-ni, kami pihak Beng-kauw tidak ada permusuhan pribadi dengan dirimu! Dan mengingat bahwa kau pernah menjadi murid mendiang enci Lu Sian, biarlah kumaafkan kata-katamu. Harap kau suka pergi meninggalkan kami!" Biar pun Liu Hwee baru berusia sembilan belas tahun, akan tetapi sebagai puteri tunggal ketua Beng-kauw ia mempunyai sikap agung dan berwibawa.
Akan tetapi Siang-mou Sin-ni tidak memperhatikan dia, melainkan memandang ke arah Bu Sin sambil membentak. "Dan kau... kau manusia tak kenal budi, kau... kau mencinta bocah Beng-kauw ini!"
Seperti juga Liu Hwee, wajah Bu Sin menjadi merah seketika dan jantungnya berdebar-debar. Sudah dua kali ada orang mengatakan bahwa ia dan Liu Hwee saling mencinta. Pertama adalah wanita iblis yang lebih dahsyat dari pada Siang-mou Sin-ni yang berkata demikian, yaitu mendiang Tok-siauw-kui Liu Lu Sian ibu Suling Emas. Kedua kalinya adalah si iblis wanita ini!
"Siluman jahat, kami saling mencinta tidak ada sangkut-pautnya dengan kau, dan kau tidak ada harganya untuk menyebut-nyebut hal itu!" bentak Bu Sin marah.
Siang-mou Sin-ni menjerit keras, jeritan melengking tinggi dan hampir saja Bu Sin tak kuat mempertahankan karena isi dadanya berguncang hebat. Cepat-cepat ia mengerahkan sinkang yang ia latih dari kakek sakti, dan sebentar saja pengaruh jeritan itu lenyap.
"Kalian harus mampus, akan kuhancurkan tubuh kalian. Hi-hi-hik, kalian saling mencintai, ya? Memang betul, kalian akan menjadi satu, akan tetapi setelah menjadi daging hancur, hi-hik!" Wanita itu kini mengeluarkan senjatanya yang istimewa, yaitu yang-khim yang dulu ia rampas dari tangan Bu Kek Siansu. Sambil memekik keras ia menerjang maju, rambut kepalanya menyambar-nyambar, diseling senjata khim yang digerakkan secara dahsyat sekali.
"Bu Sin Koko, hati-hati...!" Liu Hwee berseru dengan suara pilu karena diam-diam gadis ini merasa gelisah dan ragu-ragu apakah mereka berdua akan mampu melawan iblis ini yang luar biasa saktinya.
Sebagai puteri tunggal ketua Beng-kauw, tentu saja ilmu kepandaian Liu Hwee sudah hebat. Ginkang-nya tinggi, gerakannya cepat sekali, tenaga dalamnya juga sudah mencapai tingkat tinggi sehingga senjatanya yang berupa cambuk yang kedua ujungnya dipasang bola baja itu digerakkan dengan kecepatan yang sukar dilawan. Senjata macam ini merupakan senjata yang paling sukar dipelajari, akan tetapi apa bila sudah matang gerakannya, senjata ini bergerak otomatis seakan-akan menjadi satu dengan kedua tangan, dan karena itu amat berbahaya.
Betapa pun juga, dibandingkan dengan Siang-mou Sin-ni, ia masih kalah beberapa tingkat. Siang-mou Sin-ni adalah seorang di antara Enam Iblis, kepandaiannya aneh dan tinggi. Selain itu iblis betina ini telah hampir berhasil dalam menciptakan ilmunya yang mukjijat dan keji, yaitu Ilmu Tok-hiat-hoat-lek (Ilmu Gaib Darah Beracun) yang diciptakan dengan cara menyedot habis darah seorang korban. Entah sudah berapa puluh orang korban yang disedot habis darahnya oleh iblis wanita ini! Selain memiliki ilmu setan yang hampir selesai dipelajarinya ini, ia pun memiliki ilmu menggunakan rambut panjang yang ampuhnya melebihi segala macam senjata. Di samping ini, ia berhasil merampas yang-khim dari tangan Bu Kek Siansu dan senjata aneh ini merupakan tambahan kesaktian baginya.
Karena perbedaan tingkat kepandaian ini, dalam pertempuran itu Liu Hwee selalu tertindih dan terdesak. Sepasang bola bajanya yang menyambar-nyambar itu selalu terbentur kembali, bahkan kini yang-khim dan rambut lawan mulai mengurung dan mendesaknya. Bantuan Bu Sin tidak ada artinya bagi Liu Hwee. Pemuda ini memang benar memiliki tenaga sakti yang murni, hasil latihan kakek sakti, akan tetapi tenaga itu hanya dapat dipergunakan untuk menjaga diri. Dalam menyerang, karena ilmu silat yang dimiliki Bu Sin adalah ilmu silat biasa saja, maka serangan-serangannya tidak diacuhkan oleh Siang-mou Sin-ni, selalu terbentur dan gagal oleh rambut yang hitam panjang.
Siang-mou Sin-ni adalah seorang wanita yang berwatak kejam. Wataknya ini mungkin hampir sama dengan watak seekor kucing yang suka sekali mempermainkan dan menyiksa tikus sebelum memakannya, atau seekor laba-laba yang suka menikmati korbannya yang meronta-ronta hendak membebaskan diri dengan sia-sia. Demikian pula, dalam menghadapi Liu Hwee dan Bu Sin. Wanita iblis itu mempermainkan mereka, mengejek dan tidak segera merobohkan mereka, karena dalam mengejek dan mempermainkan ini ia mengalami kenikmatan dan kesenangan yang luar biasa.
"Kalian saling mencinta, ya? Hu-huh, ingin menjadi suami isteri dan membangun rumah tangga bahagia, memiliki banyak putera-puteri? Hi-hik, takkan tercapai maksud kalian!"
"Keparat, tutup mulutmu yang kotor!" Liu Hwee membentak, sepasang bolanya menyambar.
Siang-mou Sin-ni tertawa, rambutnya bergerak dan hampir saja senjata cambuk itu kena dilibat rambut. Terpaksa Liu Hwee menarik senjatanya dan kini mendadak ia memukulkan tangannya ke depan dengan pengerahan tenaga sakti. Inilah pukulan jarak jauh yang hanya dimiliki oleh kaum Beng-kauw.
"Wuuuuuttttt!" Angin pukulan dahsyat ini menyambar ke arah dada Siang-mou Sin-ni, tepat mengenai sasaran.
"Uuugghhh!" dari mulut iblis betina itu tersembur darah segar yang langsung menyambar ke arah muka Liu Hwee!
Tadinya Liu Hwee girang, mengira bahwa pukulannya mengenai lawan, siapa kira darah yang tersembur ke luar itu malah merupakan serangan balasan yang hebat sekali. Ia sudah berusaha mengelak, namun tiba-tiba ia menjadi pening. Biar pun darah itu tidak tepat mengenai mukanya, hanya lewat di pinggir kepala, namun cukup membuat gadis ini terhuyung-huyung, pandang matanya gelap. Ia tidak tahu bahwa itulah Ilmu Tok-hiat-hoat-lek yang belum sempurna! Yang tidak tahu mengira bahwa Siang-mou Sin-ni terkena pukulan sampai muntah darah, padahal ilmu mukjijat ini selain dipergunakan untuk menahan pukulan, juga sekaligus dipergunakan untuk menyerang lawan dengan darah yang langsung keluar dari dalam mulut, darah yang mengandung racun berbahaya!
"Ibils keji!" Bu Sin menerjang maju menusukkan pedangnya.
Kembali Siang-mou Sin-ni mencoba ilmu barunya. Ia menerima tusukan pedang itu dengan perutnya!
"Cappppp!" Bu Sin girang karena mengira bahwa pedangnya menembus perut wanita yang dibencinya.
Akan tetapi mendadak wanita itu terkekeh, rambutnya bergerak menangkap tubuh Bu Sin, diangkat ke atas lalu dibantingnya tubuh itu menimpa diri Liu Hwee yang sedang terhuyung-huyung. Tak dapat dicegah lagi, kedua orang muda itu terbanting dan roboh tumpang tindih!
"Eh... maaf... Moi-moi...," Bu Sin mengeluh.
"Tidak apa, Koko... siluman ini memang lihai...."
Bu Sin sudah kehilangan pedang yang 'menancap' di perut Siang-mou Sin-ni. Namun ia menjadi nekat. Bersama dengan Liu Hwee ia melompat bangun, siap menerjang dengan tangan kosong. Akan tetapi tiba-tiba Siang-mou Sin-ni terbatuk keras dan... pedang yang dikira menancap di perutnya itu melayang bagaikan anak panah cepatnya menuju dada Bu Sin!
"Koko, awas...!" Liu Hwee mendorong Bu Sin dari samping.
Terdengar kain terobek dan pedang itu ternyata telah merobek baju Bu Sin di bagian lambungnya. Kurang cepat sedikit saja Liu Hwee mendorong, bukan baju yang akan terobek, melainkan dada atau lambung!
"Iblis keji...!" Dengan wajah pucat Liu Hwee memaki marah, kemudian ia menyerang lagi dengan sepasang bola bajanya. Ada pun Bu Sin cepat lari dan mencabut pedangnya yang menancap pada sebatang pohon. Kemudian ia menghampiri tempat pertempuran dan membantu Liu Hwee lagi dengan mati-matian.
"Hi-hik, saling mencinta berarti bodoh, boleh mati bersama!"
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan tahu-tahu sepasang bola baja Liu Hwee telah lekat dengan kawat-kawat alat musik yang-khim. Betapa pun Liu Hwee coba membetotnya, namun hasilnya sia-sia saja karena dengan tenaga 'menyedot' Siang-mou Sin-ni telah membuat bola-bola itu melibat-libat kawat, kemudian rambutnya bergerak seperti puluhan cambuk ke depan!
Bu Sin berusaha menolong temannya. Pedangnya diputar menahan datangnya rambut-rambut itu dengan maksud membabatnya sambil mengerahkan tenaga sakti. Namun Siang-mou Sin-ni sekarang telah tahu bahwa pemuda ini entah bagaimana caranya telah memiliki tenaga sakti yang hebat, maka ia tidak melawan keras dengan keras karena khawatir kalau-kalau rambutnya akan terbabat putus. Ia menggunakan tenaga lemas, rambutnya bertemu pedang terus membelit, bahkan membelit juga pergelangan tangan Bu Sin.
Pemuda ini berseru keras karena merasa betapa pergelangan tangannya seakan-akan hendak patah. Pedangnya terlepas dari pegangan dan di lain saat ia telah dilucuti, seperti halnya Liu Hwee. Mereka kini berdiri tanpa senjata, menghadapi lawan yang terkekeh dan menggerak-gerakkan kepala sehingga rambutnya menyambar-nyambar mengerikan.
"Hi-hik, kalian saling mencinta, ya? Hi-hik, sehidup semati, senasib sependeritaan!" Siang-mou Sin-ni terus mengejek dengan suaranya yang nyaring diselingi kekehnya yang menyeramkan.
Kini rambut kepalanya menyambar-nyambar, melecut-lecut dan mencambuki dua orang itu. Kasihan sekali Liu Hwee dan Bu Sin. Mereka tak mungkin dapat mengelak dari hujan serangan ini karena rambut kepala yang hitam panjang dan gemuk itu berubah menjadi puluhan batang cambuk yang kuat. Mereka dapat mengerahkan sinkang untuk menjaga diri, namun mereka tak mungkin dapat menjaga pakaian mereka yang mulai robek-robek! Liu Hwee maklum bahwa ia akan terhina kalau sampai pakaiannya robek semua dan membuatnya menjadi telanjang bulat, maka dengan nekat ia berusaha untuk menyambar rambut-rambut itu. Akhirnya ia berhasil mencengkeram segenggam rambut, mengerahkan tenaganya dan menarik sekuatnya.
Siang-mou Sin-ni menjerit karena segenggam rambutnya telah jebol dari kulit kepala. Ia seperti setan sekarang. Rasa nyeri membuatnya marah sekali dan di lain saat kedua tangan Liu Hwee telah dibelit rambut sampai tak dapat bergerak lagi, lalu cambuk-cambuk rambut itu melecut-lecut tubuhnya dari segenap penjuru! Gadis ini hanya dapat meramkan mata agar mata itu tidak terkena hantaman rambut, akan tetapi pakaiannya mulai robek-robek tidak karuan.
Betapa hancur hati Bu Sin menyaksikan gadis yang merampas kasih sayangnya itu mengalami siksaan itu. Namun apa dayanya? Ia sendiri juga tidak terlepas dari pada siksaan cambuk-cambuk rambut yang halus dan harum itu, tetapi yang melecut dengan tajamnya, yang merobek pakaiannya dan sedikit saja ia mengurangi pengerahan sinkang, kulitnya tentu akan robek-robek pula.
"Bocah she Liu, bersiaplah untuk mampus!" tiba-tiba Siang-mou Sin-ni berseru keras.
"Siang-mou Sin-ni, aku tidak takut mampus! Akan tetapi, sekali kau berani mengganggu kami, ayah pasti akan mencarimu dan mencabuti semua urat dari dalam tubuhmu!"
"Hi-hi-hik, siapa takut terhadap Beng-kauwcu? Tua bangka itu boleh saja datang, kubikin mampus sekalian!"
Gugup sekali hati Bu Sin sehingga lecutan rambut itu kini mulai merobek kulitnya karena saking gugup dan bingung melihat gadis yang dicintanya terancam, pengerahan tenaganya mengendur. "Siang-mou Sin-ni, kalau kau berani mengganggu dia, kakakku Suling Emas tentu akan menghancurkan kepalamu!"
Siang-mou Sin-ni mendengus, "Huh, siapa takut Suling Emas? Dia mau apa? Lihat, kubunuh sekarang juga bocah she Liu kekasihmu ini, Suling Emas bisa berbuat apa?" Iblis betina itu mengangkat tangan kirinya, siap menghantam kepala Liu Hwee.
Akan tetapi tiba-tiba ia menjerit, tubuhnya terangkat ke atas dan sebelum iblis betina ini tahu apa yang terjadi, tubuhnya sudah tergantung di atas pohon. Kiranya ada orang yang tadi menariknya ke atas dengan cara mencengkeram rambut-rambutnya, dan kini orang telah mengikatkan ujung rambutnya pada batang pohon yang tinggi di atasnya! Ketika ia melirik ke atas dengan heran, ternyata yang melakukan perbuatan ini bukan lain adalah... Suling Emas! Dengan kaget Siang-mou Sin-ni hendak melepaskan diri, akan tetapi tiba-tiba berkelebat sinar kuning dan punggungnya telah tertotok ujung suling sehingga ia tidak mampu bergerak lagi!
"Siang-mou Sin-ni, dimana-mana kau hanya membikin onar!" seru Suling Emas dengan suara dingin dan marah ketika ia melirik ke arah Liu Hwee yang kini berlutut di tanah dengan muka merah sambil berusaha menutupi tubuhnya yang setengah telanjang, dan Bu Sin yang juga robek-robek pakaiannya, bahkan mandi darah oleh lecutan-lecutan tadi.
"Twako...!" seru Bu Sin dengan girang sekali.
Suling Emas tidak dapat menjawab karena pada saat itu Siang-mou Sin-ni sudah memaki-makinya. "Suling Emas, kau pengecut hina-dina! Kau menyerangku dengan cara pengecut! Hayo lepaskan aku dan kita bertanding sampai selaksa jurus! Cih, kau laki-laki apa? Pengecut tak tahu malu!"
Akan tetapi Suling Emas tidak melayaninya, bahkan tangannya meraih dan... seketika pakaian luar Siang-mou Sin-ni terlepas dari tubuhnya, membuat iblis betina ini menjadi setengah telanjang karena yang menutupi tubuhnya kini hanyalah pakaian dalam!
"Heee, setan neraka! Mau apa kau dengan pakaianku?" Kemudian suaranya berubah, halus dan ragu-ragu, "Suling Emas... kalau kau... suka kepadaku, kenapa tidak menanti sampai kita berdua saja...? Mau apa kau melepaskan pakaianku!"
"Huh, perempuan hina!" Suling Emas mendengus marah, lalu melompat dari atas pohon, menyerahkan pakaian itu kepada Bu Sin sambil berkata, "Kau berikan ini kepada Bibi Kecil Liu Hwee, kemudian kau bersama dia kembalilah ke Nan-cao."
Bu Sin menerima pakaian itu lalu menghampiri Liu Hwee. Sebagai seorang laki-laki gagah yang memegang kesopanan, ia membuang muka tidak mau memandang Liu Hwee yang setengah telanjang itu, hanya menyodorkan pakaian sambil berkata, "Hwee-moi, cepat pakailah ini!"
Dengan cepat dan lega hati Liu Hwee lalu menyambar pakaian itu dan sebentar saja ia sudah memakai pakaian Siang-mou Sin-ni yang serba hitam. Untung baginya, bentuk tubuh iblis betina itu ramping dan sama dengan tubuhnya sehingga pakaian itu pas betul.
"Bu Song, kau bunuh saja perempuan jahat itu!" Liu Hwee berkata sambil menghampiri Suling Emas.
"Hi-hik, kau yang pengecut tak tahu malu!" Siang-mou Sin-ni memaki. "Lepaskan aku dan kalian akan kubunuh mampus semua!"
"Bibi Kecil Liu Hwee, harap kau dan Sin-te (Adik Sin) suka cepat kembali ke Nan-cao. Iblis ini biar aku yang menghadapinya. Setelah aku dapat menolong Lin Lin, tentu aku akan kembali ke Nan-cao pula. Eh, Bu Sin, di mana adanya Sian Eng? Kenapa tidak bersamamu?"
Dengan kening berkerut Bu Sin menceritakan pengalamannya di dalam terowongan rahasia, betapa mereka menjadi tawanan Hek-giam-lo, kemudian betapa Siang Eng dibawa lari oleh Suma Boan dan dia sendiri diculik Siang-mou Sin-ni.
"Hemmm, sudahlah. Agaknya kali ini aku takkan bisa mengampunkannya lagi!" kata Suling Emas dengan suara gemas. "Kalian lekas kembali ke Nan-cao dan menanti aku di sana. Terlalu banyak orang jahat memusuhi kita dan tak mungkin dapat membagi diri untuk mengamati kalian. Aku pasti akan dapat mencari Sian Eng, Lin Lin, dan membawa kembali tongkat Beng-kauw."
"Paman Guru Kauw Bian Cinjin juga sudah keluar pintu untuk membantumu merampas kembali tongkat pusaka," kata Liu Hwee menerangkan.
Suling Emas mengangguk-angguk, "Bagus, tenaga Paman Kauw Bian Cinjin dapat diandalkan. Sekarang kalian lekaslah kembali ke Nan-cao."
Liu Hwee dan Bu Sin tidak membantah lagi, segera mereka berlari cepat meninggalkan tempat itu. Akan tetapi setelah berlari kurang lebih dua jam lamanya, Liu Hwee berhenti dan berkata.
"Bu Sin Koko, cukup jauh kita berlari. Mari sekarang kita kembali."
Bu Sin memandang heran. "Hwee-moi, apa maksudmu?"
Gadis itu tersenyum dan dunia ini serasa lebih cemerlang dan indah bagi Bu Sin. Semenjak jaman purba sampai jaman sekarang, senyum seorang gadis selalu mendatangkan keajaiban bagi pria yang mencintanya, keajaiban yang indah, seindah bunga mekar tersiram embun di waktu pagi, atau matahari mengintai di ufuk timur mengusir kemuraman subuh. Untuk senyum inilah seorang yang mabuk cinta siap sedia mengorbankan apa saja!
"Koko, betulkah hatimu rela begitu saja kalau kita berdua kembali ke Nan-cao sedangkan tugas sedemikian banyaknya yang harus diurus oleh kakakmu? Kedua orang adikmu terancam bahaya, tongkat pusaka terampas musuh, bagaimana mungkin kita pulang begitu saja tanpa memberi bantuan sedikit pun juga?"
"Cocok dengan isi hatiku, Moi-moi. Aku pun merasa tidak enak sekali kalau harus pergi begitu saja berpeluk tangan, bukanlah sikap seorang yang menjunjung tinggi kegagahan. Akan tetapi Song-twako yang memerintah, bagaimana aku dapat membantah?"
Kembali Liu Hwee tersenyum. "Kakakmu itu memang lihai sekali, agaknya dengan orang seperti dia turun tangan, semua urusan pasti akan beres. Akan tetapi aku sama sekali tidak setuju kalau harus tinggal diam saja. Tadi pun aku hendak membantahnya, akan tetapi tidak baik di depan iblis betina itu kalau kita saling bantah. Karena itu aku tadi diam saja. Sekarang mari kita kembali dan mengambil jalan kita sendiri, mencari kedua orang adikmu. Biarlah kita berlomba dengan Suling Emas!"
Gembira sekali hati Bu Sin, kegembiraan bertumpuk-tumpuk karena tidak saja ia gembira dapat membantu untuk menolong kedua orang adiknya, juga ia senang sekali dapat melakukan perjalanan ini bersama Liu Hwee, dapat sama-sama menempuh bahaya!
"Bagus! Mari kita berangkat, Moi-moi!"
Mereka kini berlari ke arah timur, akan tetapi belum lama mereka berlari kembali Liu Hwee berhenti.
"Perempuan tadi, dia... dia agaknya amat mencintamu, Koko!"
"Huh, iblis betina itu!" Bu Sin mendengus, mukanya berubah merah sekali.
"Tapi... tapi dia cantik sekali, Sin-ko, dan di dunia ini, entah berapa banyaknya pria yang tergila-gila dan jatuh hati kepadanya."
"Uhhh, kecantikan iblis seperti keindahan warna kulit seekor ular beracun. Sudahlah, kita tak perlu bicara tentang dia, aku jijik kalau mengingat dia!" kata Bu Sin.
Liu Hwee tersenyum. "Syukurlah kalau begitu. Aku sudah khawatir sekali. Sin-ko, di dunia ini hanya ada dua orang wanita yang benar-benar hebat dan sukar dapat dilawan oleh laki-laki yang bagaimana gagah pun. Pertama adalah mendiang enci Lu Sian, kedua adalah Coa Kim Bwee atau Siang-mou Sin-ni itulah. Senjata mereka yang paling mengerikan adalah kecantikan mereka."
"Kurasa terdapat perbedaan besar antara enci-mu yang menjadi ibu kandung Bu Song Twako itu dengan iblis betina Siang-mou Sin-ni. Hwee-moi, mari kita lanjutkan perjalanan dan kalau boleh, aku ingin sekali mendengar penuturanmu tentang riwayat hidup mendiang Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang hebat itu."
Liu Hwee tersenyum lalu menggerakkan kaki, dan mereka berdua kini melanjutkan perjalanan biasa. Liu Hwee mulai menuturkan riwayat mendiang Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang luar biasa dan hebat, akan tetapi yang hanya diketahui sebagian saja oleh Liu Hwee (riwayat ini dituturkan dengan jelas dalam cerita SULING EMAS).
Sementara itu, setelah kedua orang muda itu pergi, Suling Emas lalu menggunakan sulingnya membebaskan totokannya pada tubuh Siang-mou Sin-ni. Setelah jalan darahnya bebas, dengan mudah saja wanita itu dapat melepaskan diri dari atas cabang pohon di mana rambutnya yang panjang tadi diikatkan oleh Suling Emas.
Dapat dibayangkan betapa hebat kemarahan wanita ini yang sekarang berdiri di depan Suling Emas hanya dengan pakaian dalam yang serba ringkas, pendek, dan terbuat dari pada sutera merah! Kalau saja sepasang matanya tidak menyala-nyala liar, mukanya tidak membayangkan kemarahan yang tak dapat dikendalikannya lagi, agaknya Siang-mou Sin-ni akan kelihatan amat menggairahkan dalam pakaian seperti itu. Masih untung baginya, rambut yang hitam panjang riap-riapan membantu pakaian dalam yang kurang cukup menutupi bagian-bagian tubuhnya itu.
"Keparat...! Jahanam...! Kau... kau... terlalu menghinaku... kau harus mampus...!" Kata-katanya sukar sekali keluar di antara dengus napasnya yang panas, kedua kakinya bergerak maju perlahan-lahan, kedua tangannya berkembang, jari-jari tangannya seperti kuku harimau hendak mencengkeram, ujung rambutnya yang terlalu panjang terseret di atas tanah.
Suling Emas mengerutkan keningnya dan melangkah mundur. "Siang-mou Sin-ni, ingat! Kini belum waktunya kita mengadu kepandaian untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Tunggu nanti tiba saatnya di puncak Thai-san, aku akan mewakili mendiang ibu kandungku. Kita lihat siapa yang lebih kuat."
"Tidak peduli! Kau harus mampus sekarang juga. Kau terlalu menghinaku!"
"Hemmm, kau sombong. Dengan apa kau hendak membunuhku? Dengan rambutmu? Ataukah dengan alat khim yang kau curi dari Bu Kek Siansu? Ah, tidak akan ada gunanya, Siang-mou Sin-ni. Lebih baik kau bertapa lagi memperdalam ilmumu agar kelak di puncak Thai-san kau dapat melayaniku sedikitnya seratus jurus!"
"Suling Emas, kaulah yang sombong! Kau kira aku tidak memiliki ilmu untuk membunuhmu? Nah, kau terimalah ini!"
Tiba-tiba sekali wanita itu membuka mulutnya dan sinar merah yang panjang kecil bagaikan seekor ular merah menyambar dari dalam mulut itu ke arah Suling Emas. Pendekar ini terkejut juga, tidak mengira bahwa wanita iblis ini memiliki kepandaian seaneh ini yang selamanya belum pernah ia lihat atau dengar. Cepat ia miringkan kepala, tidak berani menyambut benda yang menyambar ke arah mukanya itu.
Benda itu menyambar lewat kepalanya, akan tetapi alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba pandang matanya berkunang dan napasnya menjadi sesak. Kiranya benda berupa sinar merah itu adalah darah. Darah hidup! Darah yang mempunyai pengaruh hebat sekali, yang membuatnya tiba-tiba menjadi pening. Sebelum Suling Emas dapat mengusir kepeningannya, tiba-tiba angin bertiup dari depan, alat musik khim sudah menghantam ke arah kepalanya dibarengi suara kekeh tertawa yang seram.
"Aiiihhhhh...!" Suling Emas mengumpulkan semangat, menjatuhkan diri ke kiri sehingga sambaran alat khim itu tidak mengenai dirinya. Akan tetapi pada saat itu, selagi ia masih nanar, tahu-tahu tubuhnya sudah terlibat oleh rambut yang amat kuat, yang melibat kaki tangan dan lehernya bagaikan puluhan ekor ular yang mengeroyoknya!
Suling Emas maklum bahwa nyawanya berada dalam bahaya maut. Cepat ia mengerahkan seluruh sinkang di tubuhnya dan seketika lenyaplah kepeningan kepalanya. Dengan gerakan menggoyang tubuh sambil mengembangkan tangan dan kaki, terdengar Siang-mou Sin-ni memekik penuh kekecewaan melihat calon korbannya dapat terlepas begitu cepatnya. Di lain saat Suling Emas sudah memegang suling dan kipasnya.
"Iblis betina, kiranya kau mempunyai ilmu setan yang jahat. Akan tetapi jangan harap kau dapat mengakali aku lagi. Hayo majulah!"
Dengan sikap tenang penuh wibawa Suling Emas berdiri tegak dengan sepasang senjatanya yang amat terkenal itu di kedua tangan, matanya menatap tajam. Siang-mou Sin-ni ragu-ragu, maklum bahwa ilmunya Tok-hiat-hoat-lek masih belum cukup kuat untuk merobohkan Suling Emas. Tetapi ia merasa gembira sekali karena biar pun ilmunya belum matang betul, namun ia tadi sudah hampir dapat mengalahkan Suling Emas. Andai kata ilmunya sudah matang, tentu tidak semudah itu Suling Emas menyadarkan diri dan tentu sudah mampus di tangannya. Ia tertawa dan sekali berkelebat tubuhnya mencelat jauh pergi dari tempat itu. Suara ketawanya masih terdengar jelas seperti suara kuntilanak, disusul kata-katanya mengejek, "Suling Emas, kau tunggu saja, di puncak Thai-san aku takkan gagal lagi seperti tadi!"
Sejenak Suling Emas termenung. Ia teringat betapa dahsyat ilmu yang dipergunakan Siang-mou Sin-ni tadi. Hampir saja ia menjadi korban. Kalau tadi ia tidak lekas-lekas dapat menguasai dirinya dan melenyapkan kepeningannya, tentu ia sudah menjadi korban. Diam-diam ia bergidik. Ilmu semburan darah segar tadi benar-benar mengerikan dan kelak ia harus berlaku hati-hati sekali apa bila berhadapan dengan iblis betina itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BERNODA DARAH (seri ke 3 Bu Kek Siansu)
AcciónCinta Bernoda Darah adalah episode ke-3 dari serial Bu Kek Sian Su yang ditulis oleh A. S. Kho Ping Hoo. Cerita ini menyambung langsung kisah sebelumnya episode ke-2 Suling Emas. Cerita dalam episode ini nantinya akan dilanjutkan dalam episode berik...