Him - 1

23 9 9
                                    

"Terima kasih sudah mau menjadi cinta pertamaku."
-Ghenia Selvara Ringgana.

***

Pukul 10.00 wib, adalah saat dimana kantin SMA Delian akan dipenuhi oleh anak-anak kelaparan. Di meja paling ujung kantin, sudah diisi oleh siswi berkacamata yang cantik bernama Ghenia dan kedua temannya.

"Untung kita dapet tempat. Ini tumben kantin ramenya begini, udah kayak di pasar." Cerocos Sila, salah satu teman Ghenia.

"Gue kan jarang ke kantin, jadi gak terlalu tau gimana keadaan kantin kalo biasanya. Eh, tapi emang ada apa?" Tanya Ghenia.

Dina melotot, lalu menatap kedua temannya,
"Lo berdua gak tau kenapa nih kantin rame?"

Ghenia dan Sila menggeleng polos,
"Emang ada apaan, Na?" Tanya Sila.

"Ya tuhan. Itu loh, si ganteng. Tumbenan mau ke kantin, kan biasa temennya yang beliin dia makanan, makanya rame disini, lagi pada nungguin dia." Jelas Dina sambil meminum yogurtnya.

"Si ganteng?" Beo Ghenia. Ia sama sekali tidak tahu siapa 'si ganteng' yang dimaksud temannya.

"Lo gak tau?" Tanya Sila dan Dina berbarengan.

Ghenia menggeleng, lagi.

Sebelum bercerita, Dina menghela napas kasar,
" Nia sayang, makanya kalo di ajak ke kantin itu ikut. Jangan novel aja lo pelototin. Kan, jadinya gak tau informasi. Si ganteng itu, kak Sarga. Anak kelas XI Ips 2."

Ghenia masih diam, mengangkat bahu tidak peduli lalu melanjutkan kembali makannya yang tertunda akibat obrolan tentang 'si ganteng' yang sama sekali tidak ada manfaatnya.

Baru saja sesuap nasi goreng akan mendarat di lidahnya, suara teriakan histeris dari kerumunan siswi langsung memenuhi kantin. Ia kembali mengurungkan makannya dan menatap kerumunan itu dengan malas, dan semakin malas lagi ketika melihat kedua temannya bergabung di kerumunan itu.

Tak berapa lama, datang tiga cowok ganteng incaran sekolah. Dua diantaranya, Ghenia kenal. Itu kak Danu dan kak Rinal dari kelas XI Ips 2. Dan satunya lagi, Ghenia tidak mengenalnya. Cowok berkacamata itu belum pernah Ghenia lihat, selama ia bersekolah 3 bulan di SMA Delian.

Lama Ghenia memerhatikan cowok itu, entah mengapa, ia jadi tertarik padanya. Ia merasa jantungnya berdegup kencang ketika melihat senyum yang memerlihatkan lesung pipit cowok berkacamata itu, walaupun senyum itu bukan untuknya. Melihat senyum cowok itu, membuatnya ingin tersenyum juga.

Kedua temannya menghampiri Ghenia, Sila tersenyum jahil, ia membisikkan sesuatu pada Dina, yang dibalas anggukan. Pelan tapi pasti, Sila berdiri di belakang Ghenia, lalu ia menghitung dari satu sampai tiga, dan-

"DORRR-"

"EH GANTENG!" Ucap Ghenia dengan mata melotot.

Hening.

Seketika kantin hening mendengar teriakan Gheina, mereka lalu menatap sumber suara. Ghenia sangat malu. Apalagi, orang yang dia sebut ganteng juga ikut menatapnya dengan satu alis terangkat.

Gheina menyengir, lalu merapatkan kedua tangannya dan menaruh di depan dada, pertanda minta maaf. Lalu ia menoleh kepada dua temannya.

"Ck, bikin malu lo berdua, malesin banget. Libur nyontek di gue 1 bulan." Kesal Ghenia.

Sila gelagapan,
"Yah yah, jangan gitu dong. Ghenia cantik, kita minta maaf yah, dimaafin dong. Ghenia kan baik hati, murah senyum, ramah, pinter-"

"Kalo urusan nyontek-menyontek aja, baik- baik lo sama gue. Sok muji-muji lagi, biasanya juga gak pernah." Ghenia cemberut.

Sila menyengir, sementara Dina menatap Ghenia serius,
"Siapa yang lo bilang ganteng tadi, Ghen?" Tanya Dina.

"Eh..eee itu, eee...itu-"

"Jujur!" Paksa Dina.

"Mmm....itu, yang pake kacamata yang duduk di dekat kak Danu sama kak Rinal." Cicit Ghenia.

"Kak Sarga?" Tanya Sila.

"Ehh? Namanya Sarga?" Tanya Ghenia sambil tersenyum karna mengetahui nama cowok kacamata berlesung pipit itu.

Dina menatap Ghenia, lalu mengangguk.

"Gue ke kelas duluan." Pamit Dina. Lantas ia berlari ke kelas.

"Ck, ngambek deh. Lo sih, Ghen, Kenapa jujur?" Decak Sila.

"Ha? Emang kenapa, Sil?" Tanya Ghenia polos.

"Lo bener-bener dah, jadi temen. Dina itu suka sama kak Sarga dari awal masuk sekolah. Gimana, sih?"

"Hah? Duh...mmm, gimana dong?" Panik Ghenia.

"Lo udah selesai makannya? Ayo, kita susulin si Dina." Ajak Sila.

Ghenia mengangguk cepat, lalu mengikuti langkah Sila menuju kelas. Dia menyempatkan menoleh ke belakang untuk melihat 'si ganteng'.

Kak Sarga...

***
Sesampainya di kelas, Ghenia melihat Dina sedang bermain handphone. Pelan-pelan Ghenia menghampiri Dina, mengambil duduk di sebelahnya.

Dina menoleh, tetapi langsung memalingkan muka lagi.

"Dina....maafin gue, ya. Gue gak tau kalau lo suka sama kak Sarga. Gue minta maaf. Jangan diemin gue." Mohon Ghenia.

Tidak ada jawaban.

Ghenia menatap Sila, meminta bantuan. Tetapi, yang ditatap malah menggeleng polos. Rasanya ingin Ghenia tendang Sila dari situ karna tidak membantu sama sekali.

Ghenia menghela napas, lalu menatap Dina.

"Din? Gue gak bakalan suka sama kak Sarga. Jangan marah sama gue." Pinta Ghenia.

Dina menoleh, lalu tersenyum,
"Gak papa. Lo boleh suka sama kak Sarga. Kita saingan sehat, ya?"

Ghenia menganga.
"Hah? Lo serius?"

Dina mengangguk yakin. Lalu meminta Ghenia maju, dan Dina langsung memeluk Ghenia erat.

"Kita emang baru temenan, baru kenal, baru deket. Tapi, gue gak mau pertemanan, perkenalan, kedekatan kita hancur cuma gara-gara cowok. Kalo suka sama satu cowok, emang kenapa? Gak ada salahnya, kan? Kita bisa saingan sehat." Tutur Dina seraya melepaskan pelukan mereka berdua.

Ghenia mengangguk, lalu tersenyum. Sila cemberut, karna tidak diajak pelukan oleh kedua temannya.

"Gue gak diajak?" Tanya Sila.

Dina dan Ghenia tertawa, lalu mengajak Sila untuk berpelukan.

"Makasi udah mau jadi temen gue, makasi udah ngertiin gue, gue sayang kalian berdua." Kata Ghenia.

Sila dan Dina mengangguk sambil tersenyum.

●●●


Him.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang