Cerita ini dimulai setahun setelah kami berdua bertemu.
Saat ini kami sudah sibuk menjadi senior di sekolah kami. waktu sudah terlalu lama berlalu. Tapi masih saja aku tak pernah punya nyali untuk mengatakan semuanya pada Nadira. Sialnya,walau sudah setahun kita bersama sebagai sahabat, wajah nadira masih mengagumkan,seperti saat kita pertama bertemu dulu.Bel istirahat pertama berbunyi, di hari selasa di panasnya bulan september. Nadira duduk dibangkunya sembari membaca novel dan mendengar musik dari earphone kesayangannya. Sama seperti saat pertama kali kita bertemu dulu.
"Hei sibuk baca?"
"Emang kamu kira aku ngapain?" Dia memicingkan matanya padaku.
"Ngupil" jawabku spontan dan langsung mendapat cubitan manja dari Nadira.
"Ingat nggak,bahwa hari ini adalah tepat satu tahun yang lalu kita ketemu?"
"Hari ini?" Dia nampak nggak menyangka dengan pernyataanku tadi.
"Iya"
"Kok kamu bisa seingat itu? Padahal aku udah lupa loh".
"Lah mau gimana lagi,hari ketemu orang spesial pasti bakal kuinget terus"
Pipi Nadira memerah mendengar jawabanku. Pipi merah itu menambah manis wajahnya. 'Oh tuhan,kenapa kau bisa ciptakan mahluk sesempurna ini' aku bergumam dalam hati.
Dia memberi jeda agak lama untuk berkonsentrasi membaca bukunya,baru setelah ia mampu membalik 1 halaman ia berkata "kamu bisa aja ji menggodaku"
Keadaan kelas terasa sangat hangat. Memberiku ruang untuk mengagumi wajah ayu nadira yang tersinari mentari dibulan september. Nadira memang begitu, walaupun sudah setahun kami bertemu tapi pesonanya tak pernah luntur bagiku.
Tentang veno, dia sekarang memberiku banyak ruang untuk diriku mengeksplorasi pesona nadira. Bukan berarti menjauh, tapi dia bilang dia yakin kalau aku adalah pria beruntung yang bisa mendapatkan hati nadira. Bahkan dia mengatakan padaku,bahwa kalau saja ia tak bisa mendapatkan nadira, maka ia akan mengharapkan pria terbaik untuk menjaga nadira.
Aku bersyukur atas kepercayaan veno yang ia berikan padaku. Walaupun aku tak bisa mewujudkan semua yang ia katakan. Terkadang aku menyesal belum bisa mewujudkan semua omongan veno dikelas waktu itu,tapi apa daya, aku tak mau grusa grusu dan mengakibatkan hal yang amat fatal.
Selama itu juga veno mendesakku untuk segera menyatakan cintaku pada nadira dan selama itu juga aku selalu menolak desakan veno. Beribu cara ia lakukan untuk meyakinkanku,tapi beribu alasan yang membuatku tak percaya dengan omongannya.
Paling mentok aku hanya bilang "tunggu aja,belum saatnya" padahal aku sendiri tak tahu kapan saat itu datang.Beberapa hari setelah kejadian itu. Nadira berangkat kesekolah dengan wajah tertekuk,mungkin dia ada masalah di rumah pikirku. Aku terus berusaha menanyakan apa sebabnya ia nampak tak bersahabat di hari itu. Tapi ia tak pernah menjawab,dia hanya membisu seperti patung.
Ketika bel pulang berbunyi,aku segera menarik dia untuk ikut pulang denganku,saat aku mengeluarkan motorku dari parkiran sepeda motor wajahnya masih saja ia tekuk.
"Kamu kenapa sih?"
Tanyaku dengan rasa agak frustasi."Enggak papa kok" jawabnya,jawaban yang sering di katakan cewek ketika mereka sedang merasa 'ada apa apa'.
Aku mengelus helmku,berusaha menerbitkan kembali senyum nadira. Kulongokan kepalaku memandang keluar gerbang sekolah. Kulihat ada penjual makanan disana.
"Mau makan?"
"Enggak" dia menjawab dengan muka yang masih ditekuk.
Aku menarik tanganya mengisyaratkan dia untuk segera naik kemotorku,diapun menurut dan segera duduk diatas jok motorku. Kubawa ia keluar gerbang sekolah,setelah sampai di pinggir tukang siomay,kuparkirkan motorku tepat disebelah gerobak siomay itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
Teen Fictionsebuah perjalanan cinta yang penuh lika liku yang terjadi diantara aji dan nadira,dimana kepengecutan aji tak pernah membuatnya mendapatkan hatinya nadira dan sampai sampai ia harus mengalah pada adrian seorang superstar basket disekolahnya yang mam...