Dua

13 7 0
                                    

"apakah debaran jantungmu masih sama hanya untukku?" -alya




Beside me

"Tidak pulang?" Hanna melirikku yang sedaritadi masih anteng duduk di depan komputer yang masih menyala dan menampilkan ratusan kata bahkan ribuan.

Kedua tanganku yang masih bergerak lihai diatas keyboard. Sedangkan Para karyawan sebagian besar telah pulang dan menikmati malam mereka tanpa kertas, komputer, dan keyboard.
Tidak sepertiku, apa aku harus menikahi semua benda mati itu jika terus seperti ini?!.

"Aku sepertinya ditakdirkan untuk lembur selamanya, haha" sedikit tawa diakhir kalimatku, hanna tersenyum simpul memamerkan dimple di pipi kanannya. Gadis berambut sebahu itu meregangkan badannya. Lalu memutar kursinya untuk berhadapan denganku.

"Kalau kau bertakdir begitu, aku yakin hidupmu tidak akan lama. Dan juga wajahmu akan kusut seperti kertas dokumen yang sudah di remas kuat hingga tidak berbentuk.  Hahahahaha" dia tertawa renyah. Aku hanya terkekeh ringan, maksudku leluconnya tidak cocok dengan humorku. Hanya sebagai bentuk menghargai jadi aku hanya terkekeh.

"Ha....." Dia menarik napasnya panjang lalu mengusap matanya yang sedikit berair. Apa selucu itu?

"Oh ada yang ingin aku tanyakan" dia melipat tangannya dan menyandarkan punggungnya hingga kursi yang ia duduki sedikit mengeluarkan suara.

"Kau masih menjalin hubungan dengan ezra....kan?" Aku menghentikan tanganku yang masih bergerak lihai diatas keyboard sedari tadi.

Aku terdiam

"Memang kenapa?" Masih dengan posisi yang sama.

Ada sedikit rasa takut di dadaku.

"Aku melihat ezra tadi siang" dia memberi jeda beberapa saat, seolah berfikir apa tidak apa memberi tahuku

"Bersama wanita" aku terdiam beberapa saat. Lalu melanjutkan kembali aktivitasku. Seolah itu bukan apa-apa bagiku.

"Itu sepupunya"
Potong telingaku jika wanita itu benar sepupunya. Aku tidak yakin dengan asumsiku bahkan sangat tidak yakin. haha.

"Oh! Haha maafkan aku. Seharusnya aku tidak mencampuri hubungan kalian" dia tertawa canggung lalu berdiri dan meraih tasnya, aku rasa dia akan pulang. Dan benar saja saat ku lirik komputernya memang sudah mati.

"Al, aku pulang terlebih dulu ya! Semangat!" Dia mengepalkan tangannya keatas memberiku semangat. Aku membalasnya dengan tersenyum simpul

"Hati hati" ucapku masih dengan senyuman yang masih menghiasi wajahku. Dia mengangguk lalu meninggalkanku diiringi suara ketukan heels yang semakin lama semakin tidak terdengar.

Aku terdiam beberapa saat. Dadaku kembali sakit, rasanya baru kemarin malam aku dan dia bersama meskipun berakhir aku yang terbangun menyedihkan diatas ranjang dengan mata sembab.

Aku melanjutkan pekerjaanku untuk tidak mengingat hal yang sungguh sudah berulang terjadi.

Jariku kembali bergerak menari nari diatas pelastik padat itu. Dan tiba-tiba penglihatanku pudar, disusul dengan air mata terjatuh yang membasahi tanganku. Jari jariku masih tetap setia bergerak menghiraukan air mata yang berlomba-lomba untuk keluar dan membasahi lenganku yang semakin basah.

Aku tak kuat.

Dadaku terasa terhimpit. Sulit sekali bernafas. Aku menghirup nafasku lalu mengeluarkan nafasku berat.

Aku sungguh tak kuat.

Aku menutupi wajahku dengan kedua telapak tanganku berharap air mata ini berhenti. Tetapi usaha ini tidak mendapatkan apa yang aku inginkan.

Bahuku bergetar.
Menahan tangis.

Dan saat itu aku sadar

"apakah debaran jantungmu masih sama hanya untukku?"




Bisede me

"Ya sayang, kenapa menelpon? Apa kau tidak tidur? Ini sudah pukul 2 pagi kalau kau lupa"
aku terkekeh.

Aku melirik jam dinding yang tepat berada di sisi kananku. Benar saja ini sudah pagi ternyata.

"Lebih tepatnya pukul 2 pagi lebih 5
menit tuan ezra yang terhormat"
Dia terkekeh ringan

"Kau belum menjawab nyonya ezra"
Aku meringis. Dulu aku senang jika ezra memanggilku seperti itu. Ada debaran yang menggila di dada. Tapi kali ini rasanya berbeda sedikit sesak memenuhi rongga di dadaku.

"Hanya rindu" Lirihku.
Aku berjalan menuju balkon membuka pintunya lebar-lebar hingga angin dingin menusuk kulitku.

"Hahahha, kita bisa bertemu besok sayang"
Dia tertawa

"Itukan besok bukan sekarang, aku merindukanmu sekarang bukan besok"
Aku mengusap lenganku yang terasa semakin dingin.

"Mau bertemu?"
Aku terdiam beberapa saat.

"Tidak apa, mendengarkan suaramu saja membuatku senang. Haa... Tapi rindunya semakin bertambah"
Dia terkekeh

"Kau berujar tidak apa tapi rindumu semakin bertambah" 

"Kau tidak merindu?"
Aku menghirup udara dingin malam. Merasakan dinginnya.

"Emmm tentu saja aku merindukan kekasihku yang cantik ini"

'Dasar pembual mati saja kau sialan!' aku benar benar ingin berteriak padanya sekarang. Kau pikir aku tak tahu kau bermain belakang dengan kekasihmu yang lain ha?!.
Jika aku bisa berteriak aku lakukan tapi aku tak bisa.

"Aku tutup ya?"

"Kenapa cepat sekali?"

"Begini saja sudah cukup"

"Baiklah, setelah ini langsung tidur oke?"
aku mengangguk mengiyakan meskipun dia tak akan melihat bahwa aku mengangguk untuknya.

Lalu ku matikan sambungan teleponnya.

Dan malam itu aku terdiam berfikir tentang bagaimana kelanjutanku dan dia akan berlangsung.

Kali ini Aku tidak mengatakan 'kita' untuk aku dan dia karena dia bukan lagi dia, dan hanya aku yang masih aku.

Ini sangat perih ketika aku memaksa bersamanya tapi tidak ingin pergi darinya.































TBC

Hohoy guys. Maafkan jika ceritanya bener bener membuat kalian berfikir "apasi ganyambung"
"Apasi gaje"
"Gajelas ah, /close tab/"
"Gaasyik ah gausah di voment"

Hehe. Voment ya guys jangan lupa hehe. Klik bintang di kiri bawah! ^^

Thanks!💛

Beside me [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang