5. Counter Attack

57.5K 10K 499
                                    

Haaai. Baru nyampe rumah dungs. Update karena Q butuh melepas penat dan demi para pembaca setia yang kucinta dan kusayang.

Enjoy
*
*
*

Putri kecil Bang Adrinta benar-benar lucu dan minta dibawa pulang banget. Kedua pipinya merah dan gembul, bola matanya hitam pekat dan terlihat berkilau, dan satu hal yang sangat aku sukai, dia murah senyum dan tidak cengeng.

Dengan sangat hati-hati karena bayi mungil ini masih berusia empat puluh hari, aku menggendongnya di pangkuan atas izin kedua orangtuanya. Orang kantor duduk mengelilingi aku dan si kecil yang super imut ini.

Bang Adrinta bergabung dengan kami, sementara istrinya terlihat sedang bercengkerama dengan beberapa kerabat dekat mereka. Kenzo yang notabenenya pencinta anak kecil sibuk mengajak si kecil berbicara walaupun tentu saja tidak ada tanggapan.

"Bang, sumpah, ya. Anak lo lucu banget. Cantik lagi," ucap Kenzo sambil mengusap-usap pelan pipi si kecil.

"Siapa dulu dong orang tuanya," balas Bang Adrinta bangga.

"Gue juga kalau punya anak gemesin gini pasti bawaannya pengen pulang ke rumah terus," sambung Naufal lalu memasukkan sesuap puding ke dalam mulut.

Bang Adrinta menepuk bahu Naufal. "Ya nikah dulu lah baru bisa punya anak."

"Siapa bilang mesti nikah dulu kalau mau punya anak?" pernyataan ngaco Clinton membuatku menendang kakinya keras.

Clinton meringis. "Becanda doang, Pril. Astaga. Galak bener lo. Contoh tuh istrinya Adrinta. Kalem-kalem ayu sedap dipandang."

"Kalau cowoknya sejenis elo, ya harus ditegasin," balasku sambil mendelikkan mata.

Sheila, Bang Adrinta dan Naufal tertawa. Jauh beda dengan Dewangga yang hanya menaikkan ujung bibirnya sedikit.

Berbeda dengan kami para staf yang datang pada pukul satu siang lebih beberapa puluh menit, ternyata Dewangga sudah tiba di rumah Bang Adrinta sejak pukul sepuluh pagi. Dia mengikuti serangkaian acara yang ada.

Entah itu permintaan Bang Adrinta, atau memang Pakde se-respect itu pada salah satu staf kesayangannya.

"Nggak di kantor, nggak disini, kalian semua ngajak Ci April perang mulu, ya," sahut Sheila lalu mengedarkan pandangan pada Clinton, Naufal dan Kenzo. "Daripada diajak perang, mendingan diajak pacaran aja. Cici cantik begini, masa kalian nggak terpesona?"

Aku menggeleng-gelengkan kepala. Omongan Sheila ngaco. Sudah biasa.

"Gue setuju," Bang Adrinta menimpali dengan semangat. "Ini ada cewek single potensial, segera diburu sebelum disambar orang lain."

"Bang, please deh," aku memutar bola mata.

Clinton mengangkat kedua tangan. "Sori, gue sudah punya pacar dong."

"Pacar yang mana? Ngaku-ngaku doang lo," ejek Naufal lagi. Dia paling semangat kalau pembicaraan sudah mengarah pada pacar Clinton yang sampai sekarang tidak pernah bertemu dengan kami.

"Cewek gue itu. Beneran. Timing-nya aja yang nggak pernah tepat untuk ngajak dia nongkrong bareng kita," Clinton membela diri.

Kenzo dan Naufal menggeleng tidak percaya sambil memasang mimik wajah meremehkan. Aku tersenyum geli.

"Lo sama April juga cocok kok, Fal," Bang Adrinta masih stick pada ide gilanya. "Walaupun sering ribut tapi justru keliatan cute. Ya nggak?"

Progressnya Berapa Persen? (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang