Erina memutar matanya malas, kedua teman sepekerjanya ini memang suka bergosip disela-sela waktu bekerja. Apalagi jika membicarakan dokter-dokter tampan dirumah sakit tempat mereka mencari uang ini, semangatnya bagai api yang berkobar-kobar.
Mengatakan dokter A si dokter kandungan yang berstatus duda ganteng beranak satu, dokter B sang ahli jantung yang ramah dan suka tebar senyum atau dokter C si dokter anak yang cantik bagai bidadari yang mengejar-ngejar dokter B. Cuih!
Erina yang tidak ikut bergosip jadi hafal diluar kepala. Fyi Erina bukan orang anti sosial kok, Erina hanya seorang gadis yang suka membatasi diri. Tidak suka ikut campur urusan orang juga tidak suka urusannya dicampuri orang.
Setelah dua tahun lalu lulus menjadi seorang perawat, Erina melamar bekerja dirumah sakit yang ia tempati saat ini. Beruntungnya Erina diterima dan tak perlu lagi luntang-lantung sebagai pengangguran atau menunggu perawat lama pensiun supaya bisa masuk bekerja dirumah sakit seperti temannya. Mencari pekerjaan sekarang susah, oleh karena itu Erina bersyukur dapat bekerja dirumah sakit ini.
Erina juga bersyukur memiliki keluarga sederhana dan harmonis, Keluarganya memang berada dibidang kesehatan. Oleh karena itu Erina tidak ragu untuk menggeluti dunia keperawatan. Ayahnya seorang Mantri kesehatan di desanya, yang sekarang menjabat sebagai kepala puskesmas disana. Sedangkan ibunya juga seorang perawat di puskesmas yang sama dengan ayahnya.
Erina punya dua orang adik dan semuanya laki-laki. Yang pertama baru memasuki dunia perkuliahan dan berhasil menjadi mahasiswa kedokteran, namanya Galih. Yang kedua namanya Juna, siswa kelas dua disebuah sekolah menengah pertama. "Nanti sore jadikan kita kerumah Lena?"
Erina mengangguk diikuti satu temannya yang lain, "Kita beli buah dulu nanti dijalan."
"Boleh deh."
Hari ini salah satu teman Erina khusus membawa mobil karena rencana mereka sejak minggu kemarin yang ingin menjenguk salah satu teman perawat mereka yaitu Lena yang baru saja melahirkan.
"Yahh kenapa juga sih harus kempes."
"Udah mending telfon montir aja suruh kesini. Udah makin panas." Ujar Erina pada Arumi yang sedari tadi meratapi ban mobilnya.
"Iya deh." Setelah berhasil dihubungi akhirnya mereka harus menunggu.
"Mending ini mobil lo titip pak Kasman aja Rum, kita naik Grab untuk kerumah Lena. Pulangnya kita kesini lagi ambil mobil lo, bayarnya gak cash kan?"
Arumi menggigiti kuku jari telunjuknya. "Enggak sih, tapi emang gak papa dititip gitu."
Erina berdecak pelan, "Lo titip mobilnya aja, kunci mobil tetap lo bawa. Lagian yang dibenerin kan ban nya, gimana sih." Tuh kan Erina jadi emosi sendiri, Arumi sih bikin kesel.
"Iya iya kok gue gak kepikiran sih." Erina memutar matanya malas. "Biar gue pesan dulu."
"Ya udah buru."
"Belum berangkat Rum?"
Arumi terkejut dan membalikkan tubuhnya, Erina melihat didepan mereka ada si Dokter B. Ngapain juga nih orang tanya-tanya, sok peduli banget. Erina juga melihat Dhea tersenyum pada dokter itu, ini juga temannya jadi sok manis.
"Oh belum. Ban mobil saya kempes dok, padahal tadi gak papa. Ini lagi nunggu montir kesini." Pria itu tampak mengangguk dengan gerakan mata sesekali meliriknya. Hah, dikiranya Erina tak tahu apa.
"Mau saya beri tumpangan?" Tawaran bersirat modus ya seperti ini. Erina menunggu saja reaksi Arumi yang suka gugup ini.
"Eh, gak perlu dok. Kita nunggu montir nya aja." Erina ingin sekali berdecak kesal, tinggal bilang mereka sedang menunggu Grab saja rasanya susah sekali. Lagi pula pria ini juga datangnya terlambat untuk menawari tumpangan, Erina tidak setega itu untuk meng-cancle Grab nya hanya karena dua temannya itu kegirangan menerima ajakan si dokter.
Seakan tahu keinginan Erina, pria itu langsung pamit dan diiringi ucapan hati-hati dari kedua temannya. Tepat saat mobil si dokter sudah menjauh, ponsel Arumi berdering menyatakan ada telfon masuk. "Oh iya, tunggu sebentar ya pak."
Lalu perhatian Arumi beralih pada dua temannya, "Udah ada di pos satpam depan. Kita kesana sekalian bilang sama pak Kasman ya."
"Oke." Tanpa bicara Erina mengikuti langkah dua temannya.
Setelah perjalanan yang tak terlalu jauh, juga membeli buah tangan akhir mereka sampai ditempat tujuan. Kedatangan mereka disambut oleh ibu mertua Lena yang memang menginap disana, saat mendengar kabar pernikahan dari mulut Lena saat itu Erina merasa iri sekaligus senang untuk sahabatnya. Kemudian melihat Lena bahagia bersama suaminya dan sekarang memiliki malaikat kecil semakin membuat keirian Erina meningkat.
Jika saja, iya jika saja tak batal Erina juga pasti akan bahagia seperti Lena. "Udah nentuin namanya Len?" Tanya Erina sambil mengusap pipi merah bayi cantik itu dalam gendongan Dhea.
"Udah, nama aku Regina Cantika Tante. Panggilannya Rere." Ucap Lena dengan suara yang menirukan anak kecil. Erina tersenyum manis dan menatap baby Rere hangat. Perlu kalian tahu Erina itu cinta sekali dengan anak kecil, oleh karena itu ia senang sekali bekerja menjadi asisten Dokter Wenda yang merupakan salah satu dokter kandungan di rumah sakit tempat mereka bekerja.
"Kalian udah dengar ada reuni SMA bulan depan?" Erina mengangguk disertai jawaban iya dari dua temannya yang lain.
"Lo mau ikut Len?"
"Gak tau juga sih, gue baru punya baby gini. Lo bertiga pada datengkan?"
"Ikut kayaknya."
"Gue ikut kalo lo semua ikut."
"Gak tau gue."
Fyi, Erina memang satu sekolah dengan Lena, Arumi dan Dhea. Erina nekat tinggal disini karena ingin masuk sekolah favorit. Ingatkan orangtuanya tinggal didesa yang jauh dari ibukota? Sebenarnya Erina tinggal disini bersama bibinya, tetapi setelah bibinya menikah dan ikut suaminya Erina harus tinggal di kost dan hidup mandiri.
Lena terkikik geli mendengar jawaban Erina, "Erina galau, mau dateng atau enggak. Banyak mantan soalnya." lain dengan Erina yang mendengus sebal mendengar hal itu.
Diantara mereka berempat Erina memang lebih cantik, wajar jika saat itu punya pacar yang banyak. Tidak seperti Dhea yang cuma satu dan itu sejak dulu sampai sekarang, terlalu langgeng.
"Mantan udah pada sukses semua kayaknya. Bisa gue porotin uangnya." Ketiga sahabatnya tertawa mendengar penuturan Erina yang mereka tahu bukan Erina sama sekali.
"Jangan uangnya aja dong yang diminta cintanya juga, setianya jangan lupa."
Lagi lagi Erina mendengus tak suka disaat teman-teman nya menertawakan candaan Dhea. Erina tidak masalah kisah cintanya ditertawakan, karena memang itu pantas untuk ditertawakan. Tapi yang Erina dapat dari sesuatu yang pantas ditertawakan itu adalah pengalaman.
Pengalaman adalah pelajaran hidup yang terbaik, right?
Vote and Comment guys!!!
Dirgantara Haling💞

KAMU SEDANG MEMBACA
Commitment
Kort verhaal[COMPLETE] (MOVE TO DREAME *tergabung di Protective Brothers) Sekuel IV Love At First Sight: Tampan, ramah, mapan adalah gambaran yang tepat untuk seorang Bian Dirgantara Haling putra kedua dari Rio dan Ify yang berprofesi sebagai dokter spesialis j...