4. Charity

7.5K 326 2
                                    

Sudah sehari ini kami melakukan penggalangan dana di resto dan cafe milik papanya Alex berupa konser amal. Selain itu kami juga melakukan bazaar makanan dan minuman.

Memey, Siska, Wiwid dibantu Annisa dan Shinta yang bagian memasak makanan untuk bazaar.

Aku, Ayu, Rosa dibantu Mitha adikku membuat kue , sedangkan Ari, Deny dan Dewa menyiapkan minuman untuk dijual. Kami bekerja dengan cekatan dan gembira.

Keluarga kami mendukung penuh usaha ini. Bazaar makanan kami adakan di areal perkantoran dan sekolah, menumpang parkiran toserba milik orangtua Memey.

Malamnya setelah isya,  kami menggelar konser musik di resto dan cafe yang terletak di tengah kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malamnya setelah isya, kami menggelar konser musik di resto dan cafe yang terletak di tengah kota. Aku ikut serta meramaikan konser dengan memainkan biola kesukaanku dan menjadi back vocal bagi Rosa, Siska, Marco dan Ari.

" Iga, ini ada titipan buket bunga untuk kamu," kata Alex sambil menyerahkan rangkaian mawar merah jambu dan putih kepadaku.

Aku menerima sambil mengerutkan kening keheranan.

" Cie... Cie.. Cie... Iga... " ledek Ari

" Uhuuyy...... ", goda Sodiq

" Wah... Iga punya pengagum rahasia nih", kata Dewa cengar cengir.

"Aku yang vocalis sama Siska kok nggak ada yang kasih bunga ya.... ", kata Rosa protes.

Ramai teman-temanku sahut menyahut ngeledekku di belakang panggung.

"Gila...si Iga, dua hari ini dikirimin bunga terus", sahut Marco.

" Salah alamat kali, Marc, " jawabku pelan.

"Salah alamat kok sampe dua kali gitu", sahut Dion dan Frans berbarengan yang turut membantu dalam konser amal.

Kami ketambahan teman yang membantu dalam konser amal ini, Dion memainkan keyboard sedangkan Frans drum.

*************

                   *************

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alan Wibisono POv

Dengan cepat aku menyelidiki latar belakang Meidinda Rajingga Hapsari, mahasiswi ku yang sudah menjajah seluruh hatiku. Aku tahu tentang prestasinya yang sangat membanggakan semasa sekolahnya dulu. Aku tidak menyangka kalau dia lahir dan dibesarkan sebuah pulau kecil di Papua. Orangtuanya berasal dari Jawa dan menjadi pendatang di sana. Ayahnya kepala sekolah dan ibunya adalah ibu rumah tangga yang juga memiliki usaha catering dan toko baju di sana. Aku sempat mencuri dengar obrolannya di kantin saat bersama teman-temannya tentang kepulangannya saat liburan nanti. Ada sebuah program pengabdian dokter ahli di pulau itu, dan aku telah melamar untuk mengisinya selama beberapa bulan. Papua dan pulau kecil itu bukan tempat yang asing bagiku. Aku pun sempat merasakan bersekolah di sana saat Papah mendapat tugas di ibukota provinsi. Kami sempat menikmati liburan ke pulau kecil yang indah itu. Jadi aku sudah cukup faham kondisi di sana. Mungkin dengan mendaftar program ini, aku bisa mendekati Meidinda dan keluarganya.

" Kamu ikutan program pengabdian dosen itu, Lan ?"

" Iya, ada apa Ndi ?"

" Ambil dimana rencananya ?"

" Di Biak, Papua."

" Pulau karang itu, yang indah pemandangannya dan punya bandara internasional ?"

" Yup, betul sekali."

" Kok jauh sih, nggak ambil yang dekat-dekat saja."

" Udah terlalu mainstream, aku pengen yang kerja rasa berlibur, he..he..he.."

" Eh, ada lho mahasiswi kita asal sana," Eko temanku yang juga dosen muda menimpali.

" Oh ya ?"

" Iya, dia kayaknya ambil kelas kamu di anfis deh, Lan. Meidinda Rajingga, yang cantik dan pintar itu."

" Ooh...." Ucapku pura-pura tidak tahu, padahal mereka tidak tahu kalau data Meidinda sudah lengkap berkasnya di tanganku.

" Anaknya baik dan pintar. Sosok istri impian. Sayang dia terlalu judes dan dingin. " Seru Eko.

" Ha...ha...ha.. kamunya aja yang terlalu agresif, Ko. Coba lihat caraku mendekati dia pelan tapi pasti, sangat elegan. Anaknya memang lempeng banget sih, susah didekati sekaligus bikin penasaran. "

" Eh, pak Yudi sama bu Susi juga lagi bersaing dekati Meidinda lho." Febri teman dosen lain menimpali.

" Ah masa... Pak Yudi nyari istri kedua, trus Bu Susi untuk apa ? Dijadikan madunya begitu?", Tanyaku heran. Pertanyaan kunci disambut riuh tawa sesama dosen dalam ruangan.

" Ya nggak lah pak Alan. Bu Susi dan pak Yudi berlomba menjadikan Meidinda menantu untuk anak bujangnya. Anak pak Yadi lulusan STAN bea cukai dan anaknya Bu Susi penerbang angkatan udara. "

" Ooh... Begitu yah ?" Aku tersenyum miris. Ternyata sainganku banyak sekali. Meidinda, anak itu memiliki sejuta pesona bagaikan magnet yang menarik orang di sekitarnya. Padahal sosoknya sangat bersahaja, tapi rupanya itulah daya tariknya. Ah, semakin tersulut semangatku untuk mendapatkannya. Harus gerak cepat, dan susun strategi jitu yang efektif kalau begini. Ya Alloh, tolong restui niat baikku.

*****








Takdir Jingga (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang