"APA? MENINGGAL?"
Deira menggeleng tidak percaya begitu kabar itu sampai di telinganya. Reihan, pria yang pernah menjadi teman sekelasnya saat masih duduk di bangku kelas delapan SMP itu meninggal? Tidak, rasanya itu mustahil.
Deira memang tidak terlalu dekat dengan Reihan, mereka hanya saling mengenal tanpa pernah saling bicara satu sama lain. Namun entah mengapa, mendengar nama Reihan disebut sebagai korban kecelakaan motor yang tidak bisa diselamatkan, tubuh Deira bergetar, hatinya meringis dan dia menangis.
Jika diibaratkan rantai makanan, Reihan itu seperti elang, menduduki posisi teratas, yang tidak bisa dimangsa oleh siapapun, kecuali jika tubuhnya sudah menjadi bangkai. Di sekolah dia tidak hanya ditakuti oleh teman-temannya, guru sekaligus kepala sekolah juga selalu segan kepada Reihan.
Deira tahu, semua yang bernyawa pasti akan mengalami yang namanya kematian, hanya saja Deira tak menyangka Reihan akan berpulang secepat ini. Apalagi jika mengingat bagaimana berkuasanya Reihan selama ini, rasanya sangat mustahil.
Deira masih ingat bagaimana nakalnya Reihan dulu, pria itu suka menindas anak-anak lemah, membolos pelajaran, membangkang perintah guru, dan bahkan sering mengikuti balapan liar. Rasanya tak masuk akal mendengar pria itu menghembuskan nafas terakhirnya satu jam yang lalu.
"Dei, kok lo nangis? Kenapa?" Regan mengernyit saat dilihatnya Deira menitikkan air mata. Regan tahu, Deira tidak mengenal pria yang dia ceritakan itu, walupun ya, Regan juga tahu kalau Deira adalah gadis yang mudah bersimpati, tapi setidaknya Deira tidak harus menangis untuk meninggalnya pria yang tidak dia kenali.
"Gue kasian, Gan. Biar gimana pun juga, Reihan kan masih satu sekolah sama kita" jawab Deira sembari menghapus sisa air matanya.
"Lo kan nggak kenal sama dia, nggak usah sampe nangis juga kali" balas Regan. Kadang dia tak mengerti dengan jalan pikiran saudara kembarnya ini, bisa-bisanya dia menangis untuk pria yang tidak dia kenali.
"Ya, namanya juga kasian, gue nggak nyangka dia bakal pergi secepat ini"
"Yaelah, lo dramatis amat kali. Semua orang juga kan pasti bakal mati"
"Iya sih, tapi gue masih nggak nyangka aja gitu"
"Lebay!" desis Regan, kemudian pergi meninggalkan Deira yang masih termenung memikirkan Reihan.
Setelah beberapa menit terdiam, Deira bangkit menuju tempat tidurnya. Dia mengambil novel di meja nakas kemudian mulai membaca.
Namun tak berselang lama, dia kembali menutup novelanya, entah mengapa, dia tidak bisa fokus. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan wajah Reihan yang entah dari kapan bisa tergambar dengan jelas di otaknya.
Sebelumnya Deira tidak pernah memikirkan Reihan, membayangkan wajah pria itu singgah di pikirannya saja tidak pernah. Namun sekarang, setelah dia mendengar berita itu, pikirannya seolah tersetting hanya untuk memikirkan Reihan.
Bayangan-bayangan akan kenakalan yang sudah pria itu perbuat memenuhi memori otaknya. Walaupun mereka tidak terlalu dekat, tapi setidaknya Reihan pernah menjadi teman sekelasnya, yang kepergian tentu saja membuat Deira merasakan kehilangan.
*****
"Selamat pagi, Tuan Muda" Bi Asma menghentikan kegitan beres-beresnya sebentar, setelah Tuan Mudanya berlalu menuju meja makan, dia meletakkan alat pelnya, kemudian menyusul sang Tuan yang bahkan tak membalas sapaannya.
"Apa ini?"
"Ini hadiah ulang tahun Tuan Muda dari Tuan dan Nyonya Besar. Nyonya menitipkan salam, katanya, maaf hari ini Tuan dan Nyonya tidak bisa pulang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Accident
Teen Fiction"Mati aja gue! Gue dateng sendiri ke kandang kambing--eh salah. Maksud gue kandang macan" ~Deira Adelina Trisulla~ Cover by: @Kimyoung_01