|B| Bad Feeling

6.2K 263 0
                                    



Saat hari itu ..



Di hari senin yang cerah. Namun tak secerah perasaan keempat anak lelaki yang sedang duduk rapih dimeja makan dikala itu.

"Ayah sama Bunda jadi pergi ya hari ini?" Tanya Pahle lesu.

"Jadi dong!" Jawab Ayah enteng.

"Langsung pulang ya, kalau liburannnya udah selesai." Pinta Gibran sedikit memaksa.

"Okay. Kita bakal langsung pulang." Jawab Bunda tak kalah enteng dengan Ayah.

"Janji!" Pinta Gibran yang entah mengapa tiba-tiba ingin bersuara. Padahal dia adalah sosok yang sangat jarang bicara.

Ayah dan Bunda saling menatap.

"Kalian ini kenapa?" Ayah yang tak tahan dengan herannya akhirnya melempar tanya.

"Gak papa. Kita cuman pengen Ayah sama Bunda cepat pulang". Zafran menjawab dengan tetap berusaha tenang.

"Kakak-kakak ini kenapa sih? Ayah sama Bunda kan mau pergi liburan. Kenapa kalian kelihatan gak seneng gitu?" Ody memprotes tingkah laku keempat Kakaknya yang aneh dipagi itu.

"Kalau kalian tidak ingin kami pergi kami tidak akan jadi per.."

"Udah Ayah sama Bunda pergi aja. Tenang aja Ody percaya semua bakal baik-baik aja. Ody doain Ayah sama Bunda selamat selama diperjalanan." Ucap Ody optimis.

Ayah tersenyum menatap Ody lalu bergantian menatap keempat anak lelakinya.

"Kalian gimana?" Tanya Ayah kepada para anak lelakinya.

"Yaudah. Lagi pula Ayah sama Bunda disana juga buat senang-senangkan". Jawan Pahle masih sedikit tidak rela melepas kedua orang tuanya pergi.

"Gak adil rasanya mengahalangi kebahagiaan kalian karena kecemasan kita yang belum pasti." Tambah Zafran menjawab.

"Yakin?" Tanya Bunda.

Zayn hanya mengangangguk ragu. Sedangkan Gibran terdiam sebentar menatap kedua orang tuanya. "Iya Nda!"

Ayah dan Bunda tersenyum."Ayah sama Bunda baru berangkat ke Paris jam 10 pagi. Berhubung kalian harus pergi sekolah kita sekalian pamitnya sekarang aja" Ucap Bunda.

"Yaudah Bunda sama Ayah hati-hati dijalannya. Jangan lupa oleh-olehnya" Ucap Pahle sambil menggendong tas sekolahnya.

"Iya boleh! Asal kamu janji bakal ngurangin kegiatan kamu masuk ruang BK lagi!" Bunda menasehati Pahle yang memang satu-satunya anak yang terkenal bad-boy disekolahnya diantara keempat anak lelakinya.

"Hehe... gak janji. Bun.. ruangan itu terlalu seru buat gak disinggahi" Pahle terkekeh.

"Yaudah kita pamit sekolah. Ayah sama Bunda pokoknya hati-hati dijalannya". Pesan Zayn yang diangguki Gibran.

"Kalian juga jangan terlalu sibuk sama kegiatan kalian diluar belajar. Tetap utamakan urusan akademiknya ya..." Pesan Ayah yang diangguki kedua putranya itu.

"Ayah bangga kalau Gibran bisa jadi siswa aktif tapi jangan terlalu sibuk di organisasinya apalagi sampai lupa jaga kesehatan." Pesan Ayah.

"Dan Zayn jangan keasikkan diekskul musiknya. Bunda memang dukung apapun yang menjadi kesenanganmu. Tapi urusan kelas tetap harus jadi prioritas kamu." Bunda ikut menambahkan dan lagi hanya diangguki oleh kedua anak itu.

"Aku juga pamit ngampus Nda. Yah". Pamit Zafran.

"Kamu juga kurangin keseringan baca bukunya. Mentang-mentang anak Filsafat!" Bunda tak lupa menasehati anak sulungnya itu.

Lagi-lagi keempat anak lelaki itu merasakan sesuatu yang tidak nyaman dalam diri mereka setelah mendangar nasehat serta pesan dari kedua orang tuanya.

Padahal mereka semua sudah biasa mendengar semua petuah itu. Tapi entah mengapa untuk kali ini, semua terasa ada yang berbeda.

"Yaudah sana kalian berangkat ini 15 menit lagi mau jam 7." Perintah Ayah lalu keempatnya menyalami tangan Ayah dan Bunda bergantian.

"Kapan Ody bisa sekolah formal kayak kakak-kakak?" Gumam Ody tiba-tiba.

Ody memang satu-satunya anak yang mengenyam proses pedidikannya melalui program home-schooling. Dikarenakan masalah kesehatannya yang membuat keluarganya sepakat untuk tidak membiarkan Ody berkegiatan diluar rumah tanpa pengawasan keluarganya.

"Kapan-kapan ya!" Jawab Ayah yang dikekehi keempat Kakak lelaki Ody.

Tanpa berkata apa pun Zafran langsung beranjak mendekat mencium pipi kanan Ody. Disusul Zayn mencium pipi kirinya. Gibran mencium keningnya dan terakhir Pahle mecium hidung mancung Ody lalu mengacak puncak kepala Ody sedikit brutal.

"Kak Pahle!!!" Protes Ody.

"Assalamu'alaikum.. Ayah, Bunda, Adek.." Salam keempatnya sebelum melangkah menuju pintu utama.

Semoga semuanya memang baik-baik aja.

Ody menatap kedua orang tuanya itu dengan bentuk perasaan yang sebenarnya sama seperti yang dirasakan keempat Kakaknya.

Namun karena semalam Ody tidak sengaja melihat keantusiasan Ayah dan Bundanya saat mereka membayangkan bisa berlibur ke Paris, Ody seperti bisa merasakan kebahagiaan yang sudah dinanti oleh kedua orang tuanya itu.

Entah mengapa Ody merasa orang tuanya terlihat sangaaat.. bahagia saat itu.

Jadi dengan segala kepolosannya, pada akhirnya Ody memilih untuk mati-matian berusaha menekan kecemasan yang kuat menyerang dirinya. Ody hanya ingin membantu Ayah dan Bundanya bahagia. Ody tidak boleh egois dengan menghalangi keinginan orang tuanya. Pikirnya.

Demi melihat kedua orang tuanya bahagia. Jadi biarlah mereka pergi. Ody juga meyakinkan keempat kakaknya bahwa semua akan baik-baik saja dan secara tidak langsung untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya memang akan baik-baik saja.

Lalu dipenghujung hari yang mendung dengan warna langit yang nyaris terlihat gelap..

kabar yang berhasil meruntuhkan dunia kelima bersaudara itu datang menyapa, menyengat mereka tanpa ampun..

Informasi yang seolah membenarkan dugaan atas perasaan buruk kelima bersaudara ini akhirnya sampai pada mereka yang tidak akan pernah merasa siap.

Pesawat yang Ayah dan Bunda tumpangi mengalami hilang kontak dan keberadaan pesawatnya tidak dapat ditemukan.

Pesawat kemungkinan mengalami kecelakaan dikarenakan titik terakhir kontak pesawat itu berada yaitu didaerah sekitar pegunungan. Pesawat tersebut diduga jatuh dan mengalami ledakan karena tabrakan. Hal itu mengartikan tidak akan ada penumpang yang selamat.

Rupanya keputusan Ody untuk tidak egois saat itu menjadikan Ayah dan Bunda pergi yang tidak akan kembali lagi padanya, keluarganya dan hidupnya.

Ayah dan Bunda berbahagia dalam keabadian mereka.

Namun kepergian Ayah dan Bunda meninggalkan banyak luka dan kekacauan dirumah yang mereka tinggalkan.

Dalam keheningan. Kelima bersaudara ini saling menyalahkan. Mereka bergerak saling menyakiti satu sama lain.

Kemudian tanpa ada kata. Mereka seolah memiliki satu suara yang sama. Mereka menyalahkan orang yang sama atas kepergian dua sosok paling penting dihidup mereka.

Namun mereka merasa enggan mengakui perasaan jahat itu dan mereka merasa takut tidak dapat mengendalikan perasaan buruk itu hingga menimbulkan kehancuran yang lain, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi. Mereka ingin menghindarinya.

Membuat rumah itu justru terasa runtuh kembali.. nyaris tanpa sisa.






To Continued 🍃

Our Little SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang