🍳 kesibukanku

1.9K 197 17
                                    

"MAMA!!!!!!"

Sialan, Wylla sudah bangun. Aku cepat-cepat mengikat dasi kupu-kupu Zoya dan memasukkan kotak makan siangnya ke dalam tas. "Kakak pakai sepatu sendiri dulu ya," ujarku grusa-grusu.

"Mama..." Zoya langsung cemberut.

"WUAAAA MAMA!!!!!!"

Pagi-pagi tanpa Yena memang pagi-pagi paling merepotkan. 1) Aku harus bangun sangat pagi untuk menyiapkan makan siang dan keperluan sekolah Zoya, 2) memastikan Zoya mandi dan sikat gigi sebelum berangkat sekolah, dan 3) memastikan Wylla tidak bangun paling tidak sampai Zoya selesai siap-siap berangkat sekolah.

"MAMAAAAAAAA!!!" Ya Tuhan! Jeritan Wylla mampu mendatangkan badai!

"Iya, Sayang, sebentar yaaa!!"

Aku buru-buru mengambil sepatu Zoya di rak sepatu yang ada di garasi dan memakaikannya pada Zoya. Untung aku tidak beli sepatu bertali, sepatu dengan rekatan magnet adalah sepatu paling praktis. Hehe, aku memang orangtua yang cerdas!

"MAMAA!!! MAMAAA!!!!

"Mama ke adek dulu ya. Kakak makan dulu," kataku, membukakan sebungkus Sari Roti keju kesukaan Zoya.

Zoya mengangguk, menerima roti itu dariku dan duduk manis di kursi makan.

Aku segera berlari menghampiri Wylla yang wajahnya sudah merah dan basah oleh air mata, terduduk di tempat tidurnya.

"Cup cup cup, adek jangan nangis yaa." Aku menggendongnya dan tiba-tiba merasakan sesuatu merembes menembus kemejaku hingga kulitku. Aku mengusapnya dengan tanganku dan membauinya, anjir, dia ngompol.

"Mama, susu," katanya.

"Adek mandi dulu ya."

"Susu!" Wylla merajuk.

"Adek, kalau mau susu harus mandi dulu biar bersih, biar nggak bau kecut."

"SUSU! SUSU! SUSU!" Ia marah-marah, aku tidak peduli, ia harus bersih dari ompolnya!

"Habis mandi ya, Adeeek, bau asem nih, hiii"

"Susu!"

Dan jadwal nomor 4) pagi itu adalah memandikan Wylla. Meski Wylla menangis dan bersungut-sungut minta susu, aku tetap teguh memandikannya. Aku tidak peduli kalau ia meronta, kalau bajuku basah, kalau aku harus mandi lagi, aku bertekad untuk memandikan anak bungsuku.

TIN! TIN!

OH SIAL! Mobil jemputan Zoya sudah datang.

Aku segera melilitkan handuk pada Wylla dan menghampiri Zoya di ruang makan. Anak itu sudah memakai tasnya. Anak pintar. "Zoya berangkat ya, Ma" Ia mengecup tanganku, lalu aku meraih bahunya dan ia mengecup pipiku.

Jadwal nomor 5) hari itu adalah mengantar Zoya pada mobil jemputannya. Namun langkahku mendadak tertahan saat yang kutemukan bukan mobil jemputan Zoya tapi justru senyum mantan suamiku.

Keenan...

Pria itu dengan santai berdiri bersandar pada mobil Pajero putihnya. Ia tersenyum pada kami bertiga seolah kedatangannya semacam anugerah atau semacamnya. "Surprise!" ujarnya heboh.

"PAPA!!!!" Teriak kedua gadis kecilku kegirangan.

Zoya langsung berlari memeluknya sedang Wylla berusaha memberontak dari dekapanku.

"Aaa, sayang!"

Keenan langsung menggendong Zoya, dan Zoya memeluknya erat.

"Papa!" Wylla meraih-raih tangannya ke arah Keenan saat aku berjalan menghampirinya, jadi kubiarkan saja dia menggendong mereka berdua.

"Uh, Papa kangen sama kalian," kata Keenan.

"Zoya juga, Pa."

"Iya, Wylla juga."

Ia mencium gemas kedua anakku dan mereka langsung tertawa.

Melihatnya seperti itu, aku sering lupa kami sudah tidak bersama. Aku cepat-cepat mengingatkan diriku, Keenan sudah bertunangan lagi. Kami menjalin hubungan baik bukan karena kami mau, tapi demi masa depan Zoya dan Wylla.

"Kayaknya kamu kemarin bilang kamu ke Jerman," kataku.

"Aku pulang cepet," jelasnya, lalu tersenyum padaku. "Besok Sabtu kan ulang tahun Zoya."

Aku mengangguk, tidak menemukan korelasi antara pulang cepat dan ulang tahun Zoya di hari Sabtu. Sabtu masih 3 hari lagi.

"Sekolah Zoya masuk jam 8," kataku, mengingatkannya untuk cepat-cepat bergegas, alias minggat dari halaman rumahku.

"Oke, oke," katanya, menurutku dia paham.

"Zoya masuk, Nak!" Keenan menyuruh Zoya turun dari pelukannya dan masuk ke dalam mobil. Ia membukakan pintu mobil untuk Zoya dan anak itu melompat masuk.

"Wylla mau ikut, Papa," kata Wylla dengan bibir mengerucut.

"Wylla bareng Mama aja ya"

"Tapi Wylla kangen Papa."

"Nanti Papa jemput deh pas pulang sekolah."

"Janji?"

"Janji."

Aku memutar bola mataku. Lihat nanti ia akan beralasan 'ada rapat dadakan sama klien' dan malah memintaku untuk menjemput Wylla.

Sangat mudah baginya berjanji dan melupakannya.

Ia mengembalikan Wylla ke pelukanku dan mengecup kepalanya. "Papa pergi dulu, ya, Assalamualaikum," katanya.

"Waalaikumsalam," balasku, biar dia cepat-cepat cabut.

Keenan melihatku dan tersenyum, mengacak-acak rambutku sebelum masuk ke dalam mobilnya.

"Met ulang tahun, San," katanya.

Huh?

Apa?

"Jaga diri baik-baik," ujarnya.

Hari ini ulang tahunku? Aku sama sekali lupa, bagaimana ia...

Sialan, bisakah ia berhenti membuatku berpikir kalau ia peduli? []

vlive inspired mini series
vote and comments will be very much appreciated.

[✔] MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang