"Menatapmu adalah salah satu caraku untuk mengagumi karya tuhan."
-Ghenia Selvara Ringgana.●●●
"Bentar." Kata Ghenia dan berlari keluar kelas. Teman-temannya hanya saling menatap karna tidak mengerti.Ghenia menelusuri koridor kelas XI Ips untuk mencari kelas Sarga. Kemudian ia melihat tulisan 'XI Ips 2', Ghenia langsung mengetuk pintu. Tak berapa lama, keluar cewek cantik yang beberapa hari lalu mengelap keringat Sarga di lapangan basket. Ghenia meneguk ludah dengan kasar.
"Nyari siapa?" Tanya cewek tersebut. Ghenia melihat cewek tersebut memegang kertas, yang dimana terdapat nama panjang cewek itu. Astrid Jelanna Faria, itu adalah nama panjangnya.
"Lo mau nyari siapa? Atau cuma iseng ngetuk pintu kelas orang?" Tanya Astrid. Ghenia langsung menanyakan apakah ada Sarga di dalam, Ghenia ingin segera bertemu Sarga.
Astrid melihat Ghenia dari atas ke bawah, tatapannya menilai, "Ada urusan apa lo sama Sarga?" Tanyanya seraya mengangkat sebelah alisnya. Ghenia meneguk ludahnya sambil memejamkan mata, seperti sedang menelan batu. Sangat susah.
"M-mau ambil handphone gue, kak." Cicitnya. Astrid mengerutkan dahi, lalu masuk dengan membanting pintu kelasnya. Ghenia kaget setengah mati. Kemudian, orang yang di cari Ghenia keluar bersama kedua temannya.
"Ghenia? Aduh sorry gue lupa kembaliin handphone lo tadi. Maaf ya, hehehe" Sarga mengeluarkan handphone Ghenia sambil cengar-cengir. Ghenia menerima handphonenya seraa menunduk, tak berani melihat wajah tampan yang sedang menatapnya itu.
"Oh iya, sorry juga tadi gue minta nomor lo gak bilang-bilang. Gue juga udah simpen nomor gue di handphone lo. Gapapa kan?" Tanya Sarga. Ghenia mengangguk, peluangnya yang ingin dekat dengan Sarga semakin besar.
"Ngapain lo ngajak gue keluar kalo gitu, Ga?" Tanya Rinal yang diangguki Danu. Dua manusia itu seperti ingin mengumpati Sarga, tetapi mereka menahannya karna disana ada Ghenia.
"Hehe, biar lo berdua gak tidur terus." Jawab Sarga enteng. Rinal langsung masuk ke kelas dengan membanting pintu. Danu pun ikut-ikutan. Sebelum masuk, Danu mengeluarkan candaan memgelikannya.
"Jahat kamu, bang. Bangunin anak gadis yang terlelap itu dosa loh," Danu berkata dengan suara yang dibuat-buat. Lalu ia ikut masuk ke kelas. Pecah sudah ketawa Ghenia. Sarga yang sedang menatap ngeri ke pintu kelas seketika menatap Ghenia yang sedang asyik terbahak. Tanpa sadar, Sarga tersenyum.
"Yaampun lucu banget kak Danu." Kata Ghenia seraya mengelap matanya yang mengeluarkan air akibat tertawa berlebihan.
"Lo makin cantik kalo ketawa." Ucapan Sarga membuat Ghenia membeku seketika. Hampir saja handphone di tangannya jatuh.
"Gue masuk ya? Lo mau di anter ke kelas?" Tanya Sarga. Ghenia menggeleng dengan kaku. Masih membeku. Sarga terkekeh seraya mengacak rambut Ghenia. Lalu masuk ke kelasnya. Ghenia merosot ke lantai. Tak tahan dengan kelakuan Sarga tadi. Ia memegang dadanya. Disana, jantungnya sedang berdegup dengan sangat kencang.
***
Ghenia berjalan lesu kebawah. Baru saja, bundanya memanggil dari bawah. Dan Ghenia yakin 100% jika bundanya memanggil karna ingin meminta bantuannya.
"Apa bun?" Kata Ghenia ketika sudah sampai di bawah. Bundanya itu sedang sibuk menonton drama korea yang sedang tayang di salah satu stasiun televisi.
"Tolong ambil baju laundry di tempat biasa bunda ngelaundry ya, sayang. 'Maya Laundry' namanya. Bunda capek banget abis meeting tadi. Naik taksi online ya, hehe..." Ghenia menganga. Ya ampun, siang-siang begini ia disuruh keluar rumah.
"Panas, bunda. Ghenia males," Rengek Ghenia. Bundanya malah menatap sendu anaknya.
"Kalo semua bunda yang kerjain, bunda bisa kecapekan. Terus bunda sakit. Kalian urus diri sendiri deh kalo bunda sakit. Ini cuma disuruh gini doang, udah ngeluh. Belum aja kamu disuruh cari uang, nak." Ghenia menghela napas. Kalau sudah begini, ia tidak bisa menolak. Terpaksa ia ke atas untuk berganti baju dan bersiap-siap mengambil baju laundry.
"Ambil uang di kamar bunda ya, nak. Udah bunda siapin uangnya di laci meja rias." Teriak bunda dari bawah.
Ghenia menggeram, "Iya!"
***
"Mau nangis gue, panas banget." Ghenia memgeluh. Dengan menenteng dompet kecil milik bundanya, ia memasuki tempat loundry tersebut yang bernama 'Maya Laundry' Ia mendesah pelan ketika masuk, karna terdapat AC yang segera menyejukkan tubuhnya.
"Eh, anaknya mbak Ghaida ya, dek?" Ghenia menoleh kepada perempuan berusia sekitar 35 tahun. Perempuan tersebut mendekatinya.
"Iya kan? Anaknya mbak Ghaida? Mirip soalnya, hehe.." Cengengesnya. Ghenia hanya tersenyum sambil mengangguk.
"Nama saya Maya, adik kelas mamamu pas SMP, sekaligus pemilik tempat laundry ini. Ada kan namanya di depan. Ya, kan? Yang gede itu loh. Nama saya ada di spanduk depan." Baru pertama kali bertemu, Ghenia yakin, orang yang katanya adik kelas bundanya ini orang yang cerewet.
"Hehe, iya tante." Jawab Ghenia sopan.
"Aduh, muka saya setua itu ya, sampe di panggil tante? Kakak aja lah. Mbak juga boleh, atau nama aja? Kita sebelas-duabelas soalnya hehe.." Ghenia hanya mengangguk, malas menanggapinya.
"Eh cantik, namanya siapa dah? Kita belum kenalan btw. Mirip ya kamu sama mamamu. Manggilnya mama, bunda, umi, mommy, mami, atau ibu?" Cerocos Maya.
"Ghenia, kak. Manggilnya bunda." Jawab Ghenia singkat.
"Wahhh, namanya bagus ya. G juga awalannya, kaya bundanya. Muka udah kembar, nama juga hampir kembar." Cerocos Maya lagi.
Bunda, bantu Ghenia ngehadapin tante-tante mulut petasan ini. Batin Ghenia.
***
Jam sudah memasuki pukul 17.30. Tak terasa sudah sekitar 3 setengah jam Ghenia berada di tempat laundry itu. Sedari tadi, ia ingin pamit pulang. Tetapi selalu di tahan oleh Maya karena Ghenia harus mendengarkan 'dongeng' darinya terlebih dahulu.
"Gitu deh. Sampe sekarang kakak deket sama bundamu. Padahal dulu kakak jahat sama bundamu gara-gara cowok yang kakak suka malah suka sama bundamu."
"Hehe.." Hanya itu yang bisa Ghenia jawab.
"Eh udah sore, kamu mau pulang ya? Kakak anter ya, sekalian mau pulang juga, udah waktunya laundry tutup. Kuy!!! Ntar bajumu kakak ambilin dulu."
"Ehhh, gausah kak. Ghenia bisa pulang sendiri."
"Udahlah, kakak juga sekalian pulang kok. Oke?!" Maya sangat bersikeras ingin mengantar Ghenia. Ghenia akhirnya pasrah. Ia kemudian izin keluar ingin melihat pemandangan sore.
Suhu lumayan sejuk. Ghenia duduk di salah saru kursi di samping pintu masuk. Ia melihat lalu-lalang kendaraan. Melihat sekeliling, ternyata disini banyak toko. Mulai dari toko roti, toko buah, toko es krim, toko buku, tempat laundry milik Maya, dan sebuah butik di sampingnya. Ngomong-ngomong tentang butik, Ghenia dulu ingin sekali memiliki butik sendiri, karena ia sangat suka mendesain baju dan menjahit. Ia ingin memiliki butik sendiri, yang akan diberi nama 'Ringgana', marganya. Seperti butik di sebelah tempat laundry ini. 'Arsara', seperti nama marga sebuah keluarga. Dan-
Tunggu, Arsara? Nama yang tidak asing di telinga Ghenia. Ia memerhatikan butik itu dengan seksama. Nama butik itu membuat Ghenia berpikir keras, apakah ia mengenal nama itu? Tak berapa lama, keluar seorang pria jangkung berkacamata yang sangat Ghenia kenal.
Sarga.
Ghenia membeku, dugaannya benar. Ia mengenal nama itu, yang tak lain dan tak bukan adalah nama Sarga, yaitu Sarga Firdaus Arsara. Segera Ghenia berlari memasuki tempat laundry milik Maya.
●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Him.
Teen FictionSarga, namanya, siswa kelas XI yang menjadi salah satu most wanted SMA Delian. Berwajah rupawan yang dihiasi kacamata, pandai bermain basket dan memiliki badan atletis, siapa yang tidak tertarik padanya? Termasuk siswi cantik kelas X yang mengenakan...