CHAPTER 4 MUMMY (PART 4)

3K 263 42
                                    

Kinsey benar-benar menghindariku selama kami menunggu di luar gua. Dia lebih memilih untuk berbincang-bincang bersama beberapa aparat kepolisian Mesir yang ikut menunggu di luar gua dibandingkan berada di dekatku. Apakah aku terganggu dengan sikapnya? Sebenarnya tidak juga, aku justru merasa senang dengan kesendirianku ini. Setidaknya aku bisa menunggu dengan tenang tanpa ada seseorang yang terus berbicara di sampingku karena menurutku Kinsey tipe gadis cerewet yang sering sekali mengoceh tidak jelas.

Aku menyenderkan tubuhku pada dinding gua tepat di samping pintu masuk menuju gua. Roy dan Luke ditemani beberapa orang polisi sudah berada di dalam gua lebih dari 1 jam. Tidak ada yang terjadi sejauh ini, semua tampak hening. Awalnya aku mencoba untuk menghubungi Roy tapi kuurungkan begitu aku melihat ponselku tidak mendapatkan jaringan disini.

Beberapa kali fokusku dari pintu gua teralihkan setiap kali aku mendengar suara tawa Kinsey bersama polisi-polisi yang masih asyik berbincang-bincang. Terkadang aku salut dengan kepribadian Kinsey yang mudah bergaul dengan orang lain. Bukan berarti aku ingin seperti dia atau iri dengan kepribadiannya itu, aku hanya merasa kepribadiannya sangat mirip dengan Jane. Lagi-lagi aku teringat dengan Jane dan seperti sebelumnya ku rasakan hatiku berdenyut nyeri setiap kali mengingat tentangnya.

Aku bukanlah seseorang yang mengenal baik makna dari cinta dan kasih sayang karena sejak kecil aku nyaris tak pernah mendapatkannya dari orangtuaku. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan membuat mereka selalu mengacuhkanku yang merupakan putra semata wayang mereka. Kesendirian yang selalu ku rasakan membuatku memiliki kepribadian seperti sekarang ini. Aku sering menghabiskan waktu sendirian dengan berbagai keheningan yang membuatku menjadi membenci keramaian. Kesendirianku membuatku tidak mampu bergaul baik dengan orang lain. Mungkin hanya Roy satu-satunya orang yang mampu bertahan menjadi sahabat baikku, karena biasanya satu demi satu orang-orang di sekelilingku akan pergi menjauh setelah mengetahui sifat pasifku. Mungkin karena mereka bosan dengan orang sepertiku yang nyaris tak pernah bersuara jika tidak ada orang yang mengajakku berbicara lebih dulu.

Hal yang serupa juga terjadi pada para wanita. Awalnya mereka akan berebutan ingin mengenalku tapi setelah mengetahui betapa dinginnya sifatku, mereka mundur secara teratur karena itulah aku sangat membenci wanita yang mendekatiku karena menyukai penampilan fisikku. Tapi Jane berbeda. Sejak kecil dia tak pernah bosan menggangguku, mengusik ketenanganku meski aku bersikap kasar dan mengatakan kata-kata kejam padanya, dia tetap mengikuti kemana pun aku pergi. Menyebalkan awalnya, aku bahkan sempat tidak menyukainya. Tapi secara perlahan keberadaannya di sampingku menjadi sesuatu yang biasa bagiku. Dan entah sejak kapan aku merasa kesepian jika tidak ada dia di sampingku. Aku merasa hampa ketika tidak mendengar ocehan tak pentingnya. Lebih tepatnya aku tidak menyadari kapan aku mulai jatuh cinta padanya. satu hal yang pasti aku mulai bergantung pada Jane.

Aku merasa kesepian tanpanya. Hebatnya lagi dia mampu merubah sifatku yang dingin sedikit demi sedikit menjadi hangat. Ketika duduk di bangku SMA, aku merasakan kemajuan pesat dalam pergaulanku karena pada saat itulah untuk pertama kalinya aku memiliki banyak teman. Aku mulai merubah sikapku di depan orang lain membuat orang-orang mulai nyaman berinteraksi denganku. Saat SMA itulah merupakan saat yang paling mengesankan di dalam hidupku.

Namun ketika tragedi itu terjadi dan Jane tidak ada lagi di sampingku, perlahan sikapku kembali seperti dulu. Aku kembali menjadi pria dingin tak berhati lagi. Aku kesulitan bergaul dengan orang lain lagi. Intinya aku kembali menjadi orang yang menyedihkan seperti dulu, seperti sebelum aku bertemu dengan Jane.

Semenjak mengetahui kebenaran tentang Jane, aku kehilangan semangatku untuk melanjutkan hidup. Aku tulus ketika mengatakan ingin ikut bersama Jane pergi ke dunianya. Satu-satunya alasan yang membuatku berada di dunia ini hingga sekarang hanyalah keinginan untuk membalas dendam dan menghentikan para cenayang yang menyebabkan perpisahanku dengan Jane. Jika aku sudah berhasil melenyapkan mereka, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan karena terus terang saja aku sudah tidak memiliki impian apapun saat ini.

TEAM SEVEN (THE REAL FACE) {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang