AWAL MULA

407 21 3
                                    

Somebody To You - The Vamps

Pernah begini, atau sedang begini?
Berpikir kita tidak pantas di lahirkan.
Menyendiri untuk merenung,
Mengapa harus kita?

Mengalami siklus hidup yang begitu-begitu saja,
Mengalami pertemuan dan perpisahan yang lambat laun terus saja terjadi.

Kalian pun membatin,
Padahal biarkan saja, saya tidak usah dilahirkan. Padahal biarkan saja, saya ini hanya bayangan untuk melihat kebahagiaan hidup manusia lain, menjadi perak dimana berlian dan emas kian tumbuh.

Jika kalian pernah merasa hal seperti ini, Aurel pun kerap merasakannya sekarang.

Merasa hidupnya sulit dijalani.
Merasa tidak pernah berguna,
Saat itu.

Tepat akhir bulan Januari tahun 2004, ia akhirnya bertemu dengan satu-satunya manusia yang mampu membuatnya tersenyum.

Mampu membuatnya bangkit.
Mengisi telepon genggam kunonya dengan pesan-pesan singkat tak berbobot.

Dan, hal tersebut dimulai dari lembar ini.

•••

21:12 WIB.

Ting.

08xxxxxxxxx : Lo gak tidur, Aurel?

Hanya dibaca.

"Lah, ini si Theo-Theo yang pernah diceritain Ratna?"
Ucap Aurel bermonolog sendiri, karena Ratna pernah menceritakan sosok Theo yang termasuk most-wanted—selain rupanya yang bisa dibilang lumayan, juga bakat non-akademiknya di bola basket yang kerap memikau siswi sekolah.

08xxxxxxxxx : Kok gue send SMS cuma lo baca, sih? Bales kekkk, Aurel Anasera Andien!

Aurel   : Ada apa, ya?

Jawabnya setengah gugup, lalu menyimpan nomor si bedebah penumpah jus jeruk.

Theo E : Nahh, lo pasti udah simpen nomor gue, kan?

Aurel   : Sudah, kok. Ada perlu apa?

Theo E : Gak apa-apa. Hari ini jangan tidur terlalu malam. Kalau butuh teman, lo bisa telpon gue kapan aja. Hari ini gue begadang.

Hanya dibaca.
Namun bohong jika Aurel sama sekali acuh tak acuh terhadap pesan itu.
15 menit berpikir,

Aurel   : Jangan begadang. Selamat tidur.

Sehabis meminum susu dan membalas pesan dari penumpah jus jeruk yang ia temui di kantin, malam itu, ada perasaan gusar dan resah dalam batin Aurel.

Ingin bertanya, apakah hal ini akan memanjang? Atau justru, bergantung seperti pohon yang tak kunjung tumbuh.

•••

Esoknya,
06.30 WIB.

"Theo, bangun! Ibu mau nganterin Marsya. Sudah setengah tujuh!"
Terdengar teriakan seorang ibu dari lantai bawah. Sedang memasak untuk sarapan anak-anaknya. Bulir keringat bermunculan hasil sedari tadi mengolah bahan-bahan mentah itu menjadi suatu hal yang dapat dimakan.

"Iya, bu! Ibu duluan aja, aku udah siap." teriak Theo Eiichiro.

Setelah memakai rompi sekolah dan bersiap, ia mengambil kunci motor besarnya untuk sigap berangkat. Memulai hari yang sama bosannya.

"Assalamu'alaikum. Jangan sampe telat, Nak!" dan mesin mobil yang melaju dari halaman rumahnya terdengar sampai kamar Theo.

Dirinya sedang memikirkan tiga perempuan saat ini.
Ibu,
Marsya,
dan perempuan yang terkena jus jeruk.
Aurel Anasera Andien.
Sempat-sempatnya si penumpah ini membaca name-tag Aurel.
Tanpa merenung panjang, ia pun bergegas membawa motor besarnya menuju SMA Negeri 01.

•••

"Buka buku paket halaman 71. Mulai belajar dari sekarang, minggu depan kalian ada ujian praktek menjelang akhir tengah semester."
Perintah Ibu Sukma, menggema dikuping murid-muridnya.

Minggu depan sudah ujian praktek kimia, sedangkan Aurel belum menyiapkan apa-apa.

Seperti biasa, bel istirahat akhirnya berbunyi kencang, yang disambut riuhan dan sistem-gerak-cepat murid untuk mencapai kantin.

Baru saja Aurel hendak mengeluarkan novel yang ingin ia tamatkan hari ini, seseorang muncul dari balik pintu.

"Ini, jus jeruk. Buat pengganti kemarin gue numpahin di rok lo," Theo berbicara.

Untuk beberapa detik Aurel mengernyit.

"Untuk apa? Kan sudah kumaafkan," responnya dengan sedikit senyuman.

'allahuakbar, manis banget.'

"Enggak apa-apa, gue malah marah kalau lo sampe gak nerima. Makasih, ya. Nomor gue udah disimpan." ujar Theo kembali dengan senyuman khasnya yang serupa dengan Chesire-Cat. Sangat amat lebar, mungkin jika Aurel memasukkan kepalan tangannya kedalam mulut Theo, tangan itu akan masuk saking lebarnya.

"Makasih."

"Temen lo yang namanya Ratna itu, kok gak ada?"

"Ratna lagi sakit tifus. Nanti aku mau nengok, dia di rawat."

"Gue boleh ikut?"
Satu pertanyaan tiba-tiba terlontar begitu saja dari mulut Theo.

"Boleh aja,"

"Alhamdulillah ya Allah,"
pekik Theo yang mendapat cengiran dari gadis lawan bicaranya.

"Yaudah, yuk. Gaada temen lo, kan. Gue juga sama, si kunyuk Ardi sama Alfi lagi di skors. Temenin gue, yaaaa. Please,"

"Hah? Emang gak apa-apa?"

"Gak apa-apa nya gimana, Aurel? Ya ndak papa. Kan gue juga lagi kosong,"

"Oke, makan aja, ya."

"Ya lo kira kita di kantin mau apa? Mau salto?"
————————————————————

ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang