L'Amour #3

4.3K 413 86
                                    

"Sebenarnya kamu cinta nggak sih sama aku?"

"Kok gitu kamu nanyanya? Ya aku cintalah sama kamu."

"Ya kalau gitu, ayo pergi dari rumah ini. Ayo kita tinggalkan Mas Lukman."

"Aku--"

"Apa? Belum siap? Belum yakin? Jadi sebenarnya kamu itu mau pilih aku apa Mas Lukman, sih?"

"Marissa."

Aku menepis tangan Althea yang hendak mengusap kepalaku. Aku sudah lelah dengan ini semua. Aku benar-benar ingin meninggalkan Mas Lukman, aku ingin membangun sendiri bahtera rumah tanggaku dengan Althea. Tapi kenapa Althea tidak pernah memahami aku?

"Aku capek, Althea. Aku capek. Kalau kamu tidak mau pergi bersamaku, oke. Aku akan pergi sendiri."

Aku berjalan mendekati lemari, mengambil koper, dan mulai memasukkan pakaian-pakaianku ke dalam koper dengan kasar. Althea memperhatikan aku, dia diam tidak berbicara. Salah satu sifat yang aku tidak suka dari Althea. Dia terlalu penakut.

"Jangan tinggalkan aku, Marissa. Aku benar-benar mencintai kamu. Beri aku sedikit lagi waktu. Aku janji akan membawamu pergi dari sini, pergi jauh meninggalkan Mas Lukman. Tapi beri aku sedikit waktu."

Aku menghela nafas, menutup mata, mencoba menenangkan diri. Aku berhenti memasukkan baju-bajuku, aku hanya bisa menggelengkan kepala. Aku benar-benar lelah, aku lelah bersembunyi, aku lelah menunggu.

"Mau sampai kapan? Aku benar-benar sudah tidak kuat lagi, Althea. Aku sakit melihat kamu disentuh Mas Lukman, aku sakit melihat Mas Lukman memanggut bibirmu. Aku sakit melihat Mas Lukman menikmati tubuhmu. Aku tahu Mas Lukman sangat mencintai kamu, aku hanya istri kedua. Seharusnya, kita memang tidak boleh saling mencintai. Seharusnya aku tidak pernah mau mengiyakan ajakan nikah Mas Lukman."

Tidak terasa, air itu mengalir turun membasahi pipiku. Aku benar-benar lelah, aku tidak kuat lagi jika harus melihat kekasih hatiku berbagi hati dengan orang lain. Meskipun aku tahu cinta Althea lebih besar untuk aku. Tapi aku tidak bisa hidup seperti ini terus. Aku lelah dimadu oleh Althea.

"Jadi kamu menyesal telah mencintai aku?"

Aku menggeleng, mengusap kasar wajahku, "Aku tidak pernah menyesal mencintai kamu, Althea. Justru cintamu itu mengajarkan aku untuk punya nyali. Punya nyali untuk merebut kamu dari Mas Lukman."

Aku merasakan tangan Althea yang menyentuh bahuku. Dia membimbingku agar bangkit dari lantai. Aku mengikuti arahannya, kini kami duduk berhadapan di pinggiran ranjang.

Althea mengusap wajahku, menghapus air mataku yang turun.

"Kamu cinta nggak sih sama aku? Kamu menyesal mencintai aku, Althea? Kalau kamu memang menyesal, aku akan pergi dari rumah ini. Aku tidak akan menganggu hubunganmu dengan Mas Lukman."

Althea menggeleng, aku sengaja menatap matanya. Aku ingin beradu pandang dengan Althea, aku ingin melihat ketulusan dan kejujurannya. Aku ikhlas jika memang Althea memilih Mas Lukman. Karena dari awal aku sudah salah, menjadi istri kedua itu memang salah.

"Aku tidak pernah menyesal mencintai kamu, Marissa. Hidupku lebih bahagia karena cinta darimu. Aku tidak pernah memilih Lukman, dari awal aku sudah memilihmu, Marissa. Jangan lagi kamu pertanyakan cintaku. Kamu tahu sendiri aku tidak pernah mencintai Lukman."

"Tapi aku lelah, Althea. Aku hanya ingin pergi dari rumah ini, bersama kamu. Membangun rumah tangga sendiri dengan kamu. Kamu tuh ngerti nggak sih?!"

Aku kembali menepis tangan Althea yang hendak mengusap wajahku. Dia diam menatapku. Althea juga terlihat lelah.

"Keluar, keluar dari kamar ini, Althea."

Aku berdiri, membuat gestur dengan tanganku agar Althea keluar dari kamarku. Aku hanya tidak ingin melihatnya saat ini.

Tanpa bantahan, Althea menurut. Dia keluar dari kamarku. Seperginya Althea, aku hanya bisa terduduk di lantai, dan menangis dalam diam.

Aku lelah.

Benar-benar lelah.

"Aku mau kita cerai, Luk. Dari awal aku tidak pernah mencintai kamu. Sebuah kesalahan besar jika aku menikahi kamu."

"Siapa laki-laki yang telah merusak rumah tangga kita? Katakan!"

"Dari awal, kamu yang telah merusak rumah tangga ini. Apa kamu pernah tanya atau minta ijin ke aku sewaktu kamu mau nikah lagi?"

"Berani-beraninya kamu, Althea! Kamu sendiri yang mengijinkan aku menikahi Marissa. Kita sudah berjalan setengah tahun, kenapa baru sekarang kamu mempermasalahkannya?"

"Kamu tidak paham, Lukman. Pokoknya aku mau cerai!"

"Katakan, siapa laki-laki yang merebut hatimu dari aku?"

"Aku tidak pernah benar-benar mencintai kamu, Lukman. Dan bukan laki-laki, melainkan seorang perempuan mungil yang mampu merebut hati dan perhatianku."

Aku tercekat ketika mendengar Althea benar-benar mengatakan hal itu. Mengerti akan kehadiranku, Althea mendongak menatapku. Mas Lukman pun mengikuti arah pandang Althea. Dia ikut menatapku tidak percaya.

"Jadi, kalian?"

Althea mengangguk mantab. Lalu dia berjalan menghampiri aku. Menghiraukan rancauan Lukman yang tidak terima dengan kenyataan. Kenyataan bahwa istri-istrinya saling mencintai.

Aku memperhatikan langkah Althea, dia berjalan kearahku dengan penuh keyakinan. Sesampainya di hadapanku, dia mengulurkan kedua tangannya untuk memegang bahuku.

Althea menatapku, "Aku simpati sama kamu, maukah kamu menjadi patner hidupku, Nadia Marissa? Aku tidak bisa menjanjikan akte nikah, tapi aku bisa menjanjikan hidup bersama hingga maut memisahkan."

Kembali aku tercekat, terdiam, terpaku, dan membeku. Barusan Althea mengajak aku untuk pergi dari rumah Mas Lukman? Barusan Althea menyatakan kesungguhannya denganku? Dihadapan Mas Lukman?

Ingin rasanya aku menangis, aku tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku. Senyumku tersungging. Ternyata Althea benar-benar mencintaiku.

"Kamu benar-benar mengejutkanku. Jadi simpati itu adalah kata lain dari; 'aku cinta kamu'? Kenapa sih kamu suka memakai kata-kata lain?"

Senyuman juga tersungging di bibir Althea, dia juga tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Kedua alis Althea naik-turun seperti sedang menggodaku.

"Jadi? Ya atau tidak?"

"Aku juga simpati sama kamu. Jadi, sure. Mari kita buat bahtera kehidupan kita sendiri, Althea Rajani."

Mendengar itu, Althea menarikku ke dalam pelukkannya. Dia mencium puncak kepalaku, mengusap belakang kepalaku dengan lembut. Akupun mengeratkan pelukkanku, aku tidak akan melepaskan pelukkan ini. Althea akan terus menjadi milikku.

Akhirnya, Althea berani juga meninggalkan rumah ini. Akhirnya Althea berani juga memilihku.

Terimakasih, Althea. Hidupku lebih bahagia karena cinta darimu.

Cinta membuatku tak mau lagi kompromi dengan keadaan.

Cinta membuat aku ingin memiliki Althea seutuhnya.

Cinta membuat aku jadi punya nyali.

Aku tidak pernah menyangka ternyata aku bisa segila ini. Bukannya mencintai suamiku, aku malah mencintai istri pertama suamiku.

Tidak aku sangka, ternyata cinta bisa segila ini.

Benar-benar, cinta itu buta.

♥ ♥ ♥

-FIN-

NB: Kalau kamu suka dengan cerita ini, atau kamu terhibur dengan cerita ini, bisa banget loh kamu berikan apresiasi kepada penulis melalui saweria.co: https://saweria.co/Kibowwwbf ya. Terima kasih banyak! Jangan lupa tersenyum yah! :)  

L'AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang