8. Riak-riak Rindu

56 11 0
                                    

Kali ini biarkan lagu Spring Day milik BTS menemanimu membaca cerita ini di salah satu sudut ruang.


Oya, tinggalkan vote dan coment ya 

Happy Reading ^_^



Saat malam mulai menggamit sepi, selalu ada riak-riak rindu terdengar. Suara yang berasal dari relung kita. Mendesau melalui celah dedaunan. Bunyi jangkrik mengalun seperti tangga-tangga nada seirama dengan detak jantung kita. Suara yang saling sahut-menyahut satu sama lainnya. Riak yang tak mampu membuatku terdekap mimpi. Walapun bisa, bayanganmulah yang akan menyelinap dalam tidurku.

Bila riak rindu itu sudah datang, ia menjelma seperti angin yang mendesirkan aromamu. Dan ruang hari terasa sesak karena rindu. Ya, aku terjerat terlalu dalam di hatimu. Sebenarnya, rindu ini sangat menyiksa. Betapa tidak? Wajahmu berkelebat dalam mata hatiku. Rindu telah mengacaukan semua aktivitasku. Aku tak punya daya melawannya, kecuali diam menerima kedatangannya.

Terkadang riak-riak rindu itu juga sedikit menggoda. Ya, sejuknya embun yang kerap kaukirimkan banyak mengalirkan cerita tentang dinginnya hati kita. Kadang pula hangat mentari dapat membakar hatiku dengan cemburu. Lantas, aku penasaran seperti apa rupa rindumu? Apa pernah rasa keraguan melindap di jiwamu? Pasalnya, tak ada fotoku yang menghiasi ponsel, notebook dan dompet milikmu. Kau juga tidak pernah merintih kesakitan oleh rasa cemburu maupun rindu.

"Rik, Apa kau tak pernah merinduiku?" tanyaku.

"Terlalu munafik bila aku menjawab tidak, Lis. Aku adalah lelaki yang ingin selalu berada dalam sisimu."

"Terus, kenapa kau tak menyimpan fotoku di dompet dan ponselmu?"

"Karena wajahmu tak layak disimpan di sana. Wajahmu telah terkanvas dalam ceruk hatiku. Jadi, kapan pun dan di mana pun aku bisa melihatmu," ucapmu sembari menatapku dengan lekat. Tatapanmu sungguh sangat teduh. Sorot mata itu memancarkan kejujuran."Rinduku serupa embun yang memadamkan amarahmu," tambahmu.

Dedaunan berguguran diterpa angin, jatuh mengemulai lembut menimpa kepala kita. Altar langit tergurat senja. Wajah kita berdua terbias semburat cahaya senja sehingga aku tak dapat melihatmu dengan jelas. Gelora hati kita berdansa di ujung cakrawala. Ya, Kau lelaki yang mampu mendebar-debarkan jantungku. Tiap kata yang terlontar dari mulutmu membuatku melayang ke langit ketujuh. Kau layaknya seorang punjangga.

Kau kerap mengatakan, bahwa rindu itulah yang justru mengikat jarak yang terbentang antara kita. Ia merupakan tali yang kuat dalam menautkan jiwa kita. Karena rindu adalah panggilan yang paling tulus dari palung sukma. Rindumu-lah yang selalu mengingatkanmu padaku, bahwa ada seorang perempuan yang menanti kepulanganmu.

"Lis, sepulang aku dari Palestina, aku akan langsung melamarmu," ucapmu penuh keyakinan.

"Melamar apa? Kerjaan, Rik?" Aku tersenyum menahan tawa, melihat ekspresi wajahmu. Aku berpura-pura tak mengerti maksudmu, layaknya orang yang lugu.

"Ya, kau benar sekali! Kerjaan sebagai suamimu," jawabmu kesal.

"Ah...ah...ah..." Kali ini tawaku tak bisa lagi kutahan, aku tertawa terbahak-bahak. "Kalau mau jadi suamiku, banyak syarat yang harus kaupenuhi." Sambungku.

"Syarat apapun itu, aku akan memenuhinya."

"Berikan aku alasan, mengapa aku harus menerimamu?"

All About RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang