Eight : chatan

58 5 0
                                    

      Gia berjalan menuju rumahnya. Langkah demi langkah ditapakinya. Hingga akhirnya dia sudah tiba dipekarangan rumahnya

Gia berjalan memasuki rumahnya. Dilihatnya tengah rumah begitu sepi. Lalu dia berjalan menuju dapur, dan di dapatinya seorang wanita yang kini tengah memasak.

"Mamaaaa" teriaknya

"Sudah pulang Gi?" tanya mamanya lembut

"Enggak ma, masih di sekolah"

Mamanya hanya terseyum gemas kepada Gia.

"Papa mana ma?" tanya Gia sambil menoleh, mencari seseorang yang dari dia lahir hingga saat ini dia sebut Papa.

"Tadi katanya pergi"

Gia hanya menggangguk lalu pergi meninggalkan ibunya sendiri di dapur yang kini tengah memasak.
Gia memasuki kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur kesayangannya.

Ditariknya napas perlahan, lalu menghembuskannya. Dia mengingat-ingat lagi kejadian yang baru saja dilewatinya. Senyum dibibirnya terbentuk dan sangat terlihat bahwa Gia saat ini sedang bahagia.
    
     "Tadi yang ngaterin pulang siapa ya? Kak Edgar atau tukang ojek?"

Gia terus saja memikirkan Edgar yang mengantarnya pulang. Namun hatinya selalu berusaha berbohong.

Pikirannya yang menggangu ini sungguh melelahkan sehingga Gia pun tidak sadar tertidur.

                                            ***
     Enam lewat limabelas.
Gia terbangun dengan keadaan panik. Dia melihat jam dipergelangan tangannya.
"Ya Tuhan, telat!" Kata Gia sambil menepukan jidatnya.

Matanya masih malas untuk membuka mata, namun otaknya kini memaksanya untuk segera bersiap-siap sekolah.

Diambilnya handuk yang ada dibelakang pintu kamarnya, bergegas dia pergi menuju kamar mandi.

Sampai di depan kamar mandi, Gia tersadar, "INI MASIH SENJA!!"

Tidur Gia sore ini sangatlah pulas. Saking pulasnya, ketika dia bangun, dia lupa kalau hari belumlah berganti.

Gia menarik napas, lalu mengembuskannya kasar. Dia bersyukur kalau sekarang tak jadi terlambat.

     Setelah Gia selesai mandi, bisa berjalan menuju meja makan. Dibawa tudung, sudah tersedia hidangan makan malam. Diambilnya piring, disendoknya nasi dari dalam magic jar yang letaknya tak jauh dari meja makan, lalu dia berjalan menuju meja makan dan mengambil beberapa lauk disitu.

Tidak lupa sebelum makan, dia berdoa terlebih dahulu. Belum dia menyuapkan nasi ke mulutnya, mamanya datang menghampirinya. Melihat ibunya, Gia pun menawari mamanya

"Makan ma.."

Mamanya hanya tersenyum, lalu juga mengambil piring dan nasi seperti yang dilakukan Gia tadi. Ditariknya kursi di sebelah Gia, lalu makan bersama Gia.

"Gimana sekolah hari ini?" Tanya mamanya

"Yah gitu..." jawabnya sambil mengunyah nasi mulutnya

Mamanya mengangguk lalu melanjutkan makannya.

Saat Gia dan mamanya sedang menikmati makan malam hari ini, papa Gia datang. Dia masuk ke dalam rumah, lalu berjalan menuju arah dapur.
Melihat papanya datang, Gia pun merasa senang.

"Eh papa... Makan paaa" katanya sambil bersemangat

"Iya.. tadi papa juga sudah makan di luar"

Gia dan papanya saling melemparkan senyuman. Namun, ibu Gia hanya diam. Tidak ada pembicaraan antar suami-istri ini. Gia menyadari hal ini. "Ahh jangan pikir macam-macam. Paling papa lagi cape. Toh mama juga lagi makan. Mama kan selalu bilang, kalau lagi makan nggak boleh ngomong" batinnya

     Makan malam telah selesai. Setelah membasuh piringnya yang habis digunakan, Gia pergi menuju kamarnya. Diambilnya ponselnya lalu duduk diatas kasur.

1 pesan masuk melalui aplikasi WhatsApp.
Gia segera membuka pesan itu.

+6282253****** :
Gianna Ranice?

Gia segera membalas

Gia :
Iya?
Ini siapa ya?

+6282253****** :
Tukang galon

Gia :
Maaf mas, tadi saya nggak ada pesen galon

+6282253****** :
Becanda doang
Masa tukang galon tau nama asli lo

Gia :
Iya juga yah...
          Ini siapa sih? Nggak usah sok misterius kalau nggak mau diblokir

+6282253****** :
Idihh ngancem nih
Ini Deva.

Deg. Gia terkejut! Serius kah ini kak Deva? Jika serius, entah bagaimana lagi cara Gia melampiaskan segala kegembiraannya.

Dia meloncat kegirangan diatas kasurnya. Menjerit bagaikan monyet. Sadar akan kelakuannya, Gia menjaga image nya. Duduk kembali diatas kasurnya sambil mengatur napasnya yang kini tak beraturan iramanya.

Tangannya membeku. Selalu saja.

Gia :
Serius ini kak Deva?

+6282253****** :
Gak percaya?
Mau gue telpon buat yakinin lo?
Gak usah nanya dapet nomor lo darimana
Gak semua pertanyaan dari hati lo harus lo ungkapin ke orang itu.

Gia :
Siapa juga yang pengen nanya itu :")

+6282253****** :
hmm
Ternyata lo jahat juga ya
Save nomor gue ya

Gia hanya membaca pesan itu. Saat ini hatinya sangat gembira. Luarbiasa gembira. Ternyata benar! Deva bakal ngechat dia.
Gia sengaja hanya membaca pesan terakhir yang masuk. Gia saat ini sok jual mahal. Dia ingin melihat, apakah Deva akan memberi pesan lagi disaat dia hanya membaca pesan terakhir darinya.

Tak berapa lama, pesan kembali masuk. Gia yakin saat ini kak Deva sedang mengejarnya. Buktinya, pesan hanya dibaca saja dia sudah memberi pesan lagi.

Dilihatnya nama si pemberi pesan.
Edgar.

Ternyata bukan Deva yang diharapkannya, melainkan Edgar. Gia tersenyum juga ketika yang memberi pesan adalah Edgar. Kakak kelas yang menjadi idola di SMA Bintang Nusantara. Kakak kelas yang baik hati, yang mau ngantarin Gia pulang.

Kak Edgar sok Ganteng :
Selamat malam Gi

Gia :
malam kembali kak

Kak Edgar sok Ganteng :
Belum arelumm mau tidur?

Gia : Belum kak, masih jam tujuh
Terlalu cepat kalau dibawa tidur

Edgar : Gitu ya
Belajar sana jangan main ponsel terus

Lagi-lagi, Gia hanya membaca pesan itu. Gia memang suka sok jual mahal!

Gia menghempaskan ponselnya diatas kasur. Dia benar-benar senang hari ini. Tak ingin rasanya dia mengakhiri hari ini. Hari yang begitu luarbiasa yang dirasakan oleh Gia.

Tuhan itu memang baik.
Dia selalu mendengar apa yang kita mau.








Chapter delapan yang begitu pendek ini sudah selesai!!!
Tunggu ya chapter selanjutnyaaaa buat kalian yang masih setiaaaaa.

Big Love,
Ameria♥️

ScriptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang