Part 6

2.6K 221 12
                                    

Kiara keluar dari kamar mandi setelah ia membereskan semuanya. Bastian yang sedang menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang sambil membaca buku tebalnya sama sekali tak mendongak melihat Kiara. Kiara mengusap tengkuknya pelan, masih canggung dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Ia bahkan tak berani menatap Bastian. Terlalu memalukan. Kiara buru-buru beringsut merebahkan diri di sisi ranjang yang kosong, memasang selimutnya dan berbaring membelakangi Bastian. Sungguh dia berharap pria itu sama sekali tak mengeluarkan suara sama sekali.

“Masih sakit?” Tanya Bastian datar. Kiara terkesiap, ia mulai menelisik nada suara Bastian yang terkesan datar dan biasa saja, sepertinya tidak ada tanda-tanda ia membahas tragedy tadi atau meledeknya seperti bayangan Kiara. Mungkin aku aja yang lebay pikir Kiara.

“Ah, udah lumayan, makasih,” jawab Kiara lirih. Bastian meliriknya, tangan gadis itu masih memegangi perutnya.

“Kalau masih sakit bilang aja, nggak usah sungkan. Dari awal kamu udah ngerepotin, jadi sekalian aja,” jawab Bastian masih dengan nada yang sama. Datar. Ia kemudian meletakkan bukunya di nakas, memegang bahu Kiara kemudian membalikkan tubuh gadis itu hingga membuat terlentang. Dia sendiri tidur miring menghadap gadis itu, ia menyingkirkan tangan Kiara dan mengambil alih pekerjaannya.

Bastian mulai mengusap usap perut Kiara. Bastian bukan tipe orang yang senang membantu orang lain kalau bukan karna keinginannya sendiri, tapi entah kenapa ia merasa membantu Kiara bukanlah sesuatu hal yang buruk, malah ia ingin sekali membantu gadis yang sudah hidup dengannya beberapa minggu ini.

“Enakan?” Tanya Bastian. Kiara tersenyum lalu mengangguk, ia sama sekali tak menyangka Bastian bisa begitu perhatian saat dia sedang sakit seperti ini.

“Makasih, Kak,”

Bastian tak menjawab, tangannya masih bergerak di atas perut Kiara. Sementara Kiara mulai memejamkan matanya. Bastian memperhatikan wajah Kiara lagi, terutama bagian lubang hidungnya. Ia kembali memastikan, lubang hidung Kiara sepertinya tak sebesar miliknya, berarti dugaannya salah kalau Kiara mengambil suplai oksigen yang seharusnya menjadi miliknya saat mereka hanya berdua, tapi kenapa ia selalu sesak nafas akhir-akhir ini kalau dekat-dekat dengan gadis ini?

“Merah,” gumam Bastian. Membuat mata Kiara kembali terbuka dan menolehkan kepalanya ke arah Bastian yang masih menatapnya datar.

“Apa?” Tanya Kiara tak mengerti.

“Warna merah,” jawab Bastian lagi. Kiara mengerutkan keningnya tak mengerti.

“Kamu belum punya underwear warna merah,” jawab Bastian mulai menyeringai jahil. Kiara melotot tak percaya. Bastian tertawa puas melihat wajah Kiara yang pucat pasi.

Kiara segera mengambil guling disampingnya dan memukulkannya ke arah Bastian yang masih tertawa.

“Bisa nggak kakak ambilin celana dalam Kiara di lemari? hahahahahaha” ejek Bastian lagi dengan berusaha menirukan suara Kiara. Membuat muka Kiara memerah antara kesal dan malu.

“Argh! Kakak Nyebelin!”umpat Kiara kesal. Bastian masih tertawa, ia memang mencari momen yang pas untuk meledek Kiara habis-habisan karna kebodohannya. Kiara berbalik memunggungi Bastian. Harusnya ia tahu, Pria itu memang sudah terlahir dan ditakdirkan untuk menjadi orang menyebalkan. Bastian masih tertawa puas berhasil mempermainkan Kiara, membuat wajah gadis itu memerah karna malu, dan mengejeknya habis-habisan.

“Heh, kamu nggak mau nambah koleksimu? Warna merah bagus lho,” ujar Bastian mulai menoel-noel pundak gadis itu, menggodanya.

“Aish, diem ah!”bentak Kiara mengibaskan tangan Bastian.

“Hahahahaha,”tawa Bastian masih menggelegar. Sementara Kiara masih merutuki dirinya sendiri. Tawa Bastian mulai mereda, ia memperhatikan punggung Kiara.

Shocking Destiny [END]Where stories live. Discover now