Eric meletakan rensel Nina di sofa ruang tamu, sedangkan Nina sendiri sudah naik ke kamarnya bersama Seno dan juga Risa. Tinggalah Eric menunggu di ruang tamu sendirian, sampai Ceye datang membawa minuman kaleng.
"Minum dulu, adanya cuma ini" Ceye duduk di sebrang meja depan Eric.
"Gapapa om, maaf ngrepotin"
"Om yang minta maaf, ngrepotin kamu terus sama Risa" Ceye mengusap wajah lelahnya. Eric yang sedang minum hampir tersedak.
"Jangan ngomong gitu lah om, namanya juga bantu temen" ucap Eric. "Lagian Nina juga gak tiap hari ngrepotin, cuma kadang manja aja gitu" Eric tertawa, begitu juga dengan Ceye.
"Kamu suka ya sama Nina?" bagai disambar petir, Eric mematung mendengar pertanyaan Ceye.
Ceye yang melihat ekspresi Eric tertawa tanpa suara, "Jadi bener nih?"
"Eng-gak kok om, si om ada-ada aja" Eric tertawa canggung. Ceye masih terkikik.
"Dari semua temen cowoknya Nina, cuma kamu yang om percaya. Om titipin Nina ke kamu, sama Risa" ucap Ceye, Eric tersenyum samar. Diam-diam dalam hatinya bangga karena mendapat kepercayaan dari Ceye.
**
Raka memutar-mutar ponselnya di antara ibu jari dan ibu telunjuknya. Ia sedang menimang untuk mengirimi Nina pesan. Ya, sejak pulang dari rumah Amalia belum ada pesan yang diterima maupun dikirimkan oleh salah satunya.
Kalau Nina alasannya sudah jelas, dia sakit dan terlalu malas bermain hape. Kalau Raka? Dia terlalu banyak berpikir. Pasalnya, seorang Raka sangat jarang berkirim pesan dengan perempuan. Apalagi yang baru dikenalnya pagi tadi.
"Bengong mulu minta kesambet lo?" Juan datang dengan dua gelas kopi, menyerahkan salah satunya kepada Raka.
"Gas lah kalo cocok mah" seolah mengerti apa yang Raka pikirkan, Juan menunjuk hape Raka dengan dagunya, lalu meminum kopinya.
"Gengsi ler" ucap Raka.
"Basi lo, cowok kok jual mahal" Juan mendendang kaki Raka pelan.
"Tapi cakep gak sih? Imut gitu" Raka tiba-tiba membayangkan wajah Nina yang bersemu merah tengah tersenyum.
"Si anying, bayangin yang enggak-enggak ya lo" Juan kali ini menendang kursi Raka sampai bergeser dari tempatnya.
Tapi Raka malah tersenyun tanpa menanggapi pertanyaan Juan. Membuat Juan bergidik.
"Yooon, temen lo ke sambet neh!" teriaknya.
Pak!
"Bangsat sakit!" keluh Juan saat Raka memukul kepalanya.
"Kambing lo" Raka bangkit dari duduknya, meninggalkan Juan yang masih mengusap kepalanya.
"Brisik banget, heran" Dion datang dari sebuah ruangan.
"Tuh si Atuy, lagi demen sama cewek"
"Siapa?" Dion duduk di kursi yang tadi ditempati Raka.
"Cewek yang tadi siang dibawa kesini, cakep si. Tapi masih 2 SMA" Juan meminum kopinya.
"Serius? Masih bocah dong" Dion tercengang.
"Lah kan si Atuy masih bocah juga" Juan tertawa di akhir kalimatnya.
"Iya sekolahnya doang. Lagian gue heran, muka si Yuta kaya gitu kenapa gak ada yang nyadar kalo dia udah tua?" Dion menggelengkan kepalanya.
"Dewasa kali Yon, kejam amat mulut lo"
"Lah kan dia yang palig tua di antara kita" tukas Dion, Juan mengangguk setuju.
"Tapi masih mending sih dia mau sekolah lagi, dari pada luntang lantung kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Perfect Daddy
FanfictionPernah bayangin punya papa yang ganteng dan ngehits? Kalau gue gausah bayangin, nyatanya papa gue ganteng seganteng personil boyband!