Bagian 2 - Isyarat

18 2 0
                                    

Keesokan harinya, 8 Maret 1942 Indonesia lepas dari Belanda. Namun, Jepang memulai perbuatan kejinya kepada bangsa ini dan menyebarkan pasukannya ke seantero Indonesia.

Asep dan semua rakyat pribumi kembali ke balik jeruji besi. Lalu ia melihat orang yang memberikan senjata kepadanya tempo hari itu berjaga di pintu masuk ruang tahanan. Seiring berjalannya waktu, Asep mengetahui banyak hal soal pria ini. Namanya Ahn Jae Seok. Rupanya ia berasal dari negara seberang bernama Republik Korea yang pada saat itu juga sedang dijajah oleh Sang Negeri Matahari Terbit. Ia dipaksa menjadi salah satu kepala tim bentukan Jepang untuk menjajah negara-negara Asia. Atas ketangkasannya melawan Jepang saat di negaranya, Jepang mengindahkan pandangannya terhadap pria ini. Maka dengan kejinya, Jepang menculik seluruh keluarganya dan mengancam akan membunuh mereka apabila Ahn tidak mau mengabdi kepada Jepang. Tak ada pilihan lain, ia pun menyerah dan mengikuti perkataan Letnan Jenderal Jepang pada saat itu; Imamura.

Namun, atas kecerobohan Ahn membebaskan Asep dari balik jeruji untuk membantunya membuat Ahn terkena hukuman dan diturunkan pangkatnya menjadi kepala penjaga tahanan perang. Di sana perilaku Ahn sangat berbeda dengan penjaga lainnya. Ahn sangat menghormati Asep dan tahanan yang lain, meskipun mereka adalah seorang tahanan perang. Malah pernah suatu hari Ahn menyeludupkan makanan untuk para tahanan. Sesekali ia berbincang dengan Asep, belajar berbahasa Indonesia dan juga bahasa Sunda. Namun ia tak pernah menceritakan soal negaranya, mungkin pilu baginya. Asep mengerti perasaannya, maka ia tak pernah menanyakan soal kampung halamannya. Ahn seringkali membocorkan rahasia-rahasia Jepang kepada Asep, juga memberikan kabar keadaan di luar jeruji.

Andhini, awalnya ia membenci Ahn atas perbuatannya mengembalikan kakaknya ke balik jeruji besi. Meski kakaknya selalu menceritakan kepadanya bahwa Ahn tidak seperti yang mereka kira sebelumnya, Andhini tetap menutup hatinya. Namun seiring dengan waktu, dinding terkuat pun bisa rubuh. Ahn selalu menghormatinya setiap kali ia pergi menjenguk kakaknya. Bahkan ia menegur penjaga yang melecehkan Andhini. Pertahanan dirinya atas rasa benci kepada penjajah pun memiliki lubang, dan ia membuat pengecualian atas rasa bencinya itu kepada Ahn. Bahkan ia memanggil teman kakaknya itu dengan nama pribumi; Wira yang berarti kesatria.

Semakin hari, Wira semakin membenci Negeri Matahari Terbit. Propaganda yang mereka lakukan selalu membuat ia muak, namun ia sembunyikan perasaan itu. Tujuan Wira adalah untuk menghancurkan Jepang dari dalam dagingnya. Ia mengatakan hal ini kepada Asep, dan berdua mereka membentuk rencana untuk membebaskan semua tahanan perang yang ada di sana. Rasa benci Wira terhadap penjajah semakin menjadi, ditambah lagi ia yakin para tahanan perang juga memiliki rasa yang sama dengan perasaan rakyat-rakyat di kampung halamannya yang juga dijajah oleh Jepang.

Maka rasa cintanya terhadap Indonesia pun tumbuh.

Senja sudah berganti malam. Entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu menanti malam tiba, dengan sesekali melihat ke arah pintu. Beberapa saat kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu, lalu seorang tentara Jepang masuk "Pak, ada yang ingin menjenguk tahanan." Katanya. "Suruh dia menghadap saya." Jawab Wira. Ternyata Andhini yang datang untuk menjenguk kakaknya dan membawa makanan untuk Wira. Mengingat Wira kini merupakan kepala penjaga para tahanan perang, para tentara pun mewajarkan hal itu. Para tentara mungkin berpikir bahwa makanan itu merupakan "suap" untuk Wira agar memperlakukan Asep dengan baik. Padahal sebenarnya Wira sudah berpihak kepada rakyat Indonesia yang sangat ingin merdeka.

Namun ada yang aneh pada malam itu, jantung Wira berdegup kencang kala Andhini tiba. Dengan matanya yang cokelat, gigi gingsul, lesung di pipi, dan rambut yang selalu dicepol membuat Wira tak bisa memalingkan pandangannya dari gadis manis adik dari kawannya itu. Ditambah lagi perhatian yang ia berikan kepada Wira akhir-akhir ini memang membuat Wira terkagum-kagum oleh pesona Andhini. Sebisa mungkin Wira menyangkal perasaannya itu. Namun yang namanya hati tidak pandai berbohong. Pada malam ini, rumah tahanan perang tidak semencekam biasanya. Dengan berjalannya waktu, ternyata semesta telah melekatkan hati Wira kepada seorang pribumi.

Sejiwa : Sejalur dengan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang