2

17 2 0
                                    

***

20.30 WIB

 
Saat ini, Lucas tengah berada di jalanan gang kecil setelah ia baru saja menyelesaikan hasil lukisannya di ruang kesenian sekolah.

Oh ya, Lucas merupakan seorang pelajar SMA tingkat akhir tahun ini. Hanya tinggal menunggu beberapa bulan lagi sebelum pengumuman kelulusan sekolah dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Lucas tengah berjalan sendirian.

Tanpa sadar, sedari tadi ada sesosok gadis berperawakan mungil mengikutinya.

Gadis tersebut terlihat berjalan mengendap – endap di belakang Lucas, seakan mencoba bersembunyi darinya, takut – takut jika Lucas mengetahui keberadaannya.

Lucas yang merasa diikuti pun membalikkan badannya ke belakang. Namun, hanya jalanan kosong yang dapat ia lihat di belakang sana.

Sosok gadis itu bersembunyi di belakang pohon besar yang terletak di depan rumah bercat putih. Jelas saja jika Lucas tidak melihatnya.

Lucas pun akhirnya melanjutkan langkahnya kembali, dan gadis itu kembali mengikutinya.

Kemudian, langkah kaki Lucas berhenti. Secara otomatis, gadis di belakangnya itu ikut menghentikan langkahnya.

Lucas mengamati lamat – lamat, toko bunga di hadapannya. Toko yang bertuliskan ‘CLOVER’ di papannya. Ia hanya tidak menyangka, masih ada toko bunga yang buka di jam segini.
Ia juga tidak menyangka, di jalanan yang sedikit kumuh seperti ini ternyata terdapat toko bunga di dalamnya. Tidak besar sih, namun toko bunga tersebut tidak buruk juga. Bunga – bunga yang terpajang di depan cukup terawat dan indah dipandang mata.

Tanpa menunggu waktu lama, Lucas langsung bergegas masuk ke dalamnya.
Bukan apa – apa. Hanya untuk menenangkan diri saja sebenarnya.

‘Mungkin dengan melihat bunga, aku bisa merasa lebih tenang..’ batinnya aneh.

Sedangkan gadis di belakang Lucas tadi terlihat terkejut mengetahui Lucas bergegas masuk ke dalam toko bunga itu.

“Hey, apa yang kau lakukan?! Jangan  kesana!” sentaknya pelan.

Namun, karena suaranya yang kecil, Lucas tidak menggubris apa yang dikatakan gadis itu.

“Aishh, kau ini...” susul gadis itu pada akhirnya ikut masuk ke dalam.

Di dalam, terlihat seorang lelaki dengan tatanan rambut yang begitu rapi, dan juga memakai pakaian yang serba hitam. Sedikit kontras memang dengan penampilan toko bunga yang serba putih.

“Ada yang bisa saya bantu?” ucap lelaki tersebut datar, tanpa ekspresi.

Lucas tidak membalas apa yang diucapkan lelaki tersebut. Ia justru melihat – lihat jenis bunga mawar yang ada disana.

‘Lucas, kenapa sih kau suka sekali tidak membalas perkataan orang?’ gumam gadis yang tadi bersama Lucas menggerutu. Ia masih mengikuti Lucas rupanya.

Melihat gadis itu menggerutu, lelaki serba hitam tadi hanya menatapnya datar. Lelaki itu kembali mengalihkan pandangannya ke Lucas.

“Kesempatanmu tidak banyak, hanya empat kali, sebelum kau tidak bisa bertemu dengannya,” ucap lelaki tersebut yang tiba – tiba saja sudah berada di belakang Lucas sambil menyodorkan kotak kecil bertuliskan ‘CLOVER’ padanya.

Lucas menatap bingung kotak tersebut. Memandang si lelaki serba hitam dengan pandangan ‘apa maksudmu?’ yang jelas saja tidak akan mendapat jawaban.

Akhirnya, Lucas pun meraih kotak kecil itu. Ia bingung melihat isi di dalamnya. Satu tangkai semanggi berdaun empat dan jam pasir kecil seukuran jari telunjuk.

“Jika kau ingin mengingat sesuatu yang berharga dalam hidupmu, atur waktumu dengan jam pasir itu, lalu ambil satu daun dari semanggi itu, dan jam pasir itu merupakan waktumu bertemu dengannya,” setelah mengucapkan hal tersebut, lelaki serba hitam itu langsung saja pergi dari hadapan Lucas.

Lucas menatap daun semanggi dan jam pasir itu bergantian. Ia tidak bodoh untuk menyadari apa yang dimaksud si lelaki serba hitam tadi. Hanya yang dia pikirkan, bagaimana bisa lelaki itu tau jika Lucas kehilangan ingatannya?
Dan lagi, bertemu? Bertemu dengan siapa?
Andaikan itu tentang ingatannya, apa bisa dia bertemu dengan ingatannya hanya dengan setelunjuk jam pasir dan satu tangkai semanggi daun empat?

Lucas mulai mencoba mempraktekkan apa yang disampaikan si lelaki serba hitam tadi. Merasa bodoh memang karena melakukan hal konyol seperti ini. Tapi Lucas juga penasaran.

Ia mulai menjalankan jam pasirnya. Lalu merobek satu daun semangginya.

Awalnya tidak ada apapun yang bisa Lucas rasakan, sebelum sebuah tangan mungil memeluknya.

“Aku  merindukanmu, Lucas,” ucap gadis yang sejak tadi mengikutinya.

Lucas nampak terkejut merasakan tangan yang memeluknya dan suara gadis tersebut. Ia mengerutkan keningnya dan menatap gadis itu seolah bertanya, ‘Kau siapa?’

Gadis itu pun mengusap matanya yang sudah mulai dihiasi cairan liquid bening. Ia tersenyum lembut kemudian, “Aku Luna, kau ingat?"

Dan Lucas masih terdiam.

Gadis itu membalik badannya. Mengangkat tangan kanannya dan menunjuk langit yang masih terhalang oleh pintu kaca toko.

"Itu bulan," dia menolehkan kepalanya ke arah Lucas. "Kau dulu suka menyamakanku dengan bulan, karena namaku Luna," sambungnya.

Tak mendapat respon yang berarti dari Lucas, gadis itu hanya bisa menghela nafasnya pelan, "Kau tidak ingat, ya?"

"Sudahlah, abaikan saja. Lucas, kau tau? Aku senang akhirnya aku bisa berbincang denganmu lagi. Sudah sekian lama, aku sangat merindukanmu.”

Lucas mengernyitkan keningnya bingung.

Kemudian, ia mengambil note kecil di saku jaketnya.

‘Luna? Bagaimana kau mengenalku? Apa aku mengenalmu?’ tulisnya disana. Satu hal lagi yang perlu kalian ketahui, bahwa Lucas juga kehilangan suaranya akibat kecelakaan yang menimpanya. Lucas seperti lupa bagaimana cara mengeluarkan suara saat ia terbangun di rumah sakit.

Gadis yang menyebut dirinya sebagai Luna itu menganggukkan kepalanya semangat dengan pertanyaan yang dituliskan Lucas, “Ya, kau mengenalku. Aku juga mengenalmu. Bahkan sangat, Lucas Andria.”

Lucas terkejut mengetahui gadis itu memanggil nama lengkapnya. Seingatnya, ia jarang, bahkan tidak pernah bertegur sapa dengan gadis siapapun dan dimanapun. Kecuali ibunya, tentunya.

Memang, sejak ia mengalami kecelakaan itu, Lucas menjadi seseorang yang lebih tertutup terhadap lingkungannya. Bukan apa – apa. Ia hanya merasa asing dengan lingkungannya yang sekarang. Meskipun mungkin sebenarnya tidak jauh beda dengan lingkungan dimana ingatan Lucas masih baik-baik saja.

“Sebentar, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu,” ucap Luna sambil berlari kecil ke sudut toko dimana sebuah piano usang terletak disana. Luna membersihkan terlebih dahulu penutup piano, meniup debu – debu tebal yang ada di atasnya. Setelah selesai, ia pun duduk dengan perlahan di kursi yang sudah tersedia, sambil membuka penutup piano tersebut. Ia memejamkan matanya sejenak. Dan jari – jarinya pun perlahan mulai menari – nari di atas tuts piano.

Lucas termenung melihat Luna memainkan pianonya. Wajah damai Luna saat bermain piano membuatnya teringat akan beberapa kumpulan kenangan yang tertimbun di otaknya.

Sosok buram yang juga bermain piano di sudut ruangan tergambar jelas di pikirannya. Sambil memainkan lagu yang sama, lagu milik Wendy yang berjudul Because I Love You.

Lucas memejamkan matanya saat rasa pusing itu kembali menderanya. Ia mencengkeram botol vas di atas etalase terdekat, mencoba menyalurkan segala rasa sakit yang datang di kepalanya. Ia mencoba mengintip sekilas Luna sebelum kegelapan menghampirinya.

***

LUNA | W. Lucas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang