1

150 16 24
                                    


Hening sore itu di suatu ruang rusak oleh atmosfer yang diciptakan akibat tangis dan sendu. Seorang gadis terduduk di sudut kamarnya, berkali-kali mengusap matanya yang telah sembap. Jarinya tak henti menari berduet dengan pulpen. Air matanya yang terus berjatuhan hampir memudarkan tinta.

Dibacanya kembali apa yang telah dia tulis. Tangannya gemetaran.

"Bagus, Loni. Bagus. Kamu harus bisa kuat. Kamu kuat ..."

Dilipatnya kertas binder polos bergaris tersebut, dimasukkannya ke dalam sebuah amplop yang berwarna sama pula.

Tangannya kembali menggoreskan tinta.


Kepada: Yth. Giran Sanjaya Mahardika


Loni berdiri dengan susah payah. Diambilnya jaket abu-abu dan sebuah masker. Matanya terus memantau layar gawainya. Tidak ada yang menarik selain wallpaper gawainya yang bergambarkan gunung Fuji. Dia hanya menunggu sebuah notifikasi.

Dering nada telpon berbunyi membuat Loni terkejut. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengangkat telpon.

"Halo, Giran?! Kamu di ..."

"Halo, Nona Loni. Saya Mizuhara Ryuu dari lembaga, mohon maaf apabila saya mengganggu waktu Anda."

Loni menghela napas panjang. Dia mendengarkan segala apa yang diucapkan Mizuhara-san di telpon.

"Baik, akan saya kirim lewat email."

"Akan kami tunggu."

Loni berjalan lesu menuju pos ronda. Pos ronda sepi, biasanya selalu ada anak-anak bermain disana. Mungkin pindah tempat bermain. Loni jadi leluasa untuk duduk merenung dibalik bilik bambu. Rasanya nyaman dalam kesendirian.

Seharusnya Loni pakai kacamatanya. Matanya benar-benar tidak sedap untuk dipandang saat ini, dan akan membuat kesan buruk untuk orang-orang sekitar. Tapi Loni tidak peduli. Yang ia pedulikan saat ini adalah ia ingin bersua dengan seseorang yang paling menyakiti hatinya. Seseorang yang namanya tak akan pernah terhapus dari benak Loni. Seseorang yang terus menerus membuat hati Loni bimbang, antara harus membenci atau tetap menyayangi karena banyaknya memori.

"Lho, Non Loni? Kenapa ada disini?" tanya seseorang membangunkan Loni dari lamunan.

"Eh, Mbok Ni, lagi nyari angin aja, Mbok. Biar enggak penat di rumah terus, hehe," jawab Loni setengah hati. Loni tiba-tiba membelalakkan mata, teringat sesuatu.

"Oh begitu? Ya sudah, Mbok pulang dulu, ya."

"Sebentar, Mbok! Ini, tolong kasih ke Giran ya, Mbok. Jangan kasih tahu dari siapa. Pokoknya tolong kasih ke Giran aja," kata Loni sambil tersenyum. Mbok Ni hanya bisa kebingungan sendiri sambil mengiyakan. Loni menuturkan terima kasihnya pada Mbok Ni. Saat untuknya pulang dan berkemas.

-o0o-

"Mas Giran, ini ada titipan," kata Mbok Darmi sesampainya di rumah.

"Dari siapa, Mbok?"

"Oh itu. Nganu ... enggak tahu, Mas. Tadi langsung ngasih terus melengos gitu aja. Jadi kan, yaaa ... bingung saya juga," jawab Mbok Darmi sedikit nyerocos.

"Ooo yaudah, makasih ya, Mbok."

Mbok Darmi dengan santai hanya memberikan acungan jempol. Duh Gusti, kalau bukan karena Mbak Loni yo, aku enggak bakal bohong kayak begini. Mohon ampuni hamba-Mu ini, ya Allah, ucapnya dalam hati.

Kita Menjadi KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang