Him - 2

23 6 1
                                    

VOTE SEBELUM BACA CERITANYA

♡♡♡

"Kyaaa...kak Sarga ganteng bangettt." Jerit Ghenia yang diangguki kedua temannya.

Ya, sekarang di kelas X-5, kelas Tiga sekawan itu sedang jamkos. Mereka memutuskan untuk keluar kelas. Disaat mereka keluar, mereka melihat Sarga, Danu dan Rinal sedang bermain basket di lapangan.

"Ehh..nunduk! Kak Sarga ngeliat ke atas." Suruh Sila. Mereka serempak nunduk dengan mata melotot, takut ketahuan. Ghenia mengintip di pembatas balkon, melihat apakah Sarga masih melihat ke atas atau tidak.

"Huhh...udah gak." Kata Ghenia sambil mengelus dada. Sila dan Dina langsung berdiri.

Mereka kembali melihat Sarga bermain basket sambil senyum-senyum sendiri. Tak berapa lama, datanglah para orangtua kelas X dan XI. Memang, orang tua kelas X dan XI akan mengadakan rapat dengan guru, entah apa yang dibahas. Mereka kecewa melihat Sarga, Danu, dan Rinal berhenti bermain basket karna sedang mencari orangtua masing-masing.

"Ck, ayolah. Kita cari nyokap masing-masing." Ajak Sila.

Disaat mereka jalan, handphone Ghenia yang berada di kantung roknya berdering. Ghenia mengambilnya, dan tertera nama Bunda disana.

"Ehh, kalian duluan deh. Bunda nelfon soalnya." Kata Ghenia. Sila dan Dina mengangguk, lalu melanjutkan jalannya mencari orangtua masing-masing. Ghenia mengangkat telfon bundanya.

Bunda

"Assalamualaikum, bunda?"

"Waalaikumsalam, Nia? Maaf bunda gak bisa dateng, bunda ada urusan penting, gak bisa ditinggal. Bunda udah minta tolong mas Zian buat dateng gantiin bunda. Kamu cari mas Zian di depan , ya? Biar dia gak pusing nyariin kamu nanti, ok?"

"Yah, okedah bun. Nia cari mas Zian dulu ya?"

"Ok. Bunda tutup ya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Pip. Telfon mati.

Ghenia mulai melangkah keluar sekolah untuk mencari kakaknya. Sesampainya di luar, ia melihat Dina dan Sila sedang menyimak obrolan orangtuanya. Ghenia menghampirinya.

"Siang, tante-tante." Sapa Ghenia ramah sambil menyalimi ibu Dina dan ibu Sila.

"Ehh, Ghenia. Makin cantik aja. Lama gak main ke rumah. Bunda mana? Belum dateng?" Tanya ibu Dina, sementara ibu Sila hanya mendengarkan sesekali tersenyum.

"Mmm..bunda gak bisa hadir, ada urusan. Jadi mas Zian yang bakal wakilin bunda. Ini, Nia lagi nungguin mas Zian." Ujar Ghenia.

"Ohh, gitu. Yaudah, kita masuk dulu ya? Gapapa kamu disini sendiri?" Tanya ibu Dina ragu.

"Eh? Gapapa kok tante. Tante masuk aja. Udah mau dimulai juga rapatnya." Jawab Ghenia ramah.

"Kita masuk ya, nak?" Kini giliran ibu Sila yang bicara.

Ghenia mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Ibu Sila masuk diikuti Ibu Dina. Dina dan Sila mencubit pipi Ghenia sebelum masuk.

"Sakit..."ringis Ghenia sembari memegang kedua pipinya yang memerah akibat dicubit dua temannya.

"NIA!" Teriak seorang cowok yang baru saja keluar dari mobil. Cowok tersebut juga memakai kacamata sama seperti Ghenia.

Ghenia menoleh, lalu tersenyum ketika tau jika yang memanggilnya adalah orang yang dia tunggu. Ia melambaikan tangan ke arah kakaknya. Zian pun mendekat ke arah adiknya.

"Kok lama, sih?" Tanya Ghenia.

"Maaf tuan putri. Tadi mas isi bensin dulu, ngantri." Jelas Zian.

"Ohh...yaudah, ayo. Rapatnya udah dimulai. Mas, tau Aulanya kan?" Tanya Ghenia.

Zian menyentil dahi Ghenia,
"Kan mas alumni SMA Delian."

Ghenia yang awalnya mengaduh karna disentil, kini menyengir. Ia lupa, bahwa kakaknya itu lulusan di sekolahnya.

"Nia ke kelas ya mas. Bye, nanti kalo udah selesai rapat, chat aja ok." Kata Ghenia.

Zian hanya mengangguk, lalu bergegas menuju Aula SMA Delian.

Satu setengah jam kemudian, rapat selesai. Ghenia kebingungan karna kakaknya belum juga mengirimkan pesan. Padahal, sebagian orangtua dengan murid sudah meninggalkan sekolah.

"Aish...mas Zian mana, sih?" Gerutu Ghenia. Ia terpaksa keliling sekolah sendirian mencari kakaknya. Sementara Dina dan Sila sudah pulang terlebih dahulu bersama orangtua masing-masing.

Di kejauhan, Ghenia melihat kakaknya sedang mengobrol dengan seseorang. Sangat akrab.

"Itu mas Zian kan? Dia ngomong sama siapa ya?" Tanya Ghenia pada diri sendiri. Ia menyipitkan matanya, agar lebih jelas melihatnya. Merasa kurang jelas, ia mengelap kacamatanya dengan tisu, lalu memakainya lagi.

"Ehh.. tunggu itu kan...KAK SARGA?" Pekik Ghenia. Kakaknya kenal dengan gebetannya? Yatuhan...

"Duh...mau nyamperin maluuu. Beneran kak Sarga yang ngomong sama mas Zian?" Ghenia masih tidak percaya.

"Bodo amat kak Zian marah nanti, gue mau pulang duluan." Ujar Ghenia. Bisa-bisa ia canggung nanti kalau menghampiri kakaknya yang sedang mengobrol dengan gebetannya.

-Whatsapp

Mas Zian.

Mas, Nia pulang duluan ya? Nia lagi mens, nembus. Malu kalau masih disekolah. Nanti diliatin.

Ghenia cekikikan sendiri. Ternyata ia pandai membuat alasan. Ghenia bergegas ke luar sekolah, dan memesan taksi online.

Sesampainya di rumah, Ghenia mengambil kunci di tempat biasa di taruh orang rumah sebelum pergi. Maklum, di rumah Ghenia sepi. Bundanya Ghenia tak mau memakai pembantu, selama pekerjaan rumah masih bisa ditangani penghuninya.

"Assalamualaikum..." Ucap Ghenia ketika ia sudah membuka pintu utama rumahnya. Lalu ia masuk, mengunci pintu, lalu ia ke kamarnya.

"Huh...sampe deh.." Gumam Ghenia sambil membanting tubuhnya ke kasur king size.

"Mas Zian kenal sama kak Sarga? Omg..." Gumam Ghenia.

"Tanya nanti aja deh, mau tidur sekarang. Capek banget." Tak berapa lama, terdengar suara dengkuran halus dari si cantik berkacamata. Ya, sepertinya ia memang lelah.

●●●


Him.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang