"Rara ngampus dianter siapa?"
"Ano aja yang antar Dad." Devano mengangkat tangannya saat mengajukan diri.
"Oh oke." Seusai sarapan pagi satu persatu dari mereka pamit untuk melakoni aktivitas mereka seperti biasanya. Saat Bian akan pamit dengan sang Mommy, dirinya kemudian mendapat tepukan dibahu.
"Inget loh Bi, kamu kalo dirumah sakit jangan lupa lihat-lihat siapa tahu ada yang terlewat." Bian tersenyum geli dan mengangguk mengiyakan tanpa protes.
"Iya, Bian berangkat dulu ya Mom."
"Oke, hati-hati."
Bian segera menuju mobilnya yang sebelumnya sudah ia panaskan, tanpa menunggu apapun Bian langsung melajukan mobilnya menuju tempat ia bekerja. Jadwalnya hari ini tidak terlalu padat, hanya ada beberapa pasien yang akan cek up saja. Sepertinya ia bisa pulang cepat hari ini jika tidak ada operasi mendadak.
"Pagi dok." Bian tersenyum membalas sapaan yang dilayangkan padanya di koridor rumah sakit seperti biasanya.
"Pagi."
Bian memasuki ruang prakteknya bersamaan dengan seorang perawat yang biasa mengatur jadwalnya. "Dok, untuk pasien bernama Tuan Handoko meminta cek up di hari lain."
Bian mengangguk saja dan membaca kembali file para pasiennya untuk nanti bisa ia ketahui kondisinya apakah memburuk ataukah membaik. "Kamu taruh di hari yang sama dengan pasien lain yang ingin cek up. Saya tidak mau bulak-balik."
Perawat yang bernama Arumi itu mengangguk paham, "Jadi hari ini kita pulang lebih cepat ya dok?"
"Iya semoga begitu. Ada apa? Kamu ada acara hari ini?" Arumi seketika gugup karena ditanyai demikian. Lain dengan Bian yang masih menanti jawaban dalam mode ramah.
"I-itu dok, rencananya hari ini saya dan teman-teman yang lain ingin menjenguk Lena. Dia kan baru melahirkan kemarin."
Bian mengangkat alisnya sebelah, mencoba mengingat yang mana itu perawat yang bernama Lena. "Lena yang keponakan Dokter Darrus?"
"Iya yang itu dok." Bian menganggukkan kepalanya paham, ia memang tidak terlalu dekat. Tetapi mereka cukup kenal. Rasanya tidak enak jika Bian tidak ikut menjenguk juga.
"Kamu ingin pergi dengan siapa saja?"
"Eh, iya dok. Saya kesana bareng teman-teman perawat saya yang kebetulan teman SMA Lena juga."
"Ohh yasudah."
"Iya dok." Rencananya Bian ingin menjenguk juga sekaligus memberi tumpangan dimobilnya karena hari ini setelah pulang Bian tak punya acara apa-apa. Tapi jika dipikir lagi rasanya pasti tidak nyaman merusak waktu para kawan SMA itu karena kehadirannya.
Ketukan pintu terdengar, "Sepertinya pasien kita sudah datang."
"Benar dok."
Waktu bekerja pun dimulai. Serangkaian pemeriksaan Bian lakukan pada pasiennya, diantaranya keadaan mulai membaik meski kadang kambuh mendadak dan diantaranya ada juga kabar yang sebenarnya tak diharapkan. Kebanyakan Bian menangani pasien yang usianya sudah paruh baya, alasannya karena sudah tua atau karena memang gaya hidup yang tidak sehat yahh namanya juga penyakit datangnya mana ada yang tahu kapan, dimana dan pada siapa.
"Dokter terimakasih untuk hari ini, sejak Dokter Bian yang mengatasi saya. Saya merasa kesehatan saya lebih membaik dari sebelumnya." Bian tersenyum sopan saat dipuji demikian.
"Bukan karena saya saja pak, Anda sangat ikut andil. Jika anda mengatur pola makan, teratur minum obat dan istirahat cukup maka kondisi anda tentu akan membaik. Apalagi beberapa bulan ini saya dengar anda rutin olahraga."
Pak Gagah tertawa pelan, "Saya begini karena ikut anjuran dokter, saya juga masih mau hidup sehat sampai anak bungsu saya menikah. Masih pengen nimang cucu."
Bian tersenyum dan mengangguk meskipun otaknya sudah mewanti-wanti pembicaraan ini. "Itu bagus, artinya bapak punya alasan cukup untuk tetap semangat hidup sehat."
"Iya dok, oh iya malam ini dokter ada acara? Istri saya meminta saya untuk undang dokter kerumah. Sebagai ucapan terimakasih katanya dengan memasakkan dokter makanan."
Tuh kan! Ada udang dibalik batu.
"Malam ini pak? Saya rencananya hari ini saya mau menjenguk salah satu perawat disini karena melahirkan dengan teman-teman yang lain. Mungkin lain kali, tolong sampaikan maaf saya pada istri anda." Bian menampilkan ekspresi menyesal. Lain dengan pasiennya yang tersenyum pahit ditutupi senyum maklum yang terpaksa.
"Gak papa dok, bisa lain waktu. Nanti saya sampai kan, saya pamit ya dok."
"Oh iya pak, silahkan."
Selepas kepergian satu pasien itu Bian menghela nafas, tawaran seperti tadi sudah biasa. Tetapi Bian itu dokter yang profesional, ia hanya akan peduli dan mau jika itu benar-benar masalah penyakit pasien bukan hal-hal pribadi pasien. Daripada pusing, Bian rasa ia butuh waktu menghirup udara sebentar.
"Arumi."
Pintu terbuka dan hadirlah perawat yang dipanggilnya, "Iya dok."
"Kita istirahat dulu, saya mau jalan-jalan sebentar."
"Oke dok." Bian melenggang keluar, tujuannya saat ini adalah kantin rumah sakit lalu taman. Minum segelas kopi sepertinya menyenangkan.
"Pagi dok." Sapaan itu kembali menghampiri, tentu saja Bian membalasnya. Ada tiga orang perawat yang lewat tetapi hanya dua yang tersenyum dan menatapnya. Bian melirik kesatu-satunya perawat yang melengos lewat itu tanpa menatap dirinya sama sekali agak bingung.
Mungkin wanita itu sedang dalam mood tidak baik, oleh karena itu jadi tidak ramah padanya. Tapi jika dipikir lagi Bian belum pernah melihat perawat yang satu itu, atau mungkin Bian pernah bertemu tapi lupa?
"Pesan apa dok?" Bian tergagap sebentar saat ditanya demikian, kakinya berjalan tetapi pikirannya kemana-mana.
Menggeleng sebentar menghilangkan pikirannya, Bian menjawab dengan pasti. "Kopi hitam satu."
Waktu santai usai dan waktu bekerja terus berjalan hingga akhirnya selesai juga untuk hari ini. Bian membiarkan perawatnya pulang lebih dulu, lalu setelah urusan buang air kecilnya selesai Bian melangkah pasti menuju area parkir untuk pulang kerumah.
Disana Bian kembali melihat tiga orang perawat, salah satunya adalah asistennya yaitu Arumi. "Belum berangkat Rum?"
Yang ditanya terkejut dan membalikkan tubuh, sedangkan satu temannya tersenyum dan yang satu hanya diam tak berekspresi. "Oh belum. Ban mobil saya kempes dok, padahal tadi gak papa. Ini lagi nunggu montir kesini."
Bian mengangguk paham dengan mata sesekali melirik seorang perawat yang sempat mampir dipikirannya. "Mau saya beri tumpangan?"
"Eh, gak perlu dok. Kita nunggu montir nya aja."
Bian mengerti dan langsung pamit. Ia tak ingin berlama-lama disana karena sudah dipandang tak suka oleh satu orang itu. Kenapa juga Bian peduli, ck!
Tapi Bian jadi penasaran karenanya.
"Loh sudah pulang? Kok cepet?" Bian tersenyum dan mencium tangan mommy nya.
"Cuma ada pemeriksaan aja Mom." Ify mengangguk paham.
"Sungguh mati aku jadi penasaran.."
"Aseekk.."
"Sampai matipun akan ku perjuangkan.."
"Jangan kasih kendor bang.."
Bian mengerutkan kening tak suka karena suara bising itu, "Siapa yang karokean Mom? Jelek banget suaranya."
Ify terkekeh geli, "Siapa lagi. Ya dua adikmu lah, hobi mereka kan sekarang karokean."
Biam berdecak pelan, dua manusia pengangguran itu selalu saja membuat keributan. Lagipula kenapa juga lagu yang dinyanyikan sama-sama penasaran seperti Bian. Ck!
Vote and Comment guys!!!
Dirgantara Haling💞

KAMU SEDANG MEMBACA
Commitment
Proză scurtă[COMPLETE] (MOVE TO DREAME *tergabung di Protective Brothers) Sekuel IV Love At First Sight: Tampan, ramah, mapan adalah gambaran yang tepat untuk seorang Bian Dirgantara Haling putra kedua dari Rio dan Ify yang berprofesi sebagai dokter spesialis j...