Part 3

2.4K 196 8
                                    

Kiara

Kami baru saja tiba di rumah orangtua Bastian. Ehm…maksudku Kak Bastian. Bagaimanapun ia lebih tua dariku dan oh, bukankah sekarang Be-li-au suamiku? Setidaknya aku harus menghormatinya. Yah meskipun pernikahan kami bukan berdasarkan keinginan kami. well, mungkin sedikit dari keinginanku. Mengingat aku pernah –atau mungkin masih—menyukainya.

Dan satu hal yang aku tahu, ternyata menikah itu tidak enak! Atau mungkin pernikahanku saja yang tidak enak? Entahlah. Yang pasti aku hampir mati bosan menyalami setiap tamu yang hadir sambil berdiri dan memakai high heels! Itu penderitaan pertama. Yang kedua, aku tidak bisa makan sepuasnya huhuhu, aku bahkan hampir mati kelaparan kalau saja aku tidak nekat meninggalkan para tamu dan mencomot beberapa makanan. Sekarang aku tahu kenapa Kak Bella kesal setengah mati saat aku menikmati makanan saat resepsi pernikahannya. Penderitaan ketiga, berdiri disamping pria yang bahkan tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama ber jam-jam. Manusia itu punya mulut tidak, sih? Ya ya ya! Aku tahu mungkin ia memang terpaksa menikah denganku. Tapi oh, Kalau memang dia tidak mau menikah denganku, kenapa tidak menolaknya saja, heuh?

Hanya dua hal yang aku rasakan saat ini. Lelah dan mengantuk. Demi seluruh kenikmatan di dunia ini. Aku hanya ingin mencium bau kasur!

***

Kiara berjalan sedikit terhuyung mengikuti langkah Bastian menuju ke kamar Bastian—dan Kiara—dilantai dua. Matanya sudah sangat berat. Hanya kasur yang ia inginkan saat ini. Begitu sampai dikamar, Bastian meletakan koper Kiara di salah satu sudut kamarnya. Kiara hanya melirik, kemudian bergegas membongkar kopernya dengan mata setengah terpejam.

“Thanks,” racaunya tak jelas karna mengantuk. Bastian tak menjawab. Ia juga terlalu lelah walau untuk sekedar menjawab Kiara.

Kiara mengambil piyama dari kopernya, setengah melemparkan pandangannya ke seluruh sudut kamar.

“Itu kamar mandinya, ya?” tanya Kiara lagi dengan nada malas kepada Bastian, menunjuk pintu kamar mandi. Bastian yang sudah memejamkan matanya di tempat tidur hanya mengangguk. Hanya ada 2 pintu di kamar ini. Pintu kamar mandi dan pintu keluar, setengah mengantuk Bastian berharap Kiara menunjuk pintu keluar dan segera keluar dari kamarnya, kemudian tak kembali selama-lamanya. Oke, semakin mengantuk, maka semakin melantur hal yang dipikirkan.

Bergegas Kiara menuju kamar mandi mengganti gaunnya dengan piyama kesayangannya. Untung saja tadi Kiara sudah mengancam asisten piñata rias yang belum kembali untuk membersihkan wajahnya sebelum ke rumah Bastian. Jadi ia takperlu repot-repot membersihkan dempulan bedak yang entah berapa lapis itu. Setelah itu, tanpa basa-basi Kiara beringsut tidur disebelah Bastian, meringkukan tubuhnya menikmati bau yang paling ia inginkan. Kasur.

“Kamu nggak mandi?” tanya Bastian dengan mata terpejam.

“Nggak. Males. Ngantuk.” jawab Kiara juga dengan mata terpejam.

“Dasar jorok!” desis Bastian.

“Bodo. Aku ngantuk.” jawab Kiara tak peduli. Ia sedang malas berdebat saat ini.

“ Kayak situ mandi aja, “ racau Kiara lagi menyindir Bastian.

“Aku? Aku mandi kok,” jawab Bastian cepat, “Besok pagi.” Lanjutnya membuat Kiara hanya mencibir. Mata mereka sudah sama-sama terpejam. Kiara sedikit terkekeh mendengar jawaban suaminya kemudian lebih memilih untuk menikmati sisa malam mereka dengan tidur.

***

“Selamat pagi Sayang, gimana malam pengantinnya? Seru banget pasti,” sambut Mama dengan wajah girang saat melihat Kiara turun ke dapur untuk menyapa Ibu mertuanya itu.

Shocking Destiny [END]Where stories live. Discover now