Terlupakan

42 4 3
                                    

"Dia mengenalku, namun tidak denganku.  Ataukah dia yang terlupakan olehku?"

🦋🦋🦋

"Hey"

"Hey"

"Pasien"

"Woy"

"Innayah Vishabie Azzahra"

Langkah terhenti, aku membalikkan tubuhku dan membualatkan kedua bola mataku. Aku terkejut saat melihatnya sudah berada di depanku, sejak kapan? Sejak kapan dia mengejarku, bahkan tak terdengar langkah kakinya.  Sebenarnya dia itu siapa? Kenapa dia bisa mengetahui nama lengkapku? 

"Ikut saya." ucapnya tegas dengan mencengkram tanganku.

"Lepas, lo siapa sih?" tanyaku sambil meliriknya sinis.

"Calon dokter," jawabnya sambiil menarikku, aku mencoba melepaskan genggamannya. Tunggu, Sejak kapan cengkraman itu menjadi genggaman? 

"Lepas, ish" sentakku, namun ia abaikan.

"Mas DM"

Ia langsung berhenti dan menoleh ke asal suara, DM? Apa itu? yang ku tahu Dirrect Massage, tapi tidak mungkin, bukan? 

"Iya, Kak?" tanya lelaki yang bersamaku ini. 

Mungkin nama dia DM kali ya, nama yang aneh percis orangnya. 

"Mas dicariin Dokter Susan, langsung ke ruangan pasien no. 53" ucap perawat itu

"Baik kak, terima kasih, Kak" balas pria ini. 

Perawat tersebut menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi. Aku kira ia akan melepaskan genggamannya dan berlalu pergi juga, namun salah dia malah mempercepat langkahnya yang harus membuatku berlari. Sampai akhirnya tiba di ruanganku. Tunggu. Kenapa dia tahu ruanganku? Padahal dia bukan dokter yang menanganiku. Dia membawaku untuk duduk di sofa dengan telaten dia membersihkan darah dan mengobati lukaku.

"Mencabut infusan dengan paksa itu berbahaya, itu bis--" ucapannya samar ku dengar, mataku kabur, hingga gelap dan ucapannya tidak terdengar lagi.

💖

"eunghh"

"Dek, gimana keadaanya? Kakak bilang kamu diem aja jangan kemana-mana"

Aku menatap Kak Syafieq sekilas lalu teringat tujuan utamaku, aku melihat ke arah jam dinding, Ah, telat sudah, semuanya gagal, semuanya gara-gara calon dokter rese itu. Semua yang ingin aku ketahui dari lama kini hanya menjadi misteri, sampai mungkin aku bisa memecahkannya, namun ntah kapan. 

"Kamu mau kemana sih sampai lepas paksa infusan kamu," ucap Kak Syafieq. 

Aku menatapnya, membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan, ya tuhan kenapa aku mempunyai kakak yang menyebalkan dan super duper cerewet ini.

"Kak--" belum sempat aku menuntaskan ucapanku Kak Syafieq menyelanya. Nice, selain cerewet ia hobi sekali menyela pembicaraan terutama pembicaraanku. 

"Iya, kenapa? Ada yang sakit? yang mana? biar kakak panggilin dokter," sela Kak Syafieq dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, aku menghembuskan nafas kasar.

"Cerewet" desisku

"Hah? Apa?" tanyanya.

"Cerewet. Ce-re-wet. bawel tau gak, sejak kapan kak Syafieq jadi bawel gini?" tanyaku dengan mengeja kata cerewetnya. 

"Dih, ini namanya khawatir bukan bawel" kilahnya

"Sama aja" ucapku. 

"Naya mau ngejar Ibu, kak" ucapku setelah terdian cukup lama.

"Ibu?" tanya kak Syafieq heran aku hanya menganggukkan kepalaku lemah dan memejamkan mata untuk merilekskan pikiran dan hatiku. 

"Koper? kenapa, jangan bilang Ibu dan Ayah ngusir kita?" Tanya Kak Syafieq yang melihat koper sebelah ranjangku. 

"Bener-bener ya, kalau kita emang tidak diinginkan kenapa gak bicara dulu coba" desis Kak Syafieq lalu berdiri seakan mau pergi, aku segera mencekal tangannya.

"Dengerin Innayah dulu ka, Ibu bukan ngusir kita, lebih tepatnya ingin kita hidup lebih baik, Ibu gak mau kita terus-menerus dimarahi Ayah, Ibu juga bilang kita bukan an-" ucapku terhenti, haruskah aku mengatakannya sekarang? 

"Kita bukan apa, Nay?" tanya Kak Syafieq.

"Kit..Kita bukan anak yang nakal, iya, kata Ibu kita bukan beban buat dia. Ibu juga sudah menyewakan apartemen buat kita dan juga ATM yang tiap bulan bakal di transfer dengan saldo yang sama, jadi kata ibu kita harus belajar irit, Ibu bilang akan transfer di setiap tanggal lahir kita" ucapku. 

"Kamu tau, Nay. Tiap hari kakak selalu mencoba membenci ibu, kamu gak usah bohong, kakak udah tau kita bukan anak kandungnya" ucap Kak Syafieq, aku membulatkan mata, sejak kapan? apa hanya aku yang gak tau? belum sempat aku menanyakannya, Kak Syafieq berbicara lagi.

"Sudah lama, sejak kita SD, sejak kamu kecelakaan. Kita mendengar semua pertengkaran Ayah dan Ibu, serta Ayah yang udah murka dan mengungkapkan kejujuran itu. Makannya, Kakak gak heran kenapa Ayah bersikap seperti itu. Tapi yang kakak rasakan, kasih sayang ibu tulus sama kita, Nay. Walaupun seberapa keras kakak mencoba membenci ibu setiap detiknya, kakak gak akan pernah bisa. Karena ibu tidak akan pernah membiarkan kita terluka, Nay. Dia rela terluka, tersakiti oleh Ayah hanya untuk membela kita. Kakak marah sama Ibu bukan karena dia menelantarkan kita, tapi kakak marah kenapa ibu masih bertahan sama bajingan itu. Dari dulu ingin sekali kakak jujur sama kamu, Nay. Tapi ibu sayang banget sama kamu, ibu gamau kamu terluka sejak dini, ibu minta Kakak merahasiakan semuanya sampai kamu ingat atau sampai ibu sendiri yang kasih tau ke kamu. Dan sepertinya hari ini ibu udah ngasih tau ke kamu dan kakak sepertinya mempunyai kewajiban untuk menjelaskan ke kamu agar kamu tidak salah paham dan tidak membenci ibu." jelas Kak Syafieq, ia mengulurkan tangannya untuk menghapus air mataku.

"Ibu bilang, kita gak boleh lemah dan gak boleh ada seorang pun yang membuatmu menangis" ucap Kak syafieq, aku menatapnya dan langsung memeluknya erat.

"Kakak tahu rencana ibu bakal menyuruh kita untuk hidup mandiri, tapi kakak gak tahu kalau waktunya akan secepat ini" ucapnya sambil membalas pelukanku dan mengelus rambutku halus.

"Berapa banyak memori kenangan Naya yang hilang, Kak? Naya yakin bukan hanya ini kan? Kapan Naya bisa ingat semuanya? Berapa banyak fakta yang belum Naya ketahui kak?" tanyaku dengan suara yang parau.

"Akan ada waktunya kamu mengingat kembali kenangan dan fakta yang indah, Kakak harap kenangan buruk tidak akan pernah kamu ingat, Nay." ucap Kak Syafieq, aku memeluknya erat betapa beruntungnya aku memiliki kakak yang pengertian dan penuh kasih sayang ini.

"Kak, Naya mau tanya, tapi jawab yang jujur ya," ucapku

"Kakak gak bisa janji, kalau itu kenangan yang gak perlu kamu ketahui atau harus kamu ketahui sendiri hingga waktunya tiba, kakak gak bisa jawab" balasnya dan aku menganggukkan kepalaku. Aku mengambil nafas dan menghembuskannya secara perlahan, menyiapkan mental yang kuat untuk menerima kenyataanya, bagaimana jika seseorang yang ingin aku tanyakan adalah seseorang yang membuatku celaka dan terluka seperti ini? Aku cepat-cepat menggelengkan kepala, tetap berpikir positif. 

"Kak, apa kakak kenal calon dokter yang kerja disini? Namanya aku gak tau siapa, soalnya dia gak pake nametag, tapi suster manggil dia, DM." tanyaku penasaran karena kenapa bisa calon dokter itu mengenalku tpi tidak denganku. Kulihat Kak Syafieq terkejut setelah mendengar pertanyaanku.

"Dia--"

****

Hai Hai Haii!!.. Apa kabar guys? Semoga sehat selalu ya!!.. Maaf digantung ya, tapi gak akan aku gantung lama-lama kok, tenang aja😂😂🤭.  Makasih ya, udah bertahan sejauh ini, udah sabar nunggu story ini update. Tetap suppport dengan Vote, comment, and share story ini sebanyak-banyaknya ke temen-temen kalian yaa!! 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tepian RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang