[4] Hantu

83 14 5
                                    

Sorenya Eric berpamitan untuk pulang. Sejak tadi pagi sebenarnya ia sudah dicari oleh ayahnya.

"Aku akan dikunci kalau tidak pulang sekarang," ia duduk dengan tangan kanannya yang menopang dahinya, wajahnya terlihat sangat pasrah.

"Aku tidak memintamu untuk ditemani."

Seketika ia langsung duduk tegap dengan tangan menyilang dan menatapku heran. Aku sendiri masih tidak bisa melakukan banyak gerakan. 

"Hey,  paling engga beri aku pujian kek,  aku sudah nungguin orang sakit yang hidup sendirian di kota ini."

"Apa mereka tau?" ucapku tanpa melihat kearah Eric.

"Orang tuamu?"

Aku mengangguk.

"Tentu saja tidak," jawabnya singkat dan kepalaku langsung dipenuhi banyak pertanyaan. Mana mungkin kejadian seperti itu tidak disiarkan ke publik.

"Mau tau kenapa? Karena pemerintah kota sedang berupaya menutupi..."

Kalimatnya terjeda ketika dari pintu terdengar suara ketukan. Beberapa saat kemudian seorang perawat masuk dengan membawakan nampan berisikan makanan untuk orang sakit. Ia menaruhnya di atas meja.

"Jangan lupa dimakan ya," kata perawat itu yang hanya kubalas dengan senyuman kecil, setelah itu ia berjalan keluar.

Perawat itu keluar dengan menutup pintu kamar kembali, tapi Eric masih memandangi pintu yang sudah tertutup itu selama beberapa menit.

"Kemarin saat kau dibawa kesini ada orang yang datang," ucapnya yang tiba-tiba mengarah padaku.

Aku hanya menaikan alisku dan ia kembali menjelaskan. "Orang itu kemari seperti ingin bertemu dengan keluargamu,  tapi sayangnya yang ia temui hanya aku. Aku berpura-pura jadi saudaramu hehehe," ia terkekeh disela penjelasannya.

"Aku hanya bilang,  orang tuamu tidak disini dan kebetulan saat itu aku hendak mengabari ibumu, tapi dia memintaku untuk sebaliknya. Tawarannya ia akan membiayai perawatanmu sampai benar-benar sembuh. Ia bahkan membuat surat perjanjian,  aku meletakannya di dalam laci meja. Kau yang harusnya menandatanganinya. Mungkin karena itu juga kamu mendapat kamar VIP sekarang."

Setelah menjelaskan, ia berdiri lalu mengambil jaketnya yang tergantung dibahu kursi. "Aku pulang dulu."

"Eric,  bisa aku pinjam jaketmu? "

Eric menoreh kearahku,  tanpa banyak tanya, ia begitu saja menaruh jaketnya disampingku.

"Aku ga tau apa rencanamu,  tapi... semoga beruntung."

Eric langsung melangkah pergi menjauh,  aku masih melihatnya sampai tubuh jangkungnya hilang dibalik pintu.

Rencana?  Aku hanya ingin mencari udara segar. Aku sudah lumayan mengumpulkan tenaga dari tadi hanya untuk sekedar mengendap-endap keluar dengan jaket milik Eric sambil mencangklong kameraku.

Aku tadi melihat dari jendela kamarku kalau disamping rumah sakit ada taman dan sekarang aku benar-benar ditempat itu. Aku lihat kebanyakan pengunjung taman ini juga pasien dan keluarganya.

Taman ini ramai di semua sudutnya, tapi aku lebih suka di tempat yang sepi. Dipinggir taman itu ada tempat yang  tertutupi semak-semak tinggi dan pepohonan besar. Entah tempat seperti apa dibaliknya. Rasa penasaranku membawa kakiku berjalan ke tempat itu.

Langkahku berhenti begitu menyadarinya,  tempat itu adalah tempat peristirahatan terakhir seseorang dari puluhan tahun yang lalu. Batu nisannya masih berbentuk unik.

Sepertinya sekarang sudah dijadikan peninggalan sehingga dibuat pagar khusus juga sebuah gapura untuk menamai tempat itu.

Aku mulai membuka kameraku, menekan tombol hitam dengan titik merah. Aku memulai sebuah video. Aku berjalan kembali dengan melihat dari layar kamera.

Di samping pagar tempat itu ada trotoar kecil dari bata yang tersusun rapi.  Terdapat beberapa bangku taman sisi jalan.

Aku hanya berjalan biasa hingga ada hal yang mengagetkanku.

Ada wajah seseorang yang tiba-tiba berada didepan lensaku. Reflek aku langsung mundur kebelakang dan orang itu hanya tertawa.

Ia mengenakan baju putih dengan rambut pirangnya yang digerai. Seseorang terlihat seumuran denganku.

"Siapa kamu, apa kita pernah bertemu ? " tanyaku dengan nada agak kesal padanya.

"Aku?" ia lalu meletakan jari telunjuknya di bibir dan terlihat sedang berpikir.

"Hantu."

Ia berkata sembari menujukan gigi rapat dan mulut lebarnya.

Meskipun aku tak percaya hantu,  tapi seketika kakiku mengambil langkah mundur kebelakang.

Aku langsung mengambil kameraku dan mengarahkan lensa padanya. Dengan jelas ia masih terlihat dalam layar, seharusnya aku tak perlu sepanik ini.

Mataku langsung mengarah kekakinya, ia juga mengikuti arah pandanganku dan langsung tertawa lebih keras dari sebelumnya.

Apa-apaan refleksku tadi,  toh kakinya masih napak dan jelas ia masih memakai sandal. Ia juga muncul dilayar kamera.

Aku benar-benar dikerjain sama orang yang belum aku kenal.

"Kamu percaya? Hahaha... Lucu sekali."
.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ThyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang