Senin.
Adalah sebuah hari dimana anak sekolahan membenci hari itu. Entah mengapa hari senin selalu dianggap hari yang terdengar membosankan. Hari yang sangat malas untuk dijalani oleh sebagian siswa.Gia tengah sibuk memainkan ponselnya sambil mendengarkan lantunan lagu Permission- New Hope Club, dengan headset yang sengaja hanya digunakan pada telinga sebelah kiri saja. Gia mengisi waktunya hanya dengan bermain ponsel sambil menunggu sirine panjang tanda upacara dimulai. Begitulah anak zaman now. Kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu hanya untuk ponsel. Buku? Tak ada satupun di kelas itu yang sibuk membuka buku, semua sibuk dengan urusan masing-masing.
Sirine berbunyi. Gerbang sekolah sudah ditutup. Seluruh siswa di SMA Bintang Nusantara berjalan menuju tengah lapangan, membentuk sebuah barisan yang rapi, yang disiapkan oleh pemimpin kelas masing-masing. Sudah menjadi kebiasaan barisan perkelas dirapikan oleh pemimpin masing-masing kelas. Tak perlu lagi guru-guru harus berteriak untuk mengatur siswa-siswi di sekolah itu.
Gia berdiri di barisan paling depan. Wanita itu selalu berdiri di barisan paling depan. Jarang terlihat jika dia berdiri dibarisan belakang.
Gia adalah seorang gadis yang memiliki tinggi 164 cm. Tubuhnya tidak begitu gemuk, mungkin berat badannya hanya 48 kg. Dia memiliki rambut sebahu dan berwarna hitam. Tidak mempunyai lesung pipi, alis tebal, bibir seksi, dan bulu mata yang lentik. Dia hanyalah gadis biasa.
Disebelahnya, berdiri seorang perempuan bernama Dinda, yang dianggapnya sebagai sahabatnya sejak mereka dipertemukan di SMA Bintang Nusantara.
Petugas upacara hari ini adalah kelas 12 IPA 4. Sudah sejak hari jum'at lalu mereka berlatih mempersiapkan diri untuk menjadi petugas upacara. Tim pengibar upacara sudah siap dengan selempang yang menghiasi seragam putih abu mereka. Pembaca UUD dan Janji Siswa juga sudah siap, tim paduan suara juga sudah sangat siap dengan suara yang sudah mereka simpan sejak hari jum'at yang lalu saat mereka gladi kotor.
"Upacara hari Senin, tanggal 29 Oktober 2018 dimulai," kata pembuka dari pembaca susunan upacara hari ini
" Pemimpin upacara memasuki lapangan upacara," tambahnya.
Seorang pemimpin upacara berjalan menuju tengah lapangan. Terlihat gagah, seragam rapi dengan balutan selempang putih bertuliskan pemimpin upacara, sepatu pantofel yang mengkilat bersih, topi yang menghiasi kepalanya dan muka yang tampan membuat kesan sempurna lah yang tepat untuk menggambarkan seorang pemimpin upacara saat ini.
Beberapa siswi sepertinya terpana karna pemimpin upacara hari ini. Terlihat dari gestur tubuh mereka yang seakan mereka sedang membicarakan pemimpin upacara ini.
Termasuk Gia, entah mengapa dia seakan merasakan ada hal yang berbeda ketika melihat pemimpin upacara pagi ini.
"Barisan seluruhnya, siaaaaaaaaaaaappp graaakk!"
Suaranya yang lantang dan gagah menggelegar ke seluruh penjuru sekolah yang menandakan upacara dimulai.
***
Sejak upacara selesai, Gia masih saja memikirkan sesosok pria yang diyakininya 'tampan' yang sudah mencuri hatinya sejak pertama kali dia melihatnya. Ya, Gia sejak tadi memperhatikan seorang pemimpin upacara yang gagah itu. Sesekali bibirnya membentuk sebuah lekungan kebawah ketika mengingat kembali lelaki itu. Pikirannya masih saja terbayang oleh pemimpin upacara itu.
Bolehkan secepat ini Gia mengaguminya? Bolehkah saat ini juga Gia menyimpulkan bahwa dia sedang jatuh cinta?
Gia benar-benar berpikir, apakah pikiran dan perasaannya sekarang sudah sinkron?
"Woi Gia!!" ada suara yang membuyarkan seketika lamunan Gia.
Refleks, Gia menoleh kearah suara tersebut. Ternyata Dinda, sahabatnya.
"Ngapain sih? Kok senyum-senyum sendiri?" tanya Dinda sambil mendaratkan bokongnya kelantai di sebelah Gia.
"Gapapa kok, cuman lagi ngehayal bebeb Harry Styles cium bibir seksi ku aja," celetuk Gia asal.
Mendengar hayalan tidak senonoh Gia, Dinda menoyor pelan kepala Gia. Hening sejenak terjadi diantara keduanya. Dalam keheningan itu, Gia memperhatikan kelas diseberang yang jauh dari kelasnya. Sambil duduk di depan kelas dan berharap seorang yang ia cari melintas di depan matanya. Gia tau siapa pemimpin upacara tadi pagi. Sering Gia melihatnya di kantin. Tapi entah mengapa, hanya saat upacara tadi saja, lelaki itu bisa mencuri hati Gia.
"Kayaknya aku jatuh cinta Din." suara Gia samar hampir tak terdengar.
"Hahhh! Sama siapa Gi? Anak mana? Masih muda? Atau udah om-om? Kerja dimana? Banyak duitnya gak?" Dinda bertanya yang hampir sama dengan reporter berita.
"Kamu kira aku apaan," jawab Gia ketus.
"Kasih tau lah sama gue siapa orangnya," desak Dinda sedikit memaksa.
"Percuma kamu banyak nanya kalau cuman pengen sekedar mau tau," jawab Gia sedikit malas.
Gia begitu membenci orang yang hanya sekedar ingin tau, tanpa mau ikut membantu. Dia hanya membutuhkan orang yang "mau tau dan mau membantu" apapun masalahnya.
"Kasih tau aja dulu. Siapa tau gue bisa bantu. Perasaan kalau dipendam sendiri malah bisa nambah beban. Sebagai sahabat, gue mau lah beban lo dibagi dikit hehehe."
"Bacot lah. Kamu itu kalau lagi kepo gitu ya, suka bikin suasana sok mellow seakan-akan lo emang peduli sama ..."
"Astaga Dinda, itu..."Belum selesai Gia menghabiskan ucapannya, tiba-tiba dua orang laki-laki keluar dari salah satu ruang kelas 12 yang ada jauh diseberang kelas mereka. Salah satu dari dua laki-laki tersebut menarik kuat kerah seragam dari seseorang yang ikut keluar bersamanya. Mereka berjalan cepat menuju tengah lapangan dengan ekspresi penuh amarah dari raut wajahnya.
Holaaaaaa.
Ini adalah cerita pertama aku di wattpad. Semoga ceritanya seru wkwk. Tapi kalau nggak seru, yaudah wkwkwk.Big Love♥️,
Ameria.