👰 tunangannya

721 132 9
                                    

Tunangan Keenan adalah teman sekelasku waktu SMA. Teman mainku dan Dawiyya, dulu, Cynthia Herman.

oke, ini fotonya, dia memang cantik, jadi jangan insecure

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

oke, ini fotonya, dia memang cantik, jadi jangan insecure

Dia teman yang baik dulu, sangat baik, sampai waktu kudengar kabar ia dan Keenan bertunangan satu tahun setelah kami bercerai, aku tidak bereaksi terlalu berlebihan. Aku hanya berpandangan dengan Dawiyya dan Juju, lalu membuang pandanganku sekilas, semacam menahan tangis dan sakit hati, lalu melihat lagi ke arah Dawiyya dan Juju, mengangguk.

Setahun setelahnya, sekarang, mereka belum juga menikah, aku penasaran kenapa, tapi tidak mau tanya, soalnya aku takut Keenan berpikir aku masih peduli soal kehidupan percintaannya.

Pagi itu, usai mengantar anak-anak ke sekolah dan mengantar Yena ke tempat kursus jahit yang tidak jauh dari TK Wylla, aku mendapat pesan dari Cynthia, San, bisa kita ketemu? begitu.

Aku tidak menjawab pesannya sampai jam makan siang. Oh, boleh, ada apa, Cyn? begitu tanyaku.

Aku memberitahu Dawiyya dan Juju soal Cynthia yang mendadak proaktif menghubungiku dan bagaimana Keenan semakin sering main ke rumah ketika hubunganku dan Daniel Kertajaya makin dekat.

"Fix, ada masalah sama Keenan sama Cynthia," kata Dawiyya.

"Itu nggak sulit buat dilihat lho, San," kata Juju sebal.

"Iya gitu?"

"Ini nih, lo tuh suka nggak sensitif, padahal hal-hal kayak gini tuh cuma tinggal dirasa doang," ujar Juju.

Mungkin masalahnya bukan karena aku tidak merasa, aku merasa, tapi takut tebakanku salah.

¤•¤•¤•¤

Aku pergi ke sebuah restoran di dekat kantor dan bertemu dengan Cynthia, sendirian. Aneh buatku, soalnya aku tidak pernah benar-benar berbicara dengannya berdua saja sejak...sudah lama sekali, tapi yang jelas aku sangat menghindari kontak dengannya sejak aku tahu ia dekat dengan Keenan.

"Hei, thanks banget ya udah dateng," katanya.

Aku mengangguk sambil tersenyum tipis, "Santai aja," kataku.

Kami berbasa-basi cukup lama, karena selain Cynthia pintar berbasa-basi, kami sama-sama terlalu takut membawa masalah yang sebenarnya ingin kami bicarakan ke atas meja. Sampai kulihat jam ditanganku. Aku harus segera pulang. Belakangan aku pulang malam terus aku tidak sempat bertemu anak-anak.

"Jadi..." ujarku, "kamu sama Keenan nggak apa-apa kan, Cyn?"

Dan begitulah kulihat senyumnya sedikit berubah.

"Eh, ya, ya, baik-baik aja kok." Tentu, menurutnya aku akan percaya?

"Keenan tuh sebenernya kekanak-kanakan. Kadang dia suka ngasih alasan nggak masuk akal buat membenarkan hal-hal yang dia lakuin. Bisa bikin gila kadang," kataku sambil tertawa. "Tapi dia tulus kok, kalau dia nggak tulus soal sesuatu, dia bakal berhenti ngelakuin hal itu, jiwa-jiwa seniman, susah dimengerti emang."

Aku tidak memahami apa arti tatapan Cynthia padaku. Kupikir ia sedikit takut, namun aku tidak memahami ketakutannya.

"Kalau Keenan pergi ke rumah kamu, San. Boleh minta tolong untuk ngeyakinin dia pulang?" tanyanya.

Aku menangkap kesedihan dalam kalimatnya, dan aku ingat aku pernah memiliki tatapan itu, tatapan sedih penuh harap, namun kali ini ia benar-benar punya harapan, tidak sepertiku yang hanya memiliki harapan kosong hampir dua setengah tahun yang lalu.

"Sure," Kataku.

Aku akan jadi harapan itu.

¤•¤•¤•¤

Yena dan anak-anak sedang menonton TV di ruang tengah saat aku pulang dengan seember ayam KFC.

"WUAAAAA AYAAAM GOREEENG!!" Zoya dan Wylla langsung heboh.

Kami makan bersama-sama di ruang makan setelah itu, lalu Yena memberitahuku, "Tadi Bapak kesini, Bu." Bapak, maksudnya Keenan.

"Oh, iya? Ngapain?"

"Nyariin Ibu," katanya.

Aku dan Yena berpandangan. "Tapi Bapak nggak bilang apa-apa sih, Bu, sehabis ketemu anak-anak langsung pulang." Yena menambahi.

Aku mengangguk-angguk. Haruskah aku bertemu Keenan dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi?

¤•¤•¤•¤

"Nggak, kalau kamu ngerhargain aku, harusnya kamu nggak ketemu dia!"

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Kurasa memang salahku tidak menceritakan padanya kalau Keenan sering datang ke rumah. Soalnya lumrah kupikir kalau Keenan datang buat anak-anak.

"Aku tuh tahu apa yang ada di pikiran laki-laki, Sani, dan fakta kalau bajingan itu mantan suami kamu..." Ia kehabisan kata-kata dan berjalan menjauh, membelakangiku.

Aku akan terdengar sedikit gila, tapi jujur, Keenan masih sahabatku. Aku kesal setengah mati padanya karena ia pergi untuk Cynthia, ia memang bajingan pada titik itu, namun aku memahaminya, dan ia memahamiku, dan seseorang yang sama sekali tidak mengenalnya mengatainya bajingan membuatku merasa tersinggung. Aneh.

"Sebenernya aku nggak minta izin kamu, Niel, aku cuma ngasih tahu kamu," jelasku, dan ekspresi Daniel berubah semakin keruh.

"Terus kenapa kamu ngasih tahu aku?"

"Karena kupikir kamu bakal percaya sama pilihan aku?"

Agaknya, ia tidak terlalu menyukai jawabanku. []

nggg....

vote dan komentar anda begitu berarti

[✔] MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang